Aku melirik angka yang tertera di layar handphone. Jam sudah
menunjukkan pukul satu siang lebih lima belas menit. Belum ada tanda-tanda deru
mobil berhenti tepat di rumah dan seseorang keluar. Beberapa kata-kata
‘penyambutan’ telah kusiapkan sebelumnya, semisal “welcome home”, “how’s your
flight ?”. Namun sampai angka berubah pun, tak seorang pun yang berhak kusambut.
Rumah sisil yang terletak di sebuah komplek yang jauh dari jalan
utama,memungkinkan suara kendaraan sepelan apapun untuk di dengar. Tapi tetap
saja, tak ada satu kendaraan pun yang lewat.
“Udah jam segini cuy, gag ditelpon aja ?” tanya sisil padaku yang duduk
di atas sofa dan sesekali memperhatikan program acara di _tv yang selalu
menyala 24 jam_ ini.
“kemarin sih aku udah kasih no ku via email. Landingnya sih jam set 12,
lagi ngurus keimigrasian mungkin” jawabku. Tiba-tiba pikiranku tertuju pada
email. Ya, aku belum mengecek email sejak kemarin. Bisa saja dia mengirimiku
sebuah pesan baru.
“Pinjam tabletmu cuy. Aku mau ngecek email. Kali aja ada email dari
bule-nya” ucapku pada sisil, dan selanjutnya memberikan tablet-nya padaku.
Low Signal.
Kuketik alamat yahoo mail di tab pencarian. Signal lemah membuatku juga
gagal beberapa kali. Dan pada akhirnya aku menyerah. Untuk selanjutnya
mengirimkan sms pada ami untuk membuka emailku.
Baru beberapa detik, pandanganku tertuju pada sebuah mobil abu-abu yang
tiba-tiba melintas di depan rumah. Memang tak terlihat seperti taksi
kebanyakan,tapi toh apa salahnya untuk
mengecek ke luar. Bergegas kulangkahkan kaki keluar rumah. Dan benar saja,
sebuah mobil sedang berjalan pelan. Kuarahkan pandanganku menuju mobil
tersebut. Tiba-tiba seorang laki-laki keluar dari pintu depan mobil sebelah
kanan. Laki-laki tersebut mengarahkan tangannya ke arahku. Dengan mata minusku,
aku bisa menebak dengan pasti kalau laki-laki tersebut tak lain adalah driver
dari mobil yang berfungsi sebagai taksi bandara. Dan seseorang di dalamnya bisa
kupastikan juga adalah...Marie Claude ! Tamuku kali ini !
“Welcome to Jogjakartaaaa....” ucapku pada akhirnya, menyalami seorang
wanita paruh baya yang keluar dari dalam mobil.
Marie Claude, wanita berkebangsaan Perancis, adalah tamu keduaku di
mana aku akan menjadi host untuknya selama dia berada di Jogjakarta. Sebelumnya, aku telah menerima satu pasangan
Hitchhiker dari Turkey dan Greece. Dari mereka juga aku memiliki keberanian dan
pengalaman untuk menjadi host lagi. Meskipun kali ini, untuk penyambutan,
kulakukan seorang diri. Tanpa partner kerjaku_sisil,yang kemudian harus
berangkat ke imogiri untuk menyelesaikan tugas kuliahnya.
Marie tak seperti yang kubayangkan. Di foto profile picturenya, yang
kutangkap, wanita ini berpostur tubuh sedikit besar. Tapi begitu melihat
aslinya, apa yang menjadi bayanganku selama ini tentu saja berbeda. Layaknya
wanita-wanita perancis pada umumnya, Marie adalah wanita yang memiliki figur
badan yang bagus menurut kami para wanita Indonesia. Kaki yang jenjang, tidak
ada lipatan lemak, dan tentu saja
langsing.
Kupersilahkan Marie untuk masuk ke dalam rumah. Dengan bantuan
Hendra_pacar Nozi, kami memindahkan backpacknya yang memiliki berat 15 kg.
Backpack orange yang menjadi statement item bahwa Marie adalah seorang traveler
yang memiliki free spirit. Terlihat dari cara berpakaiannya yang simple dengan
sepatu boots yang keren.
Sama seperti Umit_Teman Turkey kami, Marie sangat suka bercerita. Dia
menceritakan tentang sedikit pengalamannya di malaysia. Sebuah perjalanan di
sebuah pulau cantik di malaysia, memberika pelajaran berenang dadakan pada dua
anak muda india yang ditemuinya di pulau tersebut, berbagi kamar dengan lima
traveler lainnya, serta betapa dia sangat menyukai makanan malaysia semisal roti
canai dan teh tarik. Menyebutkan dua nama makanan tersebut, membuatku tertuju
pada restauran kecil yang terletak tak jauh dari kostku di pogung. Rempah Asia.
Rumah makan yang khusus menghidangkan masakan malaysia.
Cuaca yang panas di luar, membuatku yakin bahwa kelelahan dan rasa haus
tentu saja dirasakan Marie saat ini.
Kutuangkan air ke dalam sebuah gelas kecil, untuk selanjutnya kuberikan
padanya.
“Apakah air minum ini melalui proses pemanasan atau air filter ?”
tanyanya padaku dengan pelan. Dan kukatakan bahwa ini adalah air filter. Dan
kemudian baru aku tahu dari penjelasannya, bahwa Marie memiliki problem dengan
perutnya yang sedikit sensitif dengan air yang diminumnya. Cerita lainnya
kudapatkan juga bagaimana temannya harus kehilangan 8 kg hanya karena memakan
lasagna yang kondisinya tidak bagus, dan mengharuskannya untuk dirawat di rumah
sakit. Ya, aku sangat maklum dengan kehati-hatiannya. Mengingat saat ini dia
sedang berada dalam sebuah perjalanan. Kesehatan selama travelling adalah hal
utama bagi traveler. Termasuk diriku ketika melakukan perjalanan di korea tahun
lalu. Karena kelelahan dan dehidrasi, malam pertama di sana kulalui dengan
demam. Betapa mahalnya harga sebuah stamina yang baik ketika sedang berada di
negeri orang.
Selain itu, Marie bukanlah penyuka makanan pedas, begitu yang kutahu
ketika kutanyakan apakah dia suka dengan makanan pedas. Berbeda dengan tamuku
sebelumnya. Selera makanan pedas orang-orang turkey hampir sama dengan
kita.Tapi tidak dengan Marie. Sehingga rencana untuk mengajaknya ke oseng-oseng
mercon atau gudeg mercon favoritku pun segera kuurungkan.
“Saya suka sate dan telur bebek” ucap Marie. Ya, sate merupakan makanan
Indonesia yang sangat cocok dengan lidah orang luar, bahkan seorang presiden
Obama sekalipun.
Menutup obrolan pertama kami, Marie menjelaskan itinerarynya selama di
Indonesia. Borobudur, Gunung Bromo, Makassar, Pulau Togian Sulawesi, Lombok,
dan Flores adalah daftar tempat-tempat yang akan dikunjunginya.
Marie juga memberikanku sekotak cokelat yang didapatnya di Food
Exhibition yang dihadirinya di Malaysia, dan sebuah anting-anting yang tertulis
sebuah brand dari Paris. Aku merasa sangat beruntung. Betapa baiknya Marie.
Menerima sebuah barang asli dari The City of Light_Paris tentu tak
pernah terbayang dalam pikiranku sekalipun. Paris adalah destinasi impianku
setelah Korea Selatan dan Jepang. Tiba-tiba aku teringat pada tiga ramalan dari
tiga orang yang berbeda , yang mengatakan bahwa diriku akan menginjakkan kaki
di negara menara eiffel tersebut. Entah mengapa, aku merasa...ramalan dan mimpi
tersebut, selangkah lebih dekat.
Ya, aku sangat yakin bahwa ramalan tersebut benar-benar akan jadi
kenyataan...Bersama seseorang, begitu seingatku. Sendiri ataupun bersama
siapapun, tak jadi masalah untukku. Itu hanya bonus dari Tuhan.
Aku pun mempersilahkan Marie untuk istirahat. Sebelumnya kujelaskan
letak kamar mandi yang bisa dia gunakan. Sama seperti traveler kebanyakan,
Marie sangat easy going. Dia mengatakan padaku untuk tidak segan mengerjakan
pekerjaanku lainnya.
“Please feel free like your own home, Marie” ucapku padanya, yang
dibalas dengan sebuah senyuman ramah dari wanita yang ternyata tepat seumuran
dengan ibuku ini.
...
“Sate For The First Dinner”
Dengan The Legend, kendaraan kebanggaanku satu-satunya yang kumiliki,
kubonceng Marie membelah jalanan kota Yogya di malam hari. Aku memutuskan untuk
membawa Marie ke sebuah warung tenda yang menjual sate favoritku. Warung sate
ini terletak tak jauh dari pom bensin sagan.
Sebelum hari ini, aku sempat tak yakin apakah tamu ku ini akan
baik-baik saja jika aku membawanya jalan-jalan hanya dengan naik motor bututku
ini. Tapi jawaban Marie sangat melegakanku akhirnya. Dia menjelaskan bahwa naik
motor adalah pengalaman yang tak biasa dan pastinya mengasikkan baginya.
Sebelumnya, dia pernah naik motor saat berada di Vietnam. Ya, Marie benar-benar
orang yang easy going.
“Kita akan bertemu dengan sisil di malioboro,Marie” ucapku padanya,
begitu menyantap sate ayam kesukaanku. Sementara Marie memilih sate kambing,
karena dia sangat suka dengan makanan yang memiliki rasa dan aroma yang
‘kuat’,seperti kambing dan buah durian.Marie juga sangat suka durian, yang
pertama kali dimakannya saat berada di kawasan Petaling,Malaysia.
Sate adalah makanan untuk dinner pertamanya di Yogyakarta. Dia juga
mengatakan bahwa ibunya pernah membuatkan makanan yang mirip seperti sate.
Itulah mengapa dia sangat suka dengan campuran daging dan kuah kacang ini. Dan
tentu saja tanpa_sambal.
Hal lucu terjadi saat hendak mengeluarkan motor. Tukang parkir di
warung tersebut menanyakan padaku apakah kami adalah siswa pertukaran pelajar.
Mendengar itu, tentu saja aku merasa lucu. Mungkin karena Marie adalah
bule_tanpa tahu usia sesungguhnya, abang parkir itu mengira Marie adalah
mahasiswa pertukaran pelajar di UGM,kampusku. Ditambah lagi saat itu, Marie
terlihat tampak muda. Dengan sandal gunung, celana selutut, dan ransel merahku
yang disandangnya untuk membantuku yang baginya tampak kesulitan membawa tas
tak kecil ini.Dengan sopan, kujawab_”Bukan mas, Cuma jalan-jalan aja di jogja”
Kuceritakan hal tersebut pada Marie. Dia pun kontan tertawa. Dengan
bercanda kukatakan padanya, “Yes,we are students of the exchange program. And
my mom is your classmate definitely”. Mendengar itu Marie pun kembali tertawa
terbahak-bahak.
“Yes,of course” jawabnya.
Ya, dia tahu bahwa ibuku seumuran dengannya. Hal ini diketahuinya
begitu aku menayakan perihal usianya. Meskipun pertanyaan ini tergolong
personal, tapi bagi Marie, hal tersebut tak jadi masalah. Bukan hal yang dengan
mudah tergolong pertanyaan tak sopan,layaknya pemikiran orang-orang barat
lainnya.
“Umurku dua kali lipat dari usiamu. Dan oh....aku banyak bertemu dengan
orang seusiamu akhir-akhir ini” ucapnya sambil tertawa.
...
“Meeting Suddenly”
“Cuy, di sana”
Aku memanggil sisil yang tengah berdiri di anak tangga dekat sebuah
toko roti terkenal di Mall Malioboro.
Berdua kami pun menemui Marie yang tengah asyik melihat-lihat batik di
salah satu stand di lantai 1.
“Marie, ini sisil, temanku yang kuceritakan padamu sebelumnya” ucapku
memperkenalkan sisil pada Marie. Mereka pun bersalaman. Sisil sangat antusias
untuk segera bertemu dengan Marie. Kubiarkan mereka untuk berbicara berdua
dulu.
Oh ya, ada satu cerita menarik yang terjadi saat aku dan Marie melihat
baju-baju batik yang tengah didiskon. Mungkin karena melihatku bersama seorang
western dalam bahasa inggris, seorang wanita bule tiba-tiba berbicara padaku
setengah berbisik,
“Bisakah kau menawar harga pakaian ini untukku ?” pintanya. Tentu saja
aku sedikit terkejut dengan perkataannya yang tiba-tiba.
“No, it’s fix price” ucapku dengan sopan pada wanita bule yang
sebelumnya telah lebih dahulu berada di stand batik tersebut. Marie pun
kemudian memperlihatkan gantungan kertas yang bertuliskan “diskon 50%”. Harga
pas yang tidak bisa ditawar lagi karena sudah diberi diskon.
“Sil, Marie mau nyari kemeja lengan pendek, sama celana selutut” ucapku
pada sisil.
“Oke. Di mana ya ?”
“Di matahari pho ? biasanya sih banyak kemeja sama celana kayak gini di
sana” Aku menunjuk celana yang tengah dikenakan Marie.
Bersama kami pun tanpa pikir panjang langsung menuju lantai dua. Namun
ternyata tak mudah untuk mendapatkan kemeja seperti yang diinginkan Marie. Hal
ini juga terjadi begitu kami memutuskan untuk mencari pakaian tersebut di luar
Mall Malioboro. Berapa kali kami keluar masuk toko-toko yang kebanyakan menjual
kemeja bercorak batik. Kujelaskan pada Marie bahwa batik adalah corak khas
Indonesia. Marie juga bercerita bahwa dia pernah mendapatkan pelajaran membatik
ketika sedang berada di Afrika.
Entah karena berasal dari negara yang notabene merupakan kiblat fashion
dunia, memilih baju menjadi hal yang harus dilalui dengan penuh pertimbangan
bagi Marie. Tidak hanya panjang lengan dan ukuran kemeja_ warna, model, bahan
pun juga menjadi hal penentu apakah dia akan memutuskan membeli kemeja
tersebut. Aku sangat maklum dengan hal ini. Mungkin hanya orang Indonesia saja
yang kalau belanja tanpa banyak pertimbangan, tinggal langsung ambil. Hal
seperti ini juga aku dan sisil temui ketika menemani teman kami_Umit dan
Virginia ketika hendak membeli kamera digital di kawasan pertokoan jalan solo.
Lebih dari satu jam kami habiskan untuk keluar masuk toko,hanya untuk menemukan
kamera yang pas. Pas secara harga dan kualitas. Di satu sisi, hal seperti ini
sangat baik jika diterapkan, mengingat bahwa kita harus bijak dalam membelanjakan
uang. Tapi di sisi lain, hal seperti itu dinilai terasa ribet dan butuh waktu
yang banyak.
Akhirnya kegiatan pencarian kemeja yang pas terhenti begitu kami
melewati sebuah pertunjukkan musik jalanan. Kelompok musik yang membawakan
lagu-lagu dangdut dengan alat-alat musik tradisional Indonesia, tentu lebih
menarik minat Marie, dan kami pastinya. Kami bertiga memutuskan untuk menonton
pertunjukkan tersebut. Harmonisasi dan hentakan musik yang selaras, membuat
kami terhanyut dalam alunan lagu tersebut. Tanpa diduga, beberapa menit kemudian,
masih dalam keadaan menonton_seorang laki-laki mendekatiku dan bertanya,
“Ini tari ape ?”
Dari logatnya aku tahu bahwa dia tentu bukan orang indonesia apalagi
orang jawa.
“Dangdut “ jawabku setengah berteriak di tengah riuh musik yang terus
menghentak indah.
“Dangdut ? Same tak dengan inul ?”
Aku terkejut. “Tak, tak same. Ini musik dangdut campur dengan musik
tradisional” jawabku lagi.
Selanjutnya aku bisa menarik kesimpulan darimana laki-laki ini berasal.
“Saya dari malaysia. Ini hari terakhir saya di jogja” ucap laki-laki
yang aku lupa namanya. Kemudian baik aku, Marie maupun sisil berkenalan dengan
laki-laki yang ternyata datang menonton dengan tiga teman-teman lainnya. Mereka
adalah mahasiswa malaysia yang ternyata juga anak-anak AFS, sebuah program
pertukaran pelajar ke negeri Paman Sam. Tidak hanya ramah, mahasiswa-mahasiswa
tersebut pun mengajak kami untuk bertandang ke negerinya.
Obrolan malam itu terhenti saat mereka pamit untuk melanjutkkan
perjalanan ke TBY yang pada malam itu sedang diadakan sebuah festival
tradisional. Sebelumnya kami sempat bertukaran akun facebook dan whatsapp.
Ya, sebuah pertemuan tak terduga terjadi. Baik aku maupun sisil merasa sangat
beruntung bahwa kami diberi kesempatan untuk bertemu orang-orang ramah dari
negara lain. Ya secara tidak langsung, misi menjalin persahabatan internasional
kami pun bisa terwujud juga lambat laun.
Gift from Marie |
Marie dengan gerobak ronde @jalansosrowijayan |
0 komentar on "FRANCE "1st Day""
Posting Komentar