Pada akhirnya sebuah pesta akan selalu usai. Tak peduli seberapa lama pun cinderella ingin tetap berada di sebuah peta, jika jam sudah berdentang, maka saat itulah ia harus segera pulang. Begitu juga dengan manusia, pada akhirnya setiap orang memiliki waktu sendiri-sendiri untuk meninggalkan pesta. Baik kita yang meninggalkan, baik kita yang ditinggalkan, ada sebuah kenangan yang tertinggal. Layaknya sebelah sepatu kaca milik cinderella yang tertinggal di pesta. Begitu juga dengan kenangan itu. Entah baik ataupun buruk kesan yang didapatkan selama di sana, pada akhirnya kenangan membuat kita menjadi netral_kembali seperti sedia kala. Layaknya pepatah lama cina yang saya kutip dari buku ini :
“Layang-layang
akan terbang selama mungkin di langit, namun pada akhirnya ia akan jatuh ke
bumi dan menjadi tak berdaya. Kita akan berpesta selama kita bisa tapi pada
akhirnya pesta akan usai dan kita akan hanya ingat tentang kenangan”
Demikianlah
pepatah lama yang Hui Lan dapat dalam ‘kehilangan’ pertamanya. Awal dari
kehilangan-kehilangan yang sebenarnya. Dalam hidupnya, Oei Hui Lan harus
menjadi saksi hidup ,pihak dari yang ditinggalkan dari sebuah ‘pesta’ bernama
kehidupan.
Kehilangan
pertama, namun tak benar-benar menjadi sebuah kehilangan utuh baginya adalah
saat cinta pertamanya harus tamat karena ketidaksetujuan orang tua, serta
status personal pihak laki-laki yang tak mungkin terlepas dari ikatan
pernikahan yang sah dengan istrinya yang sah. Dari cinta pertamanya inilah, Hui
Lan menyadari bahwa segala bentuk suka cita, gemerlap dan hingar bingar
kehidupan duniawi yang telah dirasakannya sebagai buah kerja keras ayahnya,
adalah hal semu, yang suatu waktu bisa ditinggalkannya. Dan meninggalkannya
tanpa pernah bisa berkompromi. Ya, tak seorang manusia pun yang bisa
berkompromi dengan akhir dari sebuah kehidupan.
Kehilangan
yang kedua, sekaligus menjadi kehilangan terbesarnya adalah ketika sang ayah
tercinta harus menjadi orang pertama terdekatnya yang meninggalkannya.
Meninggalkannya bersama harta dan polemik yang menyertai sepeninggal ayahnya.
Sebuah kisah ironis yang mendahului kepergian sang ayah, berawal dari isi
ramalan yang diucapkan seorang peramal india yang tiba-tiba mendatanginya, dan
mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi ke hidupnya. Hui Lan yang
besar di lingkungan yang percaya akan hal-hal ‘klenik’ seperti itu menyanggupi
permintaan peramal, dan membawanya ke hadapan ayahnya.
“Ayahmu
sedang dalam bahaya. Orang-orang di tempat asalnya sedang mengejar-ngejar anda.
Dan singapura bukanlah tempat yang aman, bawalah ia keluar menjauh dari negeri
ini. Karena sesungguhnya orang-orang yang menjadi musuh ayahmu tak pernah
benar-benar pergi dari kehidupannya, ia ada di sekitar”
Ayahnya
hanya menganggap apa yang dikatakan peramal tersebut adalah lelucon belaka. Dan
menganggap bahwa hidupnya akan baik-baik saja dengan penjagaan orang-orang
kepercayaannya selama ini.
“Ambillah
kain putih bersih, dan tuangkan bubuk teh ini ke atasnya” suruh peramal itu
pada Hui Lan. Dan Hui Lan pun melaksanakan apa yng diperintahkan.
“Setelah
itu bawa keluar dan letakkan di bawah sinar bulan, kau akan mendapatkan
jawabannya”
Untuk
kesekian kalinya, Hui Lan pun melakukannya. Dan betapa terkejutnya dia, begitu
mengetahui apa yang jelas ada di hadapan mata yang kini berada di tangannya.
Serbuk-serbuk
teh yang dituangkannya menunjukkan sebuah kalimat yang berbunyi
KEMATIAN
AYAH
“Ayah,
lihat ini, aku melihat jelas apa yang ada dalam ramalan teh ini” Hui Lan
mencoba menunjukkan dan menjelaskan pada ayahnya. Namun ayahnya tak melihat
sesuatu di atas kain putih yang telah dituangkan teh.
“Me..mengapa
hanya aku yang bisa menyaksikannya ?” tanya Hui Lan pada peramal.
“Karena
hanya kau lah satu-satunya orang yang benar-benar tulus mencintai ayahmu.
Bawalah ayahmu menjauh dari sini sebelum bulan agustus. Jika sampai bulan itu
kau tak mampu melakukannya, aku tak bisa menjamin bahwa kau tak akan kehilangan
ia selamanya”
Ya, pada
akhirnya ramalan itu benar-benar terjadi. Sampai akhir waktu sebelum bertolak
ke Hongkong, Hui Lan tetap tak bisa melawan takdir yang harus terjadi pada
ayahnya. Di suatu minggu setelahnya, Hui Lan mendapat kabar bahwa ayahnya
meninggal akibat serangan jantung mendadak. Dan kecurigaan Hui Lan
menjadi-jadi, tertuju pada gundik terakhir ayahnya yang bernama Lucy Ho.
Hubungan Lucy Ho dan Hui Lan tak pernah baik. Hal ini didasarkan atas
ketidaksukaan sang ibu kepada Lucy Ho, yang dinilai tega ‘mengkhianati’ bibinya
sendiri dengan menikah dengan suaminya. Kecurigaan Hui Lan pun berlanjut pada
keinginannya untuk melakukan otopsi pada mayat ayahnya. Namun karena hukum
singapura yang menganut hukum inggris dimana untuk melakukan otopsi diperlukan
izin dari istri yang sah,bukan anak sah dari istri yang sah. Karena sudah
terlanjur sakit hati pada ayahnya yang mendalam, ibunya menyarankan untuk tidak melakukan otopsi, dan mengikhlaskan semua yang terjadi.
"Bila kamu mencintai Tuhan apapun yang hilang dalam hidup kamu, semuanya tidak akan pernah berpengaruh"
-Biografi Putri Orang Terkaya di Indonesia "Oei Hui Lan"-
-Biografi Putri Orang Terkaya di Indonesia "Oei Hui Lan"-
0 komentar on "No Feast Last Forever (Part 2)"
Posting Komentar