Langit diluar hitam pekat.Gelap. Hanya
ada sinar bulan setengah purnama yang mencuri-curi lihat dari balik
dedaunan pohon _entah apa namanya. Sementara angin di penghujung
musim panas berhembus pelan, menerbangkan beberapa dedaunan yang
belum tersapu.
“kita gag mungkin kayak gini terus,
chanyeol”
Azka menoleh ke arah chanyeol, melihat
dari bingkai kaca mata minusnya. Malam ini adalah malam kesekian
untuk mereka berdua di taman belakang inha. Di bibir kolam, menghadap
pepohonan yang mulai berguguran, memasuki autumn.
“kamu gag harus bilang ia. Bagiku,
kita seperti ini, itu sudah lebih dari cukup. Aku belum berani untuk
melangkah lebih jauh lagi” ucapnya, memainkan anak rambutnya yang
sudah tak keruan lagi bentuknya. Kelas arsitektur prof.koo sudah
cukup membuatnya berpikir keras. Beruntung besok adalah hari minggu,
setidaknya, malam ini tak ada tugas yang akan mengganggu malam serta
tidurnya.” Kau sendiri, apa yang ingin kau capai ?”
Azka menoleh ke arah laki-laki yang
telah dikenalnya sejak 4 tahun masa studynya di negeri ginseng ini.
Teman sekelas, cukup dekat, tapi Cuma sebatas dekat. “aku
menginginkan sebuah komitmen”
Chanyeol menoleh. “aku ... aku tak
bisa, ka” ucapnya pelan. Jawaban yang sama yang selalu diucapkannya
sejak pertama kali pertanyaan yang sama pula diucapkan.
Azka menghela nafas panjang, meneguk
sisa-sia terakhir capuccino moccanya. “apa salahnya kita coba,
toh...kalaupun ommamu tidak setuju, setidaknya kita sudah pernah
mencoba”
“mianhae...nan motaeyo...” jawabnya
lirih.”kalau kita berpacaran, untuk sebuah ending bahwa pada
akhirnya kita tidak akan menikah..itu jauh lebih buruk dari hubungan
ini”
Azka menoleh ke arah chanyeol, matanya
terasa memanas. Bibirnya kaku. Entah karena cuaca malam yang mulai
dingin, atau statement chanyeol yang baru saja didengarnya. Tadi.
“Di keluargaku, menikah dengan orang
selain korea,...selalu berujung pada pengucilan. Dan aku, aku cucu
pertama di keluargaku”
“lantas,..apa bedanya dengan hubungan
kita selama ini. Semua orang tau, teman-teman kita mengerti bahwa
hubungan kita bukanlah sekedar teman. Bedanya..tidak ada pengesahan,
dan kau tak berani untuk mengenalkanku pada keluargamu. Hanya
karena....i am not korean..”
Azka tak kuasa lagi menahan tangisnya.
Semuanya keluar. “jujur...aku capek chanyeol..aku capek dengan
kondisi ini “ ucapnya, menyeka kedua sudut matanya.
Chanyeol memeluk erat azka,
membenamkannya ke dalam dadanya. Entah mengapa hal ini kerap
terjadi...setidaknya selama tiga bulan ini.
“bulan depan aku bakal wisuda. Kalau
tak ada kejelasan, tak ada alasan lagi untukku menetap lebih lama di
sini” ucapnya, terisak. Hening. Tak ada jawaban. Yang terdengar
hanya suara desiran angin yang berhembus mulai kencang.
“uri...kkeutmanhaja...”
...
Satu minggu kemudian..
“azka, yogi mwohaeyo ?” sebuah
suara membuyarkan lamunan azka yang tengah duduk di sebuah kafe di
hongdae. Azka menoleh ke arah suara itu berasal. “Hi ..”
Pemilik suara yang bernama sehun itu
berjalan menuju pojok kafe dimana azka berada “can i take seat here
,please ?” ucapnya, menunjuk pada kursi kosong di hadapannya.
“sure...aku memang lagi sendiri”
“kau...kau tak bersama chanyeol ?”
Azka menggeleng. Memastikan bahwa
pertanyaan ini tak akan berlanjut lagi. “setiap ke sini, aku pasti
selalu sendiri”
Mendengar jawaban dari azka, sehun
hanya tersenyum. Dilepasnya headset yang sedari tadi menggantung di
lehernya.
“sudahlah..kau tak perlu menutupi
semuanya. Aku...sudah tau” sehun melambaikan tangannya pada seorang
waiter yang tengah berjaga di pintu masuk kafe. Memesan beberapa menu
yang dipilihnya. “aku turut bersedih...setidaknya, meskipun kalian
benar-benar hanya seorang teman” lanjutnya, membuka botol air
mineral dan menegu habis setengah isinya.”tapi perpisahan ini tentu
akan terasa berat untukmu”
Azka menatapi laki-laki dihadapannya
ini. Sehun adalah teman sekaligus satu-satunya orang yang tahu apa
yang sebenarnya terjadi. Sehun telah menjadi connector yang
mempertemukan dirinya dan chanyeol. Empat tahun lalu di sebuah acara
musik tahunan terbesar di kota seoul.
“tapi setidanya kau harus tahu yang
sebenarnya.” Ucapna hati-hati.Dan benar saja, azka akan terkejut
dengan apa yang dikatakan olehnya.
“ini, bukalah”
Sehun mengeluarkan sesuatu dari dalam
tasnya, dan kemudian memberikannya pada azka.”apa ini ?” tanya
azka pelan. Bercampur aduk, antara bingung, penasaran...serta, takut.
“buka saja”
Azka mengamati selembar kertas
beramplop merah maroon berpita kuning emas di tangannya. Sebuah
tampilan yang sedikit banyak memberikan pertanda dari isi
didalamnya.
Azka menutup mulutnya begitu membaca
kata demi kata yang tertera di sebuah surat yang tak lain adalah
surat undangan pernikahan.
Azka tak sanggup berkata apa apa lagi.
Sehun memegang tangan sahabatnya itu. “itu sudah menjadi keputusan
chanyeol. Dia berpesan padaku, agar kau bisa menerima keputusannya,
dan hidup bahagia meskipun kalian tidak bisa bersama lagi”
Azka menangis dalam diamnya. Apa yang
menjadi pertanyaannya selama ini , terjawab sudah. Pada akhirnya,
hubungan ini tak akan pernah mencapai ujung. Ujung yang berakhir
seperti yang diharapkan. Dan apa yang dikhawatirkan chanyeol terakhir
kali di taman inha sudah menjadi kenyataan.
“tolong katakan pada chanyeol...aku
..turut berbahagia..”
..
Pelataran sebuah rumah sakit swasta di
kota seoul tampak lenggang. Hanya beberapa perawat dan dokter yang
tengah hilir mudik, lalu lalang.
“terimakasih untuk semuanya, ..”
ucap chanyeol pada sehun yang berada di hadapannya. Sembari
Mengamati bungkusan obat yang berada dalam genggamannya.”bagaimana
hasil check up tadi ?” sehun mengamati chanyeol yang entah mengapa
terasa semakin berbeda dalam penglihatannya.
“dua minggu lagi transfusi darah akan
dijalankan” jawab chanyeol lirih. Memandangi langit sore kota seoul
yang masih berwarna biru terang. Padahal jam sudah menunjukkan pukul
7 malam.
“bersabarlah..Aku sedang mengusahakan
untuk membawamu ke dokter di amerika. Professorku memiliki kenalan
seorang dokter ahli penyakit lupus. Systemic lupus eritenatosus”
Chanyeol tersenyum tipis. Sehun sudah
seperti dokter sekaligus perawat pribadinya yang selalu mengikuti
perkembangan kesehatannya.
“Untuk saat ini, obat-obatan ini yang
bisa membuatku bertahan, meskipun benda ini selalu membuat ulu hatiku
nyeri..dan ini” tunjukknya ada atas kepalanya yang tertutup topi.
“semakin rontok”
Sehun memandang sahabatnya itu lekat.
“tak ada yang benar-benar bisa memahami jalan hidup seseorang. Aku
masih ingat, musim panas tahun lalu, saat pemeriksaan kesehatan
dilakukan dan kau didiagnosa karena kadar hemoglobinmu hanya mencapai
angka 6. Dan setelah itu, kau disarankan untuk menjalani serangkaian
tes pemeriksaan darah. Dan...” sehun menghentikan kata-katanya. Tes
kesehatan yang dilakukannya pada chanyeol dalam rangka tugas koasnya,
berbuntut pada ditemukannya penyakit langka pada sahabatnya ini.
Chanyeol terseyum getir. ‘beruntung
jaringan darah itu tak sampai menjalar di permukaan kulit. Kalau ia,
tentu azka sudah bisa membaca semua ini sejak awal. Dan saat itu..aku
belum benar-benar yakin apakah aku akan siap menerima semuanya lebih
awal” ucapnya perlahan. Chanyeol menunduk ke arah lantai kantin
rumah sakit yang terasa semakin putih. Ada bayangan wajahnya di sana.
Efek obat-obatan yang dikonsumsinya membuat ia tampak lebih gemuk
dari minggu ke minggu.
“kamu tidak boleh stress, chanyeol.
Itu kuncinya..” ucap sehun pada chanyeol. Detik beriutnya, chanyeol
mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. “minggu depan aku akan
berangkat ke amerika. Di sana aku akan bertemu dengan seseorang yang
kuharap bisa menangani penyakitmu ini”
“Terima kasih untuk semua usahamu.
Meskipun saat ini..aku selalu merasa seperti berteman dengan
kematian..”
“Chanyeol, kau pasti bisa menjalani
semuanya” sehun menatap lekat mata sahabat yang telah dikenalnya
sejak kecil. Ada perasaan takut kehilangan yang kini dirasakannya.
“kau harus kuat, chanyeol”
...
..Aku
memang tidak benar-benar mengatakannya.Pada akhirnya yang kulakukan
hanya menyimpan rapat semua ini. Semua yang sudah kulakukan, termasuk
mengenalkan chanyeol pada azka , bukanlah sebuah kebetulan. Meskipun
terkadang terselip rasa penyesalan. Andai ada mesin waktu, aku ingin
kembali ke saat-saat itu.Saat di mana, baik aku, azka maupun chanyeol
tak pernah saling mengenal. Berada di sebuah persimpangan yang sulit
seperti ini tentu bukan mauku. Aku harap keputusanku untuk
menjalankan rencana ini adalah sebuah keputusan yang tepat. Chanyeol
memang tak menginginkan azka hidup bersamanya dalam semua
keterbatasan kesempatan dan waktu. Dan di sisi lain, ya...memutuskan
hubungan dengan azka, adalah hal terbaik bagi chanyeol, setidaknya
bagi masa depannya. Entah sampai kapan,aku benar-benar bisa lepas
dari perasaan rahasia ini. Maafkan aku chanyeol,..maafkan aku azka...
0 komentar on "Butterfly"
Posting Komentar