“gag habis pikir. Pas jaman pacaran dulu, nonton bayar masing-masing..gitu juga kalau lagi makan bareng. Dan sekarang..pas mau beli rumah, kok aku pusing ya” orchid memainkan pulpen di tangan kanannya. Mengetuk-ngetukan benda ituke meja kerja di ruang rapat yang kini mulai kosong. Hanya ada dirinya dan faza_sekretarisnya.
“jangan-jangan suamimu gag pernah tau
lagi berapa gajimu ?” tanya faza menyelidik. Perempuan, sahabat,
sekaligus bosnya ini memang gampang sekali ditebak kalau lagi ada
masalah. Wajah kusut, kerja grasak-grusuk, dan bawaannya mau
ngomel-ngomel melulu ke karyawan, menjadi alasan utama mengapa
diajaknya berbicara empat mata ,kelar dari rapat redaksi mingguan.
“kalau nominalnya sih, masih tau za.
Tapi gag untuk alokasinya. Gitu juga sebaliknya” jawab orchid
pelan, membuat faza mengernyitkan dahinya. Bingung.
“ya mau gimana lagi, udah jadi
kebiasaan” lanjut orchid. Kebiasaan yang secara eksplisit telah
menjadi sebuah kesepakatan yang terbentuk selama 6 tahun sama-sama. 4
tahun pacaran, dan dua tahun masa pernikahan.
“ya ngomong lah...secara ya,
perencanaan mau beli rumah tuh gag sama dengan perencanaan buat beli
mobil. Mesti dirundingin. Kan rumah buat ditempatin sama-sama. Beda
sama kendaraan, yang bisa dipake sendiri-sendiri” faza mengambil
sebuah majalah yang terletak di ujung meja kerja. “nih ada
financial planner..atau psikolog. Kayaknya kalian atau minimal kamu
sendiri..mesti kirim surat konsultasi ke sini deh.” Ucap faza,
membuka sebuah halaman berisi rubrik yang bertajuk “Dari Hati Ke
Hati”
“za..aku gag lagi sakit ..”
“haha..eh non, konsultasi ke psikolog
tuh gag berarti lagi ngidap gangguan kejiwaan. Pikiran yang keliru
kayak gini nih” ucap faza terbahak. Tak habis pikir, seorang
pemimpin redaksi dari sebuah majalah travelling ternama masih
memiliki misunderstanding fungsional sebuah profesi.
“coba deh kamu kirim surat ke sini.
Lagian selain ke aku, kamu gag pernah bahas masalah dapurmu ke
siapapun kan, termasuk suamimu ?” tanya faza menyelidik.
“ya Cuma untuk urusan keuangan aja
,aku milih gag bahas ke suami”
“gag bisa gitu juga sih,che..statusku
yang masih lajang, gag jadi pertimbangan juga bahwa aku ngerti solusi
yang tepat untuk urusan rumah tangga. Sekalipun kamu, orang yang udah
kukenal sejak masih ingusan”
Orchid menatap kalender yang terdapat
di sudut meja kerjanya. Tanggal 25 adalah waktu yang disepakati baik
dirinya ataupun harris, untuk mengunjungi kantor developer
perumahan.Masih ada kurang lebih tiga mingguan tersisa.
“menurutku, mau gag mau, kamu mesti
bahas tentang ini ke harris deh. Hal yang kayak gini nih, bukan Cuma
sekali aja bakal terjadi. Nanti kalau udah punya anak, kalian mesti
rundingin biaya sekolah, sekolah di mana, ya tetek bengek urusan
kebutuhan rumah tangga lah” ucap faza semangat. Mengamati jam
dinding yang sudah bergeser ke angka 12. “aku mau cabut bentar
lagi, che..ada yang perlu diomongin lagi ?”
“mau ke mana ? buru-buru amat..”
ucapnya.
“louis ngajak lunch bareng”
jawabnya setengah berbisik. Dan kemudian tersenyum sumringah. “udah
deh, saranku kamu jalanin aja. Pilihannya Cuma dua, kamu bahas
masalah ini ke harris, atau...buat lebih yakin, kamu kirim surat ke
sini” ucapnya sembari mengetuk laman sampul majalah wanita
tersebut. “hilangi gengsi” lanjutnya lagi, dan berlalu berjalan
meninggalkan ruang rapat. “good luck ya...”
Orchid melambaikan tangannya pad faza
yang berjalan tergesa-gesa dari balik pintu transparan ruang rapat.
Tinggal dirinya sendiri di ruang yang kini sunyi senyap. Saking
senyapnya, suara mesin pendingin ruangan pun mampu didengarnya.
Digigitnya ujung kukunya. Beli rumah
baru. Psikolog. Harris..Tiba-tiba entah mengapa tangannya tergerak
untuk membuka tablet.
...
..Saya (28) sudah dua tahun ini
menikah. Sejak pacaran dulu,saya dan suami (31) sudah menerapkan
prinsip berbagi satu sama lain, termasuk dalam hal pengeluaran.
Misalnya, dia yang membayar nonton dan saya yang membayar makan.
Sampai saat ini pu kami menerapkan keuangan masing-masing. Saya
bahkan tidak pernah menanyakan gaji suami. Begitu pula suami, tidak
tahu gaji saya dikemanakan. Akhir-akhir ini saya merasa kami perlu
untuk membahas keuangan bersama karena kami hendak membeli rumah.
Bagaimana sebaiknya saya membuka masalah ini kepada suami ?..
ORCHID-JAKARTA
...
Dua minggu kemudian..
“tuh kan, aku bilang juga
apa..hm..ternyata bakat juga jadi psikolog. Jadi nyesel kenapa dulu
gag milih jurusan psikologi aja pas kuliah” ucap faza tergelak,ke
arah ponsel flipnya. Sudah hampir 15 menit ini orchid menelponnya.
Memberitahukan bahwa dia baru saja mendapat jawaban dari surat yang
dilayangkannya ke rubrik konsultasi sebuah majalah wanita.
“psikolognya bilang gini , banyak
pasangan merasa enggan membicarakan masalah uang karena merasa tabu,
bahkan gengsi. Sesuai banget sama omonganmu dua minggu yang lalu za”
orchid tertawa dari seberang sana. “ bener banget..kalian berdua
gengsi soalnya. Trus psikolognya kasih saran gimana ?”
“disuruh terbuka sama suami dan
disaranin bikin anggaran kebutuhan rumah tangga kayak nyicil rumah,
bayar tagihan listrik, air, asuransi,dan semuanya. Kalaupun mau
patungan 50:50, atau berapapun..juga mesti dirundingin sama pasangan.
Paling ngenanya pas psikolognya bilag gini..karena, sebuah perkawinan
adalah bentuk kebersamaan dalam menghadapi, mengantisipasi, dan
menyiasati tantangan kehidupan.haha...kena banget”
“tuh..mesti koordinasi. Kalian sih,
pas masih pacaran, lengket banget.giliran pas udah nikah, hidup
seatap..malah seringnya jalan sendiri-sendiri” ucap faza.,Menatap
louis yang tampak tersenyum kecil , tanpa sengaja mendengar statement
barusan dari faza.
“mau gimana lagi, za...sibuk sama
kerjaan masing-masing. Mungkin kalau udah punya anak kali ya, bakal
bisa lengket lagi. Eh udahan ya, bentar lagi seminarnya mau dimulai.
Aku telpon ntar malem”
“oke, dear..jangan lupa bawa
oleh-oleh dari palembang ya. Kain songket” ucap faza tergelak. Dan
kemudian menutup ponselnya setelah orchid menjawab dengan kaliman
singkat_”beres”.
“bosmu lagi ?” tanya louis, dengan
logat yang setengah indo setengah british.
“yess..by the way, where will we go
for this weekend ? aku sih ada rencana mau backpackeran ke raja
ampat. Udah kangen banget mau diving” ucap faza, bertanya pada
louis yang tak lain adalah partner in crimenya untuk urusan
travelling. Louis yang bekerja sebagai fulltime travel writer memang
partner yang tepat untuk diajak jalan-jalan. Terlebih baginya,
indonesia adalah surganya bagi traveller dunia.
Tiba-tiba mata faza tertuju pada
sesosok yang baru saja memasuki kafe dimana dirinya dan louis saat
ini berada.
“wait..kayaknya aku familiar dengan
orang itu deh” ucapnya , menunjuk ke arah laki-laki yang kini
mengambil tempat duduk lurus dengan matanya. Louis menoleh ke arah
pandangan yang diarahkan faza. “who ?” tanyanya singkat.
Faza bertanya pada dirinya sendiri,
memastikan dan membongkar semua ingatannya. Dia memang jarang bertemu
dengan laki-laki itu, tapi entah mengapa wajah itu kerap ditemukannya
di sebuah figura yang dipajang di..
“is he your ex-boyfriend ? i think,
he is taken now. He’s so close to the woman next to him” ucap
louis. Sembari bergumam kecil.
“no...no way...he is...”
Setengah terkjut hebat, faza spontan
menutup mulutnya yang terbuka lebar. Ia nyaris tak percaya dengan apa
yang dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Sosok yang selalu
ditemukannya di dinding sebuah ruangan di kantornya. Dan laki-laki
itu tak lain adalah..
“he is harris ! my boss’s husband
!”
0 komentar on "Rumah Anggrek"
Posting Komentar