Bagi sebagian orang, ansuransi
perjalanan sangat penting, dan masuk ke dalam sebuah syarat yang
dilampirkan pada pengajuan visa. Tapi berkas lampiran ini bukanlah
item wajib, jadi jikapun anda tak menyertakannya ke dalam
dokumen-dokumen persyaratan pengajuan visa , tidak masalah. Ini
berlaku pada visa korea, kalau negara-negara lain, saya sendiri belum
tahu.
Karena keterbatasan budget perjalanan,
jadilah saya yang awalnya dilemma_akan membeli atau tidak_pada
akhirnya memutuskan untuk tidak mengambil saja. Dengan asumsi bahwa,
moga-moga selama sebulan di sana kami tidak jatuh sakit sama sekali.
Dan anggapan non logis ala kami adalah, dengan membeli ansurasi
perjalanan sama halnya dengan mengharapkan kemungkinan terburuk yang
bakal terjadi selama perjalanan nanti. Dan ini, jelas-jelas pemikiran
yang keliru sodara-sodara...
Berapa sih harga sebuah paket ansurasi
perjalanan ? saya pribadi kurang begitu tau nominal pastinya. Karena
toh tak mengambil , jadinya informasi yang saya dapat berkisar
300rb-an rupiah. Dan angka ini tentu berbeda tiap tahunnya.
Pra keberangkatan, sebenarnya dari
pihak universitas inha sudah menawarkan paket tambahan ansurasi
perjalanan, tapi lagi-lagi karena mesti mutar otak dengan dana minim
yang ada, alhasil tawaran tersebut gag jadi diambil. Dan
imbasnya.....benar saja kami membutuhkan ansuransi itu pada akhirnya
!
Cuaca summer yang jelas berbeda dengan
iklim tropis tanah air, serta tingginya mobiltas selama di sana, yang
kalau di indonesia_kemana-mana jarang banget jalan kaki_ alhasil
selama minggu pertama kondisi ini membuat kami jatuh sakit. Untung
alya banyak bawa obat-obatan indonesia, jadinya saya yang udah jatuh
sakit di hari pertama menginjakkan kaki di korea, terbantu dengan
keberadaan obat-obatan itu. Jujur saja, kondisi tubuh saya sebenarnya
sedikit menyesuaikan dengan kondisi setempat. Maksudnya begini, saya
baru benar-benar bisa sembuh setelah meminum obat-obatan yang saya
beli di korea. Bukan obat-obatan yang dibawa di indonesia. Mungkin
faktor iklim tersebut memberi pengaruh pada reaksi antibodi terhadap
virus flu di tubuh saya. Sementara alya, mesikpun sedikit telat
dibanding saya, alya justru dapat sakit yang lumayan “parah”. Dan
ini membuatnya sempat melewatkan satu kelas kuliah. (kami berdua
berada di dua jurusan yang berbeda). Istilah sistem titip absen tentu
gag bisa diterapkan di sini.
Dan jadilah di awal minggu kedua_karena
liat kondisi alya yang gag sembuh-sembuh, suara yang nyaris “gag
terdengar”, kemana-mana mesti pake masker...jadilah pada akhirnya
diputuskan bahwa alya harus berobat ke dokter !.
Permasalahannya adalah, kami belum
dapat bayangan sama sekali bagaimana sistem berobat di klinik ataupun
rumah sakit. Karena lagi-lagi masih mikir budget yang tersedia-secara
kami tetap menyebut dan tergolong budget traveller, jadilah
diputuskan bahwa kami akan berobat ke klinik saja, bukan rumah sakit.
Kendala kedua adalah bagaimana
menemukan klinik kesehatan yang bisa melayani kami yang tergolong
minim bisa bahasa korea untuk dunia medis. Kebayang gimana susahnya
menjelaskan indikasi-indikasi kesehatan yang dialami alya pada dokter
setempat, jika tenaga medis di klinik tersebut tidak memiliki
kemampuan berbahasa inggris yang memadai.
“ni gw dapat info kalau di
supermarket dekat asrama ada klinik kesehatan dilantai satunya”
ucap alya. Info tersebut didapat dari kenalan alya yang kami temui
ketika berjalan-jalan di daerah backgate inha.
“bukan klinik oplas kan ?’ tanya gw
dalam hati_ngaco,
Akhirnya diputuskanlah, pagi-pagi
banget saya dan alya langsung berangkat menuju klinik yang dimaksud.
Dan benar saja, meskipun supermarket yang besarnya seperti carefour
kalau di indonesia_belum sepenuhnya beroperasi, tapi klinik kesehatan
yang terdapat di pojok kiri dari pintu masuk itu udah rame dengan
pengunjung.
(dalam bahasa indonesia)
‘Permisi..saya mau berobat. Kira-kira
bagaimana ya prosedur dan biayanya ? kami adalah mahasiswa asing yang
sedang study di inha university ?” tanya alya. Dari suaranya,
petugas medis yang semuanya adalah perempuan dapat bisa langsung
mengerti keluhan kesehatan yang sedang dialami oleh alya.
Informasi : supermarket ini terletak
satu komplek dengan inha university. Ditempuh hanya dengan berjalan
kaki dari asrama mahasiswa.
“mm..mengenai biayanya, bisakah kami
tahu untuk penyakit batuk dan flu, kami akan menghabiskan biaya
berapa ?” tanya gw gantian.
Karena keterbatasan bahasa inggris,
petugas medis itu tampak kesulitan menerjemahkan apa yang kami
sampaikan. Dan thanks god, ternyata gag jauh dari kami ada seorang
ibu-ibu muda yang tiba-tiba menghampiri kami. Dan menjelaskan apa
yang kami katakan pada petugas medis tersebut. Untuk ukuran orang
korea, inggrisnya mbak-mbak itu lumayanlah...
“apakah kalian memiliki asuransi
kesehatan ?” tanya ibu muda itu kepada kami, setelah sebelumnya
perawat tersebut berkata sesuatu pada ibu muda itu.
Kami kompak menggeleng.
“mohon maaf, karena kalian bukan
orang lokal sini, jadi tanpa ansuransi kesehatan, kalian akan dikenai
biaya yang lumayan mahal” ucap ibu-ibu yang sedang menggendong
balitanya.
Saya dan alya saling lihat-lihatan.
Bayangan nominal won yang akan kami keluarkan memang sudah sedikit
kami antsipasi dengan saling membawa uang lebih di dompet
masing-masing.
“kira-kira untuk sakit seperti ini,
berapa biaya yang akan kami keluarkan tanpa asuransi kesehatan ?”
tanyaku lagi.
Ibu muda itu kembali bertanya pada
petugas medis.
“apa keluhan kalian ?”
“batuk, flu, dan sedikit demam”
jawab alya.
Ibu muda itu kembali bertanya pada
perawat itu.
“kurang lebih hampir 20000 won. Tapi
tidak pernah lebih dari itu”
Saya dan alya bernafas lega. Perkiraan
biaya dari informasi-informasi yang kami kumpulkan ternyata tidak
melesat jauh. Sehari sebelumnya saya bertanya pada kenalan saya orang
indonesia yang sudah lama bekerja di korea, mengatakan bahwa untuk
sekali berobat biayanya tergantung jenis penyakitnya. Dan tentu,
untuk turis, adanya asuransi kesehatan sangat membantu keringanan
biaya berobat. Dan dari dia, saya dapat info kalau biayanya sekali
berobat untuk keluhan sakitnya alya sekitar 18000 won. Dua ribu won
lebih rendah.
“oke,baiklah” ucap alya sumringah.
“silahkan diisi formulir ini terlebih
dahulu. Yang akan berobat dua dari kalian ?” tanya ibu muda itu.
Saya menggeleng, meskipun suara masih
serak..tapi pertimbangan bahwa saya masih bisa menghandle sakit ini,
dan kondisi alya lebih membutuhkan...saya pun mengatakan bahwa saya
hanya mengantar saja.
Dan selanjutnya alya pun melengkapi
prosedur yang diminta. Kami menunggu di ruang tunggu klinik. Meskipun
tergolong kecil, tapi kebersihan dan pelayanannya jangan ditanya.
Saya rasa, meskipun sakit, rasanya seperti sudah mau sembuh saja.
Saking hommynya.
Pagi itu, kebanyakan pasien merupakan
anak-anak balita. Sekitar tiga orang balita. Yang kesemuanya diantar
oleh kedua orang tuanya. Lengkap. Tidak salah satunya, ibunya saja,
atau ayahnya saja. Bahkan balita yang digendong oleh ibu muda yang
membantu kami tadi, diantar oleh kedua kakek dan neneknya.
Pemandangan yang sangat langka yang saya temukan di indonesia. Bahkan
saya sempat bermain-main dengan balita tersebut. Kesamaannya adalah
balita-balita di sana suka diajarkan bahasa-bahasa awal layaknya
balita di indonesia. Semisal contoh, “panggil kakek,panggil kakek”
dan dia akan menunjuk kakeknya sambil ngomong “harabojiiiiiiii....”
dengan lucunya. Kalau menjulurkan lidah, di korea disebut
“merong,merong, merong”. Dan dengan lucunya dia memanggil saya
dan alya berdua dengan panggilan “onnieee...”.wah,saya berasa
sudah berbaur dengan orang-orang lokal pada saat itu. Bayangan bahwa
suatu hari nanti saya ingin menetap lebih lama di sana terlintas di
pikiran saya. Orang-orang korea lagi-lagi menunjukkan keramahannya.
Benar-benar sebuah sambutan hangat, yang bahkan jarang saya temukan
di kota saya. Mereka memang individualis ketika ditempat umum, tapi
bukan berarti mereka tak segan mengulurkan bantuannya ketika orang
lain butuh bantuan.
Kunjungan pagi itu ditutup dengan
segelas cokelat panas yang kami terima dari kakek balita dari ibu
muda yang menolong kami itu. Cokelat yang disediakan for free di
klinik kesehatan, dan diulurkan pada kami.
Saya jadi ingin kembali lagi ke klinik
itu....:)
0 komentar on "Berobat di Korea"
Posting Komentar