Kayaknya judul postingan kali ini
menjadi pertanyaan yang paling banyak ditanyakan pada wanita usia 25-an.
Sebenarnya kapan pertanyaan itu dilayangkan_berbeda bagi tiap-tiap kondisi.
Kalau di kota-kota besar, mungkin pertanyaan tersebut memang kerap ditanyakan
di usia seperempat abad tersebut. Tetapi di daerah-daerah, terkadang begitu
seseorang selesai menamatkan pendidikannya (biasanya selepas SMA) dengan
kondisi sudah bekerja, pasti akan dilayangkan oleh pertanyaan yang bagi
sebagian wanita_sama annoyingnya dengan pernyataan “kok kamu gendutan yaa”, “kok
kamu iteman yaa”.
Entah mungkin budaya kita (di
Indonesia) yang cenderung ‘kepo’ terhadap personal life seseorang. Meskipun
dapat dipastikan almost 90% orang yang bertanya Cuma sekadar “pengen tau aja”,
atau malah “pengen nanya aja”. Tapi kadang tanpa kita sadari, tak semua
pertanyaan tersebut dijawab dengan dasar “yaa pengen jawab aja” juga. Bagi
sebagian orang, pertanyaan seperti “Kapan Married?”, “Kapan punya mantu?”, “Kapan
ngundang?” bagi mereka adalah pertanyaan yang sensitive, kalau bisa jangan
pernah sekalipun diutarakan ,terlebih di momen-momen tertentu. Semisal acara
nikahan, syawalan, reuni. Karena terkadang ada beberapa perempuan yang
menghindari datang acara-acara silaturahmi hanya karena ingin menghindari
terpaan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bagi yang plegmatis, mungkin pertanyaan
tersebut gag gitu susah buat dijawab, cukup bilang “belum ada calon” dkk, bagi
yang sanguinis justru dijawab dengan jenaka “Makanya cariin aku calonnya dong”,
si korelis justru dengan lantangnya menantang balik si penanya dengan “nah situ
sendiri kapan ??” (kalau memang kebetulan yang nanya juga belum menikah),atau
kalau lebih berani lagi nanya “Emang Situ kapan punya baby ??” (kalau pas si
penanya sudah menikah tapi belum punya anak). Well, bagaimana dengan si sensitive
melankolis ?
Saya pribadi yang memang
berkepribadian melankolis plegmatis, pertanyaan “Kapan Nikah?” adalah
pertanyaan “jackpot”. Artinya, apes-apesan seseorang aja bakal saya jutekin
atau gag. Kalau memang sikonnya pas, mood saya lagi bagus, atau si penanya
adalah orang yang memang tulus nanya (beneran berempati, bukan sekedar nanya),
pasti cukup saya jawab “ditunggu yaa”, atau “do’ain ya”. Tapi kalau sebaliknya,
hmm…siap-siap saya blackist. Karena bagi saya, pertanyaan “Kapan Nikah?” itu
pertanyaan yang kadang super duper annoying. Karena kenapa ?
Pertama, menikah itu bukan
perkara cepet-cepetan. Everything need time.. Semuanya punya waktunya
sendiri-sendiri. Daripada kepo nanya, mending focus nyari solusi buat yang
ditanya. Thanks God nya saya gag jomblo. Kalau pertanyaan tersebut ditanyakan
ke perempuan yang masih single kan kayaknya gag fair aja. Toh kalau dia mau,
besok nikah ke KUA juga bisa. Jadi daripada kita nanya kayak gitu, mending take
the real action aja, “eh aku punya kenalan nih, insyaAllah orangnya baik dan
bertanggung jawab, mau tak kenalin gag ?”. Tuh, kan lebih focus ke solusi,
bukan Cuma “focus” ke masalah.
Kalau di Korea, orang-orang
terdekat akan berlomba-lomba melakukan “blind date” alias mengadakan pertemuan
yang bertujuan untuk mengenalkan entah anak/saudara/sahabat/rekan
kerja/adik-kakak ke orang-orang yang mereka rasa pantas dan layak untuk
dijadiin pasangan hidup bagi orang terdekatnya itu (ketika sama-sama sreg).
Bedanya hampir kebanyakan, pihak yang akan dikenalkan/atau mau dikenalkan,
sudah diminta izin terlebih dahulu. Dan punya hak untuk menolak jika dirasa
masih kurang pas. Berbeda dengan di Indonesia, ajang jodoh-jodohan cenderung
bersifat mengikat. Artinya, ketika sudah ditahap dikenalkan (apalagi jika yang
mengenalkan adalah orang tua/orang yang lebih tua), maka kemungkinan besar
adalah “lanjut atau terus” :P. Kalau menolak, pihak yang telah mengenalkan
cenderung akan merasa tidak enak hati. Padahal kan kembali ke niat ya, mesti
legowo kalau ada penolakan.
Yaa..begitulah hidup. Punya fase
sendiri-sendiri yang harus dilewati dengan tahan hati. Setelah pertanyaan “kapan
nikah?”, pertanyaan-pertanyaan lanjutan akan menyusul , semisal “kapan punya
anak?”, “Anaknya sekolah di mana ?”, “Kapan punya mantu?” dll. Dan kita sebagai
pasangan, harus saling menguatkan. Bahwa just take it slow setiap pertanyaan
itu datang. Toh kita yang menjalani, orang lain hanya berhak “nanya”.
Tapi kalau saya pribadi,
pilihanku adalah gag terlalu mau untuk nanyain pertanyaan-pertanyaan yang
sifatnya personal seperti itu ke orang-orang yang ditemui. Menghargai dan
Toleransi aja. Toh saya cukup smart buat mikir atau nebak tuh orang udah nikah
atau udah punya anak apa belum, gag perlu susah-susah nanya. Kalaupun nanti
mereka mau nikah, pasti dikabarin. Kalaupun mereka udah hamil, pasti perutnya
buncit. Sesimpel itu aja. J
0 komentar on "“Kapan Married ?”"
Posting Komentar