Selasa, 18 Desember 2012

Rumah Anggrek







“gag habis pikir. Pas jaman pacaran dulu, nonton bayar masing-masing..gitu juga kalau lagi makan bareng. Dan sekarang..pas mau beli rumah, kok aku pusing ya” orchid memainkan pulpen di tangan kanannya. Mengetuk-ngetukan benda ituke meja kerja di ruang rapat yang kini mulai kosong. Hanya ada dirinya dan faza_sekretarisnya.


“jangan-jangan suamimu gag pernah tau lagi berapa gajimu ?” tanya faza menyelidik. Perempuan, sahabat, sekaligus bosnya ini memang gampang sekali ditebak kalau lagi ada masalah. Wajah kusut, kerja grasak-grusuk, dan bawaannya mau ngomel-ngomel melulu ke karyawan, menjadi alasan utama mengapa diajaknya berbicara empat mata ,kelar dari rapat redaksi mingguan.


“kalau nominalnya sih, masih tau za. Tapi gag untuk alokasinya. Gitu juga sebaliknya” jawab orchid pelan, membuat faza mengernyitkan dahinya. Bingung.


“ya mau gimana lagi, udah jadi kebiasaan” lanjut orchid. Kebiasaan yang secara eksplisit telah menjadi sebuah kesepakatan yang terbentuk selama 6 tahun sama-sama. 4 tahun pacaran, dan dua tahun masa pernikahan.


“ya ngomong lah...secara ya, perencanaan mau beli rumah tuh gag sama dengan perencanaan buat beli mobil. Mesti dirundingin. Kan rumah buat ditempatin sama-sama. Beda sama kendaraan, yang bisa dipake sendiri-sendiri” faza mengambil sebuah majalah yang terletak di ujung meja kerja. “nih ada financial planner..atau psikolog. Kayaknya kalian atau minimal kamu sendiri..mesti kirim surat konsultasi ke sini deh.” Ucap faza, membuka sebuah halaman berisi rubrik yang bertajuk “Dari Hati Ke Hati”


“za..aku gag lagi sakit ..”


“haha..eh non, konsultasi ke psikolog tuh gag berarti lagi ngidap gangguan kejiwaan. Pikiran yang keliru kayak gini nih” ucap faza terbahak. Tak habis pikir, seorang pemimpin redaksi dari sebuah majalah travelling ternama masih memiliki misunderstanding fungsional sebuah profesi.


“coba deh kamu kirim surat ke sini. Lagian selain ke aku, kamu gag pernah bahas masalah dapurmu ke siapapun kan, termasuk suamimu ?” tanya faza menyelidik.


“ya Cuma untuk urusan keuangan aja ,aku milih gag bahas ke suami”


“gag bisa gitu juga sih,che..statusku yang masih lajang, gag jadi pertimbangan juga bahwa aku ngerti solusi yang tepat untuk urusan rumah tangga. Sekalipun kamu, orang yang udah kukenal sejak masih ingusan”
Orchid menatap kalender yang terdapat di sudut meja kerjanya. Tanggal 25 adalah waktu yang disepakati baik dirinya ataupun harris, untuk mengunjungi kantor developer perumahan.Masih ada kurang lebih tiga mingguan tersisa.


“menurutku, mau gag mau, kamu mesti bahas tentang ini ke harris deh. Hal yang kayak gini nih, bukan Cuma sekali aja bakal terjadi. Nanti kalau udah punya anak, kalian mesti rundingin biaya sekolah, sekolah di mana, ya tetek bengek urusan kebutuhan rumah tangga lah” ucap faza semangat. Mengamati jam dinding yang sudah bergeser ke angka 12. “aku mau cabut bentar lagi, che..ada yang perlu diomongin lagi ?”


“mau ke mana ? buru-buru amat..” ucapnya.


“louis ngajak lunch bareng” jawabnya setengah berbisik. Dan kemudian tersenyum sumringah. “udah deh, saranku kamu jalanin aja. Pilihannya Cuma dua, kamu bahas masalah ini ke harris, atau...buat lebih yakin, kamu kirim surat ke sini” ucapnya sembari mengetuk laman sampul majalah wanita tersebut. “hilangi gengsi” lanjutnya lagi, dan berlalu berjalan meninggalkan ruang rapat. “good luck ya...”


Orchid melambaikan tangannya pad faza yang berjalan tergesa-gesa dari balik pintu transparan ruang rapat. Tinggal dirinya sendiri di ruang yang kini sunyi senyap. Saking senyapnya, suara mesin pendingin ruangan pun mampu didengarnya.


Digigitnya ujung kukunya. Beli rumah baru. Psikolog. Harris..Tiba-tiba entah mengapa tangannya tergerak untuk membuka tablet.


...

..Saya (28) sudah dua tahun ini menikah. Sejak pacaran dulu,saya dan suami (31) sudah menerapkan prinsip berbagi satu sama lain, termasuk dalam hal pengeluaran. Misalnya, dia yang membayar nonton dan saya yang membayar makan. Sampai saat ini pu kami menerapkan keuangan masing-masing. Saya bahkan tidak pernah menanyakan gaji suami. Begitu pula suami, tidak tahu gaji saya dikemanakan. Akhir-akhir ini saya merasa kami perlu untuk membahas keuangan bersama karena kami hendak membeli rumah. Bagaimana sebaiknya saya membuka masalah ini kepada suami ?..

ORCHID-JAKARTA
...


Dua minggu kemudian..

“tuh kan, aku bilang juga apa..hm..ternyata bakat juga jadi psikolog. Jadi nyesel kenapa dulu gag milih jurusan psikologi aja pas kuliah” ucap faza tergelak,ke arah ponsel flipnya. Sudah hampir 15 menit ini orchid menelponnya. Memberitahukan bahwa dia baru saja mendapat jawaban dari surat yang dilayangkannya ke rubrik konsultasi sebuah majalah wanita.


“psikolognya bilang gini , banyak pasangan merasa enggan membicarakan masalah uang karena merasa tabu, bahkan gengsi. Sesuai banget sama omonganmu dua minggu yang lalu za” orchid tertawa dari seberang sana. “ bener banget..kalian berdua gengsi soalnya. Trus psikolognya kasih saran gimana ?”


“disuruh terbuka sama suami dan disaranin bikin anggaran kebutuhan rumah tangga kayak nyicil rumah, bayar tagihan listrik, air, asuransi,dan semuanya. Kalaupun mau patungan 50:50, atau berapapun..juga mesti dirundingin sama pasangan. Paling ngenanya pas psikolognya bilag gini..karena, sebuah perkawinan adalah bentuk kebersamaan dalam menghadapi, mengantisipasi, dan menyiasati tantangan kehidupan.haha...kena banget”


“tuh..mesti koordinasi. Kalian sih, pas masih pacaran, lengket banget.giliran pas udah nikah, hidup seatap..malah seringnya jalan sendiri-sendiri” ucap faza.,Menatap louis yang tampak tersenyum kecil , tanpa sengaja mendengar statement barusan dari faza.


“mau gimana lagi, za...sibuk sama kerjaan masing-masing. Mungkin kalau udah punya anak kali ya, bakal bisa lengket lagi. Eh udahan ya, bentar lagi seminarnya mau dimulai. Aku telpon ntar malem”


“oke, dear..jangan lupa bawa oleh-oleh dari palembang ya. Kain songket” ucap faza tergelak. Dan kemudian menutup ponselnya setelah orchid menjawab dengan kaliman singkat_”beres”.


“bosmu lagi ?” tanya louis, dengan logat yang setengah indo setengah british.


“yess..by the way, where will we go for this weekend ? aku sih ada rencana mau backpackeran ke raja ampat. Udah kangen banget mau diving” ucap faza, bertanya pada louis yang tak lain adalah partner in crimenya untuk urusan travelling. Louis yang bekerja sebagai fulltime travel writer memang partner yang tepat untuk diajak jalan-jalan. Terlebih baginya, indonesia adalah surganya bagi traveller dunia.


Tiba-tiba mata faza tertuju pada sesosok yang baru saja memasuki kafe dimana dirinya dan louis saat ini berada.


“wait..kayaknya aku familiar dengan orang itu deh” ucapnya , menunjuk ke arah laki-laki yang kini mengambil tempat duduk lurus dengan matanya. Louis menoleh ke arah pandangan yang diarahkan faza. “who ?” tanyanya singkat.


Faza bertanya pada dirinya sendiri, memastikan dan membongkar semua ingatannya. Dia memang jarang bertemu dengan laki-laki itu, tapi entah mengapa wajah itu kerap ditemukannya di sebuah figura yang dipajang di..


“is he your ex-boyfriend ? i think, he is taken now. He’s so close to the woman next to him” ucap louis. Sembari bergumam kecil.


“no...no way...he is...”


Setengah terkjut hebat, faza spontan menutup mulutnya yang terbuka lebar. Ia nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Sosok yang selalu ditemukannya di dinding sebuah ruangan di kantornya. Dan laki-laki itu tak lain adalah..

“he is harris ! my boss’s husband !”

0 komentar on "Rumah Anggrek"

 

aku punya blog !!! Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez