Sudah lama tidak “ngobrol” di
blog ini.. aktvitas blogging menjadi aktivitas yang tidak akan pernah saya
tinggalkan, kalau di “pause”kan iya.
Kali ini saya akan bercerita
tentang seseorang yang sudah “xx” bulan (haha silahkan diisi sendiri) hadir
dalam kehidupan saya. Seseorang yang mungkiiiiinn…bagi kebanyakan orang “too
good to be true” buat saya (karena saking sayanya yang gag banget ini,:D),
seseorang yang jadi partner karib saya (teramat karib) sampai dia hapal kapan
happynya saya, kapan mikirnya saya, kapan sedihnya saya, dia bisa menebak
dengan tepat!. Dan seseorang yang saat saya menulis ini tengah memperjuangkan “kami”
di kampung halamannya. Dan seseorang itu yang layak saya tulis di blog ini.
Karena jujur saya jarang nulis tentang “seseorang” di sini (kecuali bias saya
yaa, Oppa Onew,wkwkw)
Dia memang bukan yang pertama
untuk saya, tapi dia pantas untuk menjadi yang terakhir. Saya mengenalnya bukan
sehari dua hari sejak kami “resmi” sama-sama ya. Dia partner team terawet saya.
Kalau dipindah team, pasti ada beliau. Jadi kalau berbicara tentang pola
kerjanya, kurang lebih sama. Tapi tetap, dia yang di team berbeda dengan dia
yang selalu ada “dekat” saya. Begitu juga sebaliknya. Selalu ada
kejutan-kejutan yang saya rasakan “xx” bulan (lagi-lagi silahkan isi sendiri :D) sejak saya mengenalnya lebih
dekat.
Tapi yang sangat saya respeki
dari dia adalah dua hal. Pertama, bagaimana dia “membawa” saya ke keluarganya
dan bagaimana dia “masuk” ke keluarga saya. Saya masih ingat satu hal ketika
satu hari sebelum untuk pertama kalinya saya dipertemukan dengan kedua orang
tuanya, dia mengatakan satu hal pada saya :
“laki-laki (espcecially o.k.a) jika sudah
memperkenalkan seorang wanita kepada kedua orang tuanya,berarti dia sudah
sangat yakin dan akan meyakinkan kepada kedua orangtuanya bahwa inilah yang
akan diajaknya untuk hidup sama-sama”
Ya, dia selalu meyakinkan saya
bahwa salah satu bukti keseriusannya adalah memperkenalkan saya kepada kedua
orang tuanya. Dan begitu juga sebaliknya. Meskipun dia bukan yang pertama, tapi
saya pastikan bahwa dia yang pertama dan satu-satunya yang saya perkenalkan
secara resmi kepada orangtua saya, khususnya ayah saya.
Terimakasih Po,
Dari dulu saya cukup tau diri
untuk tidak mengharapkan seorang kamu, even itu hanya dalam pikiran atau batin
saya. Saya cukup menjejak bumi. Tapi dengan kamu menyayangi saya dengan
memperjuangkan saya ke keluargamu sudah cukup membuat saya yakin bahwa “this is
the best marriage proposal ever”. Kamu memang bukan tipikal pria-pria korea
fantasy saya yang tiba-tiba bawa cincin dan berlutut sembari bilang “would you
marry me?” tapi ya, tindakanmu dengan memperkenalkanku pada orangtuamu
(terlebih ibumu) membuatku merasa_”I don’t need anything, when I have (these) everything”
Mungkin karena kita sama-sama
tipe golongan darah B ya, makanya bagi orang kita bernilai cuek. Padahal
aslinya gag. Tapi aku gag peduli itu, dan kamu pun gag peduli hal demikian.
Yang kita lakukan hanya “keep calm and make our dreams happen”.
Semangat yaa buat kita, Po
You are half of me, understanding
me well..know very well how to train my ego..
Benar kata orang, soulmate itu
bukan orang yang satu karakter sama kita, tetapi “belahan” kita yang lain.
Ibarat dua kutub yang berlawanan, tapi pada dasarnya “nyatu”. You are my
opposite shadow, that’s why people called soulmate is like a mirror. Two
different side shadows, but basicly it is the “ONE”.
Xie Xie, Gomawoyo, Arigatou Po,
0 komentar on "Letter #1 To My Husband-to-be"
Posting Komentar