Sabtu, 28 Maret 2009

Oh My Goodhess ?!?!

1 komentar


Owh..owh...penat plus capeknya karnaval ternyata bisa bikin siapa aja jadi eror.Termasuk ma mocay satu ini. Hihihi, jangan kira ini cowok yang lagi nyamar jadi cew yow...Ini asli ladies tulen lho !. Cuma lagi eror aja, bikin yeni terpilih jadi salah satu hasil jepretan Oh My Goodness X ini
How are u, fren ???



Amang !!!! How can u be, The sOk cOol 007 ??? Oh No !
Take di pelataran Asrama Putra Kusmansa, saat-saat lagi break sore nunggu antrian mandi



Guys, oh No ! Sejak kapan jadi meener gini ???


Rock's u !!! Tapi pliz de, kok ekspresinya jadi gitu yak ??!! Ki-Ka: Akoo, Emen, Amank.
Diambil pas pentas seni drama kelas 3.Ceritanya mereka jadi geng junet, genk Neardy yang pengen tampil trendy


What's up ??? Siapakah "muslim(AH)" ini ??? How pretty you're, bel ??!!
Foto diambil di ruang kelas 3, saat lagi pusing-pusingnya mo ngadepin UAN


Well, apapun itu...semuanya bakal jadi kenangan.Buat all readers, terutama Fifth-Genz,especiallly yang mukanya ada di sanan, hehehe...semuanya hanya joke.So, gimana tanggapannya, ambil sisi humanisnya, kalau semua orang itu adalah manusia (ya iyalah...). Se cool apapun tampilan luar yang pengen ditunjukkan, tiap orang punya titik nol harmoni antara logika, realistis, dan humoris !

Miss U, guys !!!
(foto didapat di CD yang gw temuin pas lagi gaJee, gak tahu pengen posting apa di blog. Special tahnkz to : Fifth-Genz,yenny"mochai", amanx"TI",akoo"Boliu",emen"kaka",Teteb"al Bukhori", kax"Bandoot" n Tepe'"Bella)

Yang pernah menjadi Kenangan...

1 komentar
...Sungguh aneh tapi nyata,
tak kan terlupa
kisah kasih di sekolah
dengan si dia
Tiada masa paling indah
masa-masa di sekolah
tiada kisah paling indah
kisah kasih di ASRAMA...


(gubahan lagu milik alm.chrisye "Kisah kasih di Sekolah")







The Longgest Couple...Whuuu, pasangan terlama dan terawet neh. Jadian dari awal masuk Kusmansa tahun 2004 mpe perpisahan tanggal 05 Mei 2007. Dan kabar terakhir yang didengar jarak Jakarta-Bangka, ternyata gak jadi halangan berarti buat ipinx en Bolle, wat gak nerusin hubungan mpe jenjang yang lebih tinggi (hehehe, okay, ditungggu undangannya yak, beberapa tahun lagi). Jadian pas tanggal 2O-an September, bikin nih pasangan dinobatkan jadi pasangan ter-lama versi anak-anak 5thGenz



Te only one pasangan yang gak terlalu sempat terekspos pas lagi jadian n jalan, tapi justru malah jadi pemberitaan hangat oleh media pers GaJee anak 5th Genz, pas keduanya udah bubaran. Meskipun saat keduanya udah jalan ma pasangan masing-masing. Tapi, biar gitu, usaha gigih anak-anak 5th Genz wat nyatuin mereka lagi, ternyata gak sia-sia.Terbukti, banyak banget moment-moment penting yang berhasil kejepret oleh redaksi, yang ngembuktiin kalau mereka sebenarnya lagi punya feeling satu sama lain, coz waktu yang seumur jagung pacaran bikin mereka pengen ngulang saat-saat sweet itu. So ???



Putus nyambung,putus nyambung...
Kayak sinyal aja
Well, nih pasangan di kalangan anak-anak 5th Genz emang udah gak asing lagi ma sikon kayak potongan lagu yang dipopulerin ma kelompok nyanyi "BBB" itu
Gak tahu gimana kelanjutanyya, yang jelas apapun endingnya ntar, yang pasti, kalau emang jodoh...gak bakal lari ke mana...hehehe



Hohoho, ini nih pasangan yang sempat sweet banget. Tapi sayangnya, endingnya bikin kita bertanya-tanya "Mereka maunya apa sih ??? berantem...mulu..."
Hehehe, peace !!!.Dengan siapapun kalian sekarang, gw do'ain semoga menemukan yang terbaik, berusahalah memaafkan kesalahan masing-masing, n pastinya selalu berusaha untuk jujur ke diri masing-masing kalau sebenarnya "kalian masih sayang kan ???" ^-^



Special thanx to : Fandy"Ipinx"&Susi"Nyonyaa", Jojo"Gukk"&Tice'"mboel",Meidy"Mutue"&Empiekh"kerupoek", Wiwit"(Lupa nama bekenmu,wit)"&Arex"TajierJawee"
Untuk semua pasangan-pasangan lain di 5th GEnz yang gak sempat ditayangkan di sini, mohon maaf ya.Coz cuma ini yang gw punya dari sisa-sisa keyaaan asmara cinta asrama
Well, semoga menemukan soulmate masing-masing disana wat all 5th Genz...

Love will find U,if U try !!!

-Oshie AtamI-

The DEEP side of Dorm

0 komentar


Asrama KUSMANSA Pemali emang gak bisa dipisahin ma yang namanya sepeda.Itu juga yang ngembedain kita ma all of dorm yang ada di belahan di dunia ini. Jarak 2 km asrama-sekolah emang bener banget dijadiin alasan pihak pengelola asrama n PT TIMAH wat transformasiin bus ke kendaraan yang satu ini. Selain gak bikin macet coz beban jalannya yang relatif kecil, juga pastinya gak bikin polusi. So, udah nunjukkin kan betapa asrama kita telah sejak doeloe kala dah galakkin yang namanya "Stop Global Warming !". Meskipun begitu dah lulus dari sini, efeknya bikin betis dah kayak betisnya pemain Persija cs.hehehe...Tapi gimanapun, kehadiran sepeda emang udah jadi sekeping fragmen dari memoarnya anak-anak asrma,khusunya 5th Genz..(Nb : I miss u, sepeda bernomor 43 !!!)




Kegiatan,kegiatan n kegiatan. Well, kayaknya yang namanya anak asrama, khususnya kita-kita dari 5th Genz, emang udah sejatinya sibuk banget ma yang namanya kegiatan. Bahkan, bisa dibilang dari sekian angkatan, kita jadi pioneer dalam setiap kegiatan yang terselenggara baik di asrama, maupun SMA tercinta kita, SMA 1 Pemali. Contoh paling ter-gress kayang yang ada di foto ini. Diambil pas lagi briefeng kegiatan "Kemah Ilmiah Remaja se-Provinsi Kep.Bangka Belitung". Dimana kita jadi masterpiece ide, pelaksana, tuan rumah, plus angkatan pertama. So, keep fight,guys !!!



Ritual yang jarang kita lewatkan tiap akhir semester or di penghujung hari libur panjang n menengah, beres beres wat go home !!!. Well, fotonya diambil di ruang tengah asrama putri kelas 2/3. Hihihi, lagi pada nunggu jemputan neh,




Bareng bareng trus...So, whatever yang kita lakuin emang selalu dilaksanain bareng. Termasuk makan pagi. Tiap pagi, kegiatan ini emang udah jadi rutinitas. Pada waktu, tempat, n cara yang sama n tertentu khususnya. Meskipun dengan menu yang...ehm...itu-itu saja, hahaha...But, kita cinta kok ma masakannya ibu dapur ! ^-^



Here We are !!! Asrama Kelas Unggulan PT TIMAH SMA 1 Pemali Bangka !!!


...Jika Tua Nanti kita kan hidup masing-masing, Ingatlah SEMUA ini...^-^
(gubahan,Project Pop)

Last Poem

1 komentar
Monolog Tanpa Huruf F

Seorang anak kecil tediam dalam senyapnya
“Philosophia !”
Begitu ucapnya sesaat
Lantas, kembali ia terdiam

Jejak jekjak langkah yang terukir dalam peradaban
Kematian ;
Tangis kelahiran penciuman keduniawian ;
Seringai zaman ;
Dan
Blarrss !!!

Kabut gelap_pekat_hitam kelat
Hentikan lorong waktu yang menatap hampa
pada kata yang tak bermakna dalam ritme balada
hidup anak manusia

Apakah aku manusia ?

Manusia
Manu
Manus
Anu
Anusi
Siapa ???
Euphoria tergelak ;

Apa itu manusia ?

Yang tertinggal disanakah ia
Dalam ejaan alphabetis syair kehidupan
Alunan pujangga aristoteles nan Socrates ???

Atau
Ia yang terpatri dalam serenande bergulat hymne
Rindu syair mahabaratha cinta ???

Ah, manusia

Manusia
Manu
Manus
Anu
Anusi
Siapa ???

“Philosophia !”


Januari 08
_dan aku memulainya lagi_

Boleh neh dibaca

0 komentar
Melawan Phobia Menulis*)
Oleh: Edy Firmansyah**)

Menulislah, apapun. Jangan pernah takut tulisanmu tidak dibaca orang,
yang penting tulis, tulis dan tulis. Suatu saat pasti berguna.
(Pramoedya Ananta Toer, dalam Novel Rumah Kaca)

Bukan rahasia umum lagi, bahwa sebagian besar skripsi yang dihasilkan mahasiswa kita di negeri ini hanyalah hasil jiplakan dari skripsi senior. Tinggal mengubah lokasi penelitian, subjudul, serta karakter tulisan, nama responden, maka jadilah skripsi “baru.” Padahal sang penjiplak sebenarnya seringkali tak sadar kalau skripsi yang dijiplak tadi kuliatas tulisannya sebenarnya sangat jauh dari baik.
Belum lagi fenomena pembuatan skripsi yang kini marak di daerah di sekitar kampus. Bahkan Ghost Writer itu tak hanya menggarap skripsi saja, melainkan juga menerima pesanan disertasi dan tesis. Makanya, ketika saya kuliah dulu saya sempat bertanya pada Dosen saya yang kebetulan bergelar Doktor, mengapa bapak tidak menulis di Koran? Jawabannya sungguh ironis; “Saya tidak bakat menulis, Mas!” Saya jadi pusing juga mendengar jawaban itu. Sebab kalau tidak bakat menulis, mengapa bisa lolos ujian Skripsi, Desertasi dan Tesis hingga mampu meraih gelar doktor? Atau Jangan-jangan karya tulisnya semua hasil jiplakan atau paling banter bukan buah karyanya sendiri alias pesanan.
Padahal tulisan ilmiah seperti Skripsi, Tesis, Disertasi maupun tulisan ilmiah-populer semisal artikel, esai serta resensi buku sebenarnya sama saja. Yang membedakan mungkin hanya dari segi kuantitas. Kalau artikel atau opini di koran dibuat maksimal 3 halaman folio. Tapi kalau skripsi bisa jadi lebih dari 50 lembar folio. Tapi mengenai kualitas jelas sama. Bahwa tulisan yang baik dan indah menurut Wahyu Wibowo (2002; 5-6) mengandung tiga unsur utama, yakni, mengandung kesatuan dan keutuhan, mengandung satu pikiran utama yang jelas dan mengandung prinsip perkembangan.
Redaktur Koran misalnya, tak akan meloloskan tulisan yang ‘amburadul’ untuk muncul di halaman OPINI media cetak. Sebab cara penyajian tulisan yang tidak sistematis dan meloncat-loncat akan menyulitkan pembaca dalam memahaminya serta akan memusingkan redaktur untuk mengeditnya (Lasa Hs, 2006). Tulisan yang jelek pasti masuk keranjang sampah, sebab taruhannya adalah Oplah Koran. Koran akan ditinggalkan banyak pembacanya jika tulisan yang muncul hanyalah tulisan jelek dan tidak sistematik. Karenanya redaktur akan menyeleksi ketat tiap tulisan yang masuk ke meja redaksi atau emailnya.
Seorang yang punya nama, terutama akademisi atau mereka yang bergelar tinggi kadang memiliki phobia berlebihan terhadap seleksi semacam itu. Artinya, mereka takut kalau naskahnya ditolak. Mereka mungkin merasa gengsi dan reputasinya akan turun bila tulisannya ditolak redaktur. Apalagi jika redakturnya bukan lulusan perguruan tinggi. Sebab hal itu akan dianggap pelecehan akademik. “Masak sih lulusan SLTA lebih pinter dari doktor,” begitu kira-kira komentar mereka. (Lasa HS, 2006;9)
Padahal kualitas tulisan tidak ada hubungannya dengan gelar yang disandang seseorang. Buktinya, (Sekedar menyebut nama) Emha Ainun Nadjib, Gus Dur, Ulil Abshar Abdalla, Pramoedya Ananta Toer, dll, bukanlah lulusan sarjana. Namun karya tulis mereka menjadi acuan para profesor. Bahkan Pramodya Ananta Toer berkali-kali menjadi satu-satunya kandidat peraih Nobel dari Indonesia. hal itu karena mereka menjadikan kegiatan menulis—meminjam istilah The Liang Gie—sebagai pengalaman estetis. Dimana panca inderanya dipusatkan secara sungguh-sungguh terhadap seluk beluk dunia menulis.
Dan sebenarnya keseriusan untuk menyelami dunia menulis bisa dilakukan kalangan mahasiswa, dosen, doktor maupun professor. Bukankah menulis merupakan bentuk pengabdian terhadap masyarakat? Lagipula sehari-hari mereka berkecimpung dengan dunia ilmiah yang berasal dari berbagai buku dan teori-teori. Sehingga tak terlalu sulit menuangkan teori dan bacaan untuk menganalisis fenomena social yang tengah terjadi di masyarakat.
Tapi nyatanya itu tak pernah terjadi. Karya ilmiah di lingkungan kampus tak lebih dari karya plagiasi dari generasi ke generasi. Mahasiswa lebih suka pacaran atau ngeceng di mall daripada membaca dan merangkum buku. Sementara dosen lebih suka menjadi ‘penguasa’ di kelas dibandingkan menuangkan idenya dalam bentuk tulisan di Koran.
Memang harus diakui membuat tulisan di Koran dalam bentuk artikel, opini atau esai cukup sulit. Sebab saingan bagi penulis pemula bisa dibilang berat. Para penulis kelas berat, seperti Shalahuddin Wahid, Goenawan Mohammad, Hudan Hidayat, Zawawi Imron, Ariel Heryanto, dan banyak lagi masih terus menulis di Koran hingga sekarang. Ibarat bermain tinju penulis pemula sedang berhadapan dengan Mike Tyson. Bahkan tanpa bertanding-pun kita tahu siapa yang akan jadi pemenang.
Tapi sulit bukan berarti tidak bisa, bukan? Selama kita berusaha, peluang untuk bisa menciptakan tulisan yang kualitasnya sama dengan karya penulis ternama tetap ada. Lagipula suatu saat nanti generasi tua bakal tutup usia. Nah, pada kondisi itu siapa yang akan menggantikannya kalau bukan generasi muda?
Adalah Marx yang mengatakan bahwa manusialah yang menentukan jalannya sejarah, bukan sebaliknya. (Ken Budha Kusumandharu, 2004). Bahkan sejarah bisa diciptakan asal syarat-syarat khusus bisa terpenuhi. Kaitannya dengan menulis adalah, bahwa siapapun bisa membuat tulisan yang bagus. Asalkan sanggup memenuhi syarat khusus berikut ini;
Pertama, perbanyak membaca. Membaca dan menulis mengikuti filsafat kendi. Sebuah kendi tidak akan bisa melepas rasa dahaga jika tidak diisi air. Begitu juga dengan menulis. Bahkan seorang wartawanpun jika tidak gemar membaca tak akan bisa menghasilkan tulisan yang baik. Kedua, cacatlah hal penting dari setiap buku yang pernah dibaca dalam buku catatan khusus. Hal itu sangat bermanfaat untuk membantu memori otak yang terbatas. Dan tidak menutup kemungkinan buku catatan itu nantinya bisa menjadi karya ilmiah. Bukankah catatan harian Soe Hok Gie, dan Ahmad Wahib yang terkenal itu berasal dari catatan harian mereka mengenai hasil bacaan dan hasil diskusinya secara intens.
Terakhir—dan ini yang paling penting—mulai menulis. Jujur saja, tak ada teori menulis yang ampuh yang mampu mencetak orang menjadi penulis. Satu-satunya jalan untuk menjadi penulis dan menghasilkan karya tulis yang bagus adalah terus berlatih menulis. Buku-buku mengenai teori, tehnik, kiat menulis baik itu tulisan fiksi maupun non fiksi (baca; ilmiah) sebenarnya hanyalah pintu gerbang mengenalkan kita pada dunia tulis-menulis. Sedangkan menulis yang sejatinya adalah praktek. Seperti adagium para aktivis; teori tanpa aksi, onani. Aksi tanpa teori anarki!

Lomba Penulisan Esai Korea 2006

0 komentar
Siapkan Strategi, Mainkan Yut-nori !

Rosita Bustami
SMA I Pemali, Bangka Belitung


Sudah pernah menonton serial drama Korea, Princess Hours ? Kalau memang anda benar-benar penikmat serial drama terlaris asia tersebut, pasti tak akan melewatkan satu episodepun dari setiap penayangangannnya. Baiklah, saya ingin mengajak anda mengulang kembali satu adegan dari serial yang dibintangi Joo Ji-Hoon tersebut. Coba anda kilas balik sebuah episode di mana tampak jageong, bersama Xin, ayah ibu, serta adiknya, tampak asyik memainkan sebuah permainan tradisional khas korea.
Adalah Yut-nori, seni permainan tradisional Korea yang mampu menarik minat saya untuk mengetahuinya lebih jauh lagi, yang akhirnya membuat sayapun tahu banyak tentang permainan ini. Yut-nori adalah sejenis permainan yang menggunakan papan yang dimainkan dengan tongkat-tongkat. Kata Yut-nori merupakan kombinasi dari 2 kata, yakni Yut dab nori. Yut merupakan salah satu istilah dalam permainan ini yang artinya empat (to, kae, kol, yut, dan mo) Sedangkan nori artinya memainkan sebuah permainan. Permainan ini selalu popular di kalangan anak-anak kecil Korea. Biasanya dimainkan selama berlangsungnya festival-festival besar, khususnya pada saat “solnal” (tahun baru). Hari istimewa ini merupakan salah satu di antara dua hari raya yang terbesar di Korea. Sebenarnya Korea merayakan Tahun Baru dua kali, pada tanggal 1 dan 2 Januari, serta pada Tahun Baru Kamariah, yang jatuh di akhir bulan Januari atau awal Februari.
Pada Hari Raya Solnal, setiap keluarga berkumpul, dari mulai yang kecil hingga yang tua. Dan salah satu kebiasaan yang sering dilakukan oleh keluarga Korea, khususnya anak-anak Korea pada saat libur tahun baru adalah bersama-sama memainkan Yut-nori.
Meskipun permainan Yut-nori ini sangat sederhana pada tingkat dasar, namun orang dewasapun dapat menghargai keterampilan dan strategi yang ditampilkan oleh orang-orang yang telah mahir. Bahkan di Korea, Yut-nori merupakan salah satu permainan yang paling efektif untuk meningkatkan kemampuan numerik dan strategi matematika anak. Permainan ini membuktikan bagaimana Yut-nori membantu pemerintah dalam meningkatkan kemampuan menghitung, menambah, melakukan konservasi angka-angka serta menerapkan strategi matematika anak-anak Korea.
Tertarik untuk mempelajari lebih jauh Yut-nori ? Mari simak penjelasan saya lebih jauh lagi
Yang harus pertama sekali anda lakukan adalah menyiapkan segala alat-alat yang digunakan untuk memainkannya. Pertama, empat buah tongkat. Tongkat-tongkat ini dibentuk seperti bentuk perahu kecil, rata pada satu sisi dan bulat pada sisi lainnya, dengan ujung-ujungnya yang runcing. Pada sisi bagian bawah dari tongkat itu, buat tanda khusus yang disebut “back-to”. Kedua, empat buah kepingan bulat (mals) untuk masing-masing kelompok, berwarna hitam atau putih. Keempat kepingan bulat dari salah satu warna harus dapat mengelilingi papan itu satu kali agar kelompok itu dapat memenangkan permainan ini. Dan yang terakhir adalah papan permainan (Yut Pan), yang berisi pola pergerakan keping-keping berwarna tersebut.
Selain dadu dan alat pengocok, kombinasi dari empat tongkat juga menentukan seberapa jauh anda dapat bergerak di papan. Anda dapat memberi tanda pada papan itu di manapun dengan menggunakan kapur tulis ataupun alat tulis lainnya. Makin besar papan, maka semakin memudahkan anda memainkannya.
Jumlah bulatan yang dapat Anda pindahkan, tergantung bagaimana tongkat-tongkat mendarat setelah dilemparkan. Apabila salah satu tongkat itu mendarat dengan posisi bagian yang bulatnya ada di atas (disebut naik)dan 3 tongkat lainnya bagian yang bulat ada di bawah (disebut turun), maka kombinasi seperti ini disebut “to”, yang membolehkan untuk maju satu langkah. Apabila dua tongkat pada posisi naik dan dua lainnya turun, maka ini disebut sebagai “kae”dan anda dapat maju dua langkah. Apabila tiga tongkat pada posisi naik dan satu turun, ini disebut “kol”, dan anda maju tiga langkah. Jika semua tongkat pada posisi turun, ini disebut “yut” , dan anda maju empat langkah. Yang terakhir, jika semua tongkat pada posisi naik, ini disebut “mo” yang berarti anda boleh maju lima langkah.
Anda dapat memindahkan kepingan anda secara terpisah, atau apabila kepingan itu berada pada tempat yang sama dengan kepingan anda yang lain. Anda dapat memindahkan kedua kepingan itu secara bersamaan. Anda dapat memilih untuk memindahkan keempat kepingan itu secara bersamaan, namun bahaya akan menghadang dan kepingan anda dimakan oleh kepingan-kepingan dari kelompok lainnya. Apabila kepingan anda menempati tempat yang telah terisi oleh kepingan dari kelompok lainnya, anda dapat mengusir kepingan dari kelompok lain tersebut untuk kembali ke tempat “start”.
Dan anda kembali mendapat giliran untuk melempar tongkat. Seandainya anda mendapatkan kombinasi tongkat yang bertanda “back-to”, itu artinya posisinya naik sedangkan tiga tongkat lainnya turun. Anda harus bergerak mundur satu langkah. Pada papan permainan ini dibuat dua jalan pintas. Normalnya, kepingan harus bergerak mengelilingi lingkaran yang searah jarum jam. Jika kepingan anda berada pada suatu lingkaran khusus, anda dapat saja mengambil jalan pintas yang diagonal, tergantung ada di mana posisi lawan anda.
Tidak menjadi masalah berapa banyak orang yang bermain., masing-masing kelompok hanya memiliki empat kepingan. Ketua dari masing-masing kelompok harus mengatur strategi untuk menghindar, menyerang dan menggandakan agar dapat membawa keempat kepingan mengelilingi lingkaran secepat mungkin.
Tidak seperti permainan orang dewasa lainnya, tidak ada taruhan uang dalam permainanan ini, namun pemenangnya boleh memakan kue beras yang lebih banyak. Namun, seiring waktu, permainan Yut-nori ini tak hanya dilakukan pada saat Hari Raya saja, namun kapanpun, dan ganjaran bagi yang kalahpun, dapat disesuaikan dan dikompromikan oleh tiap-tiap pemain sebelum memulai permainan.
Permainan ini memiliki manfaat dalam rangka menjalin keakraban antar tiap pemainnya. Satu benang merah yang dapat ditarik dari fenomena di mana masih diadakannya permainan Yut-nori pada saat festival-festival besar ini adalah penghargaan besar orang Korea terhadap tradisi yang turun-temurun dilakukan oleh nenek moyang mereka, meskipun kecanggihan tekhnologi telah berkembang pesat. Bangsa Korea telah sejak dulu memproduksi berbagai alat-alat canggih, termasuk permainan dengan tekhnologi tingkat tinggi. Akan tetapi, mereka tak langsung saja meninggalkan seni permainan tradisional yang telah turun temurun dilakukan dari generasi ke generasi. Fenomena ini dapat kita jadikan renungan.
Kalau Korea dapat memainkan Yut-nori di saat Hari Raya Tahun Baru mereka, mengapa tak kita coba memainkan congklak pada saat Hari Raya di Negara kita ?
Jadi, kalau anda tertarik pada seni permainan tradisional Korea ini, mari siapkan strategi dan mainkan Yut-nori !

Selesai

Fragmen #1 Mimpi seorang Seeta

0 komentar
Oshie Atami




THE BLACK HOLE
_true or dead_







“…benar-benar imaginative. Oshie atami adalah The Indonesian JK. Rowling. Pembaca benar-benar diajak masuk ke dunia khayal seorang oshie atami. Benar-benar salut. Akhirnya satu lagi penulis muda berbakat yang dimiliki dunia kesastraan Indonesia…”
_Andrea Hirata, Penulis Novel Tetralogi Laskar Pelangi_


























…..
Angin berhembus kencang di siang, yang saat itu bagaikan malam. Padahal jarum
Jam besar kota setempat baru saja menunjukkan pukul 12 teng. Sangat kontras sekali. Debu-debu jalanan tertiup, menari-nari di ruas-ruas jalanan kota. Keadaan sepi. Hanya tampak seorang pria tua, berjalan tergopoh-gopoh, mengangkat sekeranjang penuh buah berry, yang nantinya akan dibawanya pulang.
Sementara itu langit berawan hitam kelam, tampak meningkahi riak angina yang tertiup bagaikan badai, yang mungkin saja merobohkan tiang-tiang pancang, yang saat malam, menyinari ruas jalanan, tampak terang. Berbeda sekali dengan awan, yang mungkin_beberapa menit lagi akan menumpahkan segenap bebannya.
Dari arah selatan kumpulan pertokoan, yang kini tampak melenggang sepi, sesosok berjubah hitam_tampak kerepotan dengan jubahnya_berjalan pelan. Derap langkah kakinya beradu dengan keheningan, yang diiringi tak-tik-tuk jarum jam yang berada tepat di atasnya.
Seorang wanita, berwajah indo, Mongolia_eropa, meyembul dari balik kerudung jubah hitam pekat yang sedari tadi menutup hampir setengah horizontal wajahnya. Mata alpen hijau tua, memandang tajam pada sekelilingnya. Kosong. Tangannya menyembul dari balik lengan jubah panjangnya, dan detik berikutnya mengambil sesuatu dari saku baju, dan….tampaklah sesuatu yang berkilauan, tertimpa berkas sinar matahari yang tersembunyi di balik awan kumulus_langit.
Warnanya hijau zamrud tua, lebih tua dari mata sang pemiliknya, wanita yang saat ini tengah mengacungkanny ke udara. Mata alpen hijau tua itu saling bertubrukan dengan benda hijau tepat di atas pandangannya. Tangannya perlahan meremas, seolah-olah tak ingin siapapun_tangan lain yang menggenggamnya, apalagi memilikinya.
“Yang mulia Maganta, pasti akan sangat senang dengan apa yang berhasil kudapatkan. Dunia akan berada dalam genggaman. Tinggal menunggu waktunya”
Ucapnya dingin, dengan seringai tajam, setajam mata alpen hijau tuanya. Ia tak menyadari sama sekali, di sekelilingnya. Bahwa di suatu sisi terpencil pelataran ruas kota, sesosok laki-laki dari tadi mengamatinya. Mengamati tingkahnya yang terbilang ganjil.
Dari radius beberapa meter, seorang laki-laki tua, tepat di belakang tong besar sampah kota, tengah berdiri mematung, terdiam membisu. Hanya sesekali gumaman keluar dari mulutnya. Gumaman yang tak jelas. Matanya menyipit, berusaha menangkap jelas, pemandangan kabur di hadapannya, dengan mata tuanya.
Baru saja langkahnya hendak menjauh, sekeranjang penuh buah berry, meluber keluar, ke arah jalanan, hingga mengeluarkan buyi kisruh terkena sandungan kaki kirinya.
Kepanikan menyergap wajahnya_pias. Deru_degap jantungnya bekerja cepat, ketika sesosok tubuh yang sedari tadi diperhatikannya , tanpa sempat diperkirakannya, membalik tubuh, dan menatap tajam, setajam seringaiannya.
BLLLAAARR !!!
Kepulan asap pekat memenuhi ruas jalan. Sebuah ledakan baru saja terjadi. Ledakan yang menimbulkan bunyi yang teramat dahsyat, bahkan melebihi kapasitas ultrasonografi siapapun yang mendengarnya.
Dari arah tepat ledakan terjadi, seorang wanita tampak baru saja memasukkan sesuatu ke dalam saku jubahnya. Tangannya menepuk-nepuk halus jubah hitamnya yang memutih terkena butiran-butiran halus yang berkilau keperakan.
“Laki-laki tua bodoh…” ucapnya dingin.
Dan detik berikutnya, dengan sekali kibasan jubahnya, ia melesat cepat. Hilang ditengah keheningan. Lenyap.
Sementara itu dari arah satunya, kepulan asap baru saja tak berbekas. Sesuatu yang mengerikan baru saja terjadi.
Seorang laki-laki tua, dengan mata terbelalak lebar, terbujur kaku, sekaku saraf serta persendiannya, yang berhenti berdetak. Tewas. Dari kecelakaan yang menimpanya, tak seorangpun yang menduganya. Sesuatu mengerikan, yang kabar kemunculannya, suatu waktu nanti akan menjadi berita besar. Hening.
Hanover, 2015
Kereta listrik bawah tanah barat daya baru saja memberhentikan penumpangnya tepat saat jarum panjang menunjukkan angka 9 waktu setempat. Masih terlalu siang untuk ukuran kota yang bahkan tak mempunyai waktu tidur massal ini.
Seorang wanita baru saja keluar dari desakan penumpang lain yang selama sejam lebih berjubelan bagaikan ikan sarden, menanti saat pembukaan kaleng. Masih dengan rambut kusut masai-nya yang jarang tersentuh sisir apalagi minyak creambath sebagaiman layakya wanita kebanyakan, ia berjalan keluar. Tak banyak yang ia bawa dari tempat kenaikannya dari tempat awal keberangkatan. Hanya sebuah tas rajut wol yang warnanya tak keruan lagi, antara putih –hitam-abu-abu, terselempang di bahu cekingnya. Penampilannya sangat kontras sekali dengan pemandangan sekeliling. Sesekali disekanya kacamata berdiameter lima centinya dengan saputangan bermotif kuntum magnolia jingga, yang senantiasa dibawanya ke manapun pergi diakibatkan penyakit bawaannya, sinusitis akut. Sehingga tidak ada alasannya untuk lupa, apalagi meninggalkannya.
Brakkk !!!
Tanpa sengaja kakinya menyenggol sesuatu. Sesuatu yang besar hingga tulang kering kakinya miris, sakit.
“Hei kau, kalau jalan lihatlah ke sekeliling. Tong sebesar ini masih saja kau tabrak”
Wanita itu hanya menyunggingkan seyum tersingkatnya. Seorang lelaki gemuk berperawakan tinggi besar baru saja menegurnya. Ia hanya memandang sekilas ke arah lelaki gemuk itu. Ditatapnya sekali lagi. Tiba-tiba ia teringat seseorang yang ulas serta garis wajahnya mirip dengan seseorang yang pernah ia kenal. Tapi lupa, entah di mana. Apa mungkin…
Dicobanya untuk menghilangkan pikiran itu. Bergegas dipercepatnya langkah kaki yang beradu dengan irama sepatu kayunya. Lima belas menit lagi ia harus tiba di suatu tempat, kalau saja ia tak ingin ketinggalan kereta berikutnya

Jakarta dalam temaram, 00.01
“Kamu yakin Flo ?!”
“Brisik banget sih…Sudah kukatakan sebelumnya,. Anak bernyali ciut, dilarang ikut !”
Gadis berkepang dua itu menggeleng. Diarahkannya senter ke arah arloji otomatis di sisi kiri pergelangan tangannya. 00.01.
Angin malam serasa menerpa tengkuknya yang memang terbuka. Dingin. Tak pernah dibayangkan sebelumnya, kalau malam ini, tidur lelapnya akan tergantikan dengan tindakan yang menurutnya gila ini. Mengendap-ngendap di tengah rimbun pohon mahoni, di bawah temaram purnama bulat penuh, serta diiringi lolongan anjing penjaga gedung yang setiap saat mampu membangkitkan aroma pekat dalam setiap pacuan adrenalinnya.
Dari kejauhan sebuah jip hitam besar berada , yang beberapa menit yang lalu, ditinggalkan begitu saja dari pemiliknya, yang saat ini berada beberapa meter, dalam jarak yang lumayan jauh darinya. Angin berhembus demikian kencangnya. Tak bisa ditebak tempat apa ini sebenarnya_sebuah menara besar_yang tersegel papan kayu bertuliskan_Dilarang masuk, arus listrik bertegangan tinggi.Sementara di kanan kirinya_deretan pohon mahoni sebesar beringin_berdiri gagah_meskipun dedaunannya bergoyang ke kanan ke kiri mengikuti ritme angin malam.
“Flo…aku…aku takut”
Ucapnya sembari menggamit ransel besar yang ada di hadapnnya. Dibahu gadis yang dipanggil Flo.
“Kamu tenang saja. Gak bakal ketahuan kok. Sudah kupastikan, malam ini rencana kita pasti akan berhasil”
“Bu…bukan itu Flo…”
Suaranya tersekat. Mulutnya berusaha mengatakan lebih dari itu, tapi…sesuatu seperti menahannya.
“Lantas apa ?! Arwah wanita yang mati misterius dalam laboraturium itu ?!”
‘FLO !!!”
Kali ini suaranya tertahan, tertahan dalam pekikan yang sebisa mungkin tak dikeluarkannya. Terlalu beresiko untuk mengucapkan kata yang bahkan ketika matahari masih berada di sepenggalahpun, tak pernah terbesit dalam benaknya untuk menucapkan nama itu.
“Sudahlah Sybil…kalau memang kau tidak mau ikut, lebih baik kembalilah ke dalam mobil, tidur yang nyenyak tunggu aku di sana, sampai aku benar-benar kembali. Ok ?”
“Tapi Flo…”suaranya kembali tersekat. Sangat tidak mungkin kalau ditinggalkannya sahabatnya yang tengah berdiri dengan beraninya ini, seolah-olah saat ini mereka benar-benar akan mengalami sebuah perjalanan wisata yang begitu menyenangkan.
“Sybil…kau tahu sendiri kan, betapa sangat pentingnya misi ini bagiku. Jadi_jangan pernah terbesit sedikitpun dalam benakmu untuk membuatku mengurungkan semua yang telah kurencanakan dari jauh-jauh hari ini”
“Flo_perasaanku benar-benar sangat tidak enak saat ini. Lagipula_Semalam,aku bermimpi hal yang sama seperti apa yang terjadi pada dua malam terakhir ini, di mana_”
Gadis yang bernama flo itu terdiam_sebuah kepiasan menaungi wajahnya, jelas terpancar dari keremangan cahaya lampu santer yang berada dalam genggamannya.Samar-samar, namun cukup jelas dirasakannya.
“Flo_kumohon_urungkanlah niatmu.Aku takut_hal yang sama akan terulang lagi, dan_itu terjadi persis seperti apa yang ada dalam mimpiku”
Flo menarik nafas dalam. Sebuah perencanaan matang jelas telah direncanakannya jauh-jauh hari. Bagaimana mungkin, kalau semua ini akan diurungkannya begitu saja, hanya dikarenakan_sebuah_firasat mimpi_Sebuah firasat yang jelas tak menjamin sebuah kepastian dari kebenaran terjadinya ini.Tapi_tidak untuk firasat Sybil_Terang sekali bagaimana,firasat ini benar-benar tak bisa diindahkan begitu saja.
“Flo_ku mohon dengan sangat”
Suaranya terdengar melemah. Benar-benar sebuah permohonan yang sebelumnya tak pernah di ucapkannya.
“Sybil_kuhargai semua bentuk pengertianmu_serta kekhawatiranmu padaku akan hal ini_tapi_aku benar-benar_”
“Flo_sekali ini saja_turutilah apa yang kuinginkan_Selama ini aku benar-benar tak pernah berharap melebihi ini padamu.Flo_”
Pikirannya menerawang. Ditatapnya wajah yang tengah memelas di hadapannya, tetapi_sesekali itu pula dipandangnya jauh ke depan di hadapannya. Terbentang deretan pohon mahoni beradu dengan sinar-sinar lampu menara yang berdiri tegak tepat di depannya,menjulang dengan sebegitu angkuhnya seolah menarikknya untuk tetap melanjutkan apa yang telah dipirkannya sebelumnya.Sesuatu yang tersembunyi di sana jelas-jelas hampir menarik separuh minatnya.
Sekali lagi_ditepisnya jauh-jauh pikirsn itu.
“Flo_”
Flo tak bergeming hingga beberapa menit.
“Baiklah_kali ini kau menang Sybil. Jelas_aku lebih mempercayaimu ketimbang semua hal ini”
Ada gurat lega terpancar di wajah Sybil_akhirnya segala ketakuatan yang dipikirkannya_benar-benar tak akan terjadi.Tapi_entahlah_selama pikiran Flo tak berubah sedikitpun.
“Bagaimanapun semua petualangan yang telah kulakukan selama ini_tak kan ada artinya_jika kujalani semuanya seorang diri, teman”
Dan kali ini_sybil benar-benar tersenyum lega. Lebih lega dari apa yang terjadi saat pertama kali mereka merencanakan hal “abnormal” ini.Berkeliaran ditengah malam buta, ketika di mana semua orang “normal”kebanyakan justru terlelap dalam buai mimpi mereka masing-masing.

Pelataran Halaman SMA Elducate, pagi hari.
Bukk…
Sebuah bola basket terlempar jauh dari ringnya, jadi bisa dikatakan mental. Seorang lelaki tampak jelas menyiratkan wajah ketidakpuasannya pada peristiwa terlemparnya bola basket itu. Keringatnya bercucuran_jelas saja_sedari tadi_tak ada satu perlawanan berartipun yang di dapatnya dari”duel”nya ini, sekalipun di saat-saat di mana hampir saja bola itu melesat ke daerah kekuasaannya.Keringatnya ini justru lahir dari permainan yang jelas hanya dimainkannya seorang diri, padahal saat ini ia benar-benar tengah berduel.
“Kau kenapa sih Flo ?!”
Yang ditegur tak menjawab. Ia berlari ke arah di mana bola itu terpental. Ternyata_tepat berhenti di perbatasan kawat pembatas halaman sekolah_setinggi dua kali orang dewasa. Kawat yang menjadi pemisah antara wilayah sekolah_dan sebuah tempat_yang dikenal sebagai wilayah pensuplai energi listrik pemukiman yang berada di sekitarnya_termasuk pasokan listrik sekolah itu.
Mata Flo tertuju pada bangunan tinggi yang berada tepat di depan garis matanya. Menara Pensuplai_begitu yang selama ini di dengarnya.
“Kamu pernah ke sana, yoz ?”tanyanya begitu lelaki yang sedari awal bertanya padanya itu telah berada di sebelahnya.
Lelaki yang bernama Yoza diam.
“Sewaktu kecil_kakek pernah mengajakku ke sana. Tapi_jelas itu sudah lama sekali. Aku sendiri bahkan tak ingat lagi hal menarik apa yang pernah kulihat di sana”
“Kau tak ingat sama sekali ? Sedikitpun ?” Flo bertanya dengan nada yang tak biasa darinya.
Kembali Yoza menggeleng.
“Ingatanmu benar-benar payah.Padahal kau sendiri yang mengatakan kepadaku kalau selama berpuluh-puluh tahun kakekmu pernah bekerja di sana” Flo mendengus pelan, sembari tetap menatap tajam ke depan.
Yoza gelagapan. Jelas terpancar di wajahnya, pembicaraan ini benar-benar sangat tidak menyenangkan baginya.
“Kenapa sih_kau benar-benar begitu sangat ingin tahunya_pada menara tua ini ?”
Flo menoleh ke arah Yoza. Matanya menatap tajam pada lelaki yang berdiri di sampingnya.Sebuah penjelasan hampir saja bermaksud dikeluarkan dari mulutnya, sebelum akhirnya terlebih dahulu pertanyaan itu di jawab sendiri oleh orang yang justru menanyakannya.
“Karena kau tertarik pada dongeng kuno menara tua yang telah beredar di sekolahan ini selama berpuluh-puluh tahun silam ?!”
“Yoza !!!” Flo mendelik. Tak pernah terpikirkan dalam benaknya kalau sampai memancing amarahnya sejauh ini.
“Kupikir kau tak sama seperti mereka_yang terlalu larut dalam dongeng itu_Tapi nyatanya_”
“Yoza_Kau tak mengerti_Menurut cerita MAng Urip di sana_”
“Flo “
Sebuah suara memanggilanya dari kejauhan. Seorang wanita berkepang dua, berperawakan cukup tinggi, dengan kaca mata berbingkai cokelat di wajahnya, cukupp mewaikili ketekunan dari si pemakainya.
“Sore ini_kamu pulang saja dulu, yoz.Aku masih punya urusan dengan Sybil.Ada rapat redaksi sepulang sekolah”
Yoza tak bergeming. Diambilnya bola basket yang sedari tadi tertambat di ujung perbatasan pagar kawat.Detik berikutnya, ia telah berlalu meninggalkan Flo sendirian. Flo menatap kepergian Yoza dengan nelangsa. Selalu seperti ini akhirnya. Flo menoleh ke arah belakang, bangunan itu masih berdiri dengan tegaknya.

Lomba Baca Tulis Puisi 2006

0 komentar
Bangga Aku Jadi Orang Bangka

Rosita Bustami
SMAN I Pemali



Masalah ini memang belum selesai

Ketika kau naik pesawat terbang
Yang melayang-layang di awan
Coba kau pandang ke daratan
Banyak lubang-lubang yang menganga bukan ?

Sekali lagi, masalah ini memang belum selesai

Bertandanglah engkau ke pasaran
Memang tak banyak barang selain ikan
Tapi coba kau pikirkan
Kata orang negeri kita negeri kelautan
Namun kenapa sekilo ikan rakyat mesti berhutang ?

Masalah memang selalu ada di mana-mana
Menggunung laksana onggkan sampah
Yang baru saja menimbun mati pemulung Jakarta
Ia pun timbulkan hawa panas
Sepanas lumpur lapindo yang rugikan wong jowo

Disudut terminal Sungailiat Pangkal Pinang Kota Madya
Aku pun terdiam sejenak
Sembari menyeruput segelas bolesa, tapi bukan air aqua
Teringat mak berkata di suatu senja
Saat itu berita TV tengah kabari masalah krupsi dalam negeri
Kata mak saya,
“Meskipun kita tinggal di daerah, kita mesti bangga”
Akupun terdiam
“Kenapa bisa begitu mak?” tanyaku dengan polosnya

Sepolos pejabat Negara yang biarkan pulau kita terlepas dari Indonesia
Atau sepolos Mbah Marijan, yang katakana merapi takkan keluarkan letusan

Laksana mahasiswa yang tengah berorasi
Menolak invasi Amerika beserta antek-anteknya,
Makku pun berkata dengan lantangnya
“Kita harus bangga punya pemimpin daerah”

Bangga kita punya Adipura di taman kota
Bangga kita bisa hidupkan Porda
Bangga kita terkenal di Nusantara pemimpin kita masuk berita
Bangga propinsi terbentuk karena andil putra daerah
Dan bangga rakyat Bangka masih sejahtera
Dengan sepinya lampu merah

Kembali akan terdiam sejenak,
“Ah… tapi kita rakyat biasa mak ! Orang-orang di sana pasti tidak akan tahu apa kata kita”
Tapi…
Setelah ku pikirkan, mak ku ada benarnya juga
Setidaknya,
Meskipun jalan raya kita belum selebar jalan ibukota
Puncak Barata kita tak semegah Ramayana
Toko buku kita belum selengkap Gramedia
Kita mesti berbangga
Bahwa kita masih punya kepala daerah
Yang sanggup harumkan nama Bangka di luar sana
Karena itulah ku bangga jadi orang Bangka !

Tulisan Pas EsEmA

0 komentar
Bulan Kering di Atas Pasir Kuning
Oleh. Oshie Atami


…Memandang jauh ke tanah seberang…
Tatkala jiwa di rundung petang
Teringat kasih di tangan orang
Ratapi nasib nan kian malang…

Syakban Pertama dalam Pertemuan
“Hanudin !!! Cube liet ke sini”
Seorang anak laki-laki, kira-kira berumur sepuluh tahun menoleh ke arah sumber suara yang dirasakannya memanggil namanya barusan. Ditolehkan pandangannya ke sekitar, tak jauh dari tempatnya berada, seorang anak perempuan, dengan kuncir kuda dan poni lurus hitamnya, tampak melambaikan tangan ke arahnya. Seulas senyum tersungging di wajah polosnya, wajah yang nantinya kan menjelma jadi ruas lelaki dewasa menjelang kedewasaanya.
Segeralah ditujunya suara yang memanggil namanya_ Hanudin. Masih dengan kaki yang berbalur pasir pantai, meskipun sandal jepitnya masih bertengger di kaki kecil yang begitu cerianya menapaki dunia, ia berlari tergopoh-gopoh. Nafasnya masih tersengal-sengal memburu tiap ruas diafragma, seolah-olah menanggung segenap keletihan dari segala aktifitas yang seharian ini telah di lakukannya.
“Ngape moi ?!”
Ditatapnya anak perempuan yang kini telah ada di hadapannya. Meilan, begitulah nama sahabatnya ini. Gadis kecil yang terlahir dengan mata sipit, khas wanita tionghoa pada umumnya.
“Nek tahu dak ku dapet ape ?”
Tak menunggu jawaban yang akan dilontarkan teman sepermainannya ini, mei menunjuk sesuatu yang kini ada di dalam genggaman tangannya. Diacungkannya tepat di hadapan pandangan Hanudin. Hanudin terdiam. Tak ada satupun yang coba untuk dikatakannya. Mulutnya tersekat, bibirnya terkunci.
Mei menatap heran pada Hanudin. Sesuatu yang janggal berhasil ditangkapnya dari wajah Hanudin. Mengapa Hanudin tak gembira pada apa yang baru saja ditemukannya ? Padahal biasanya, Hanudinlah yang paling gembira jika baru saja mengalami keberhasilan yang kini tengah dirasakannya ?
“Moi…”
Dicobanya untuk berbicara, meskipun dirasakannya berat. Kepiasan kini tengah memucati wajahnya. Hanudin menatap nanar pada bungkusan plastik yang kini ada dalam genggaman Amei lan. Bungkusan yang sama sekali tak diharapkannya saat ini.Ditepisnya segala angan buruk, yang kini mulai menghinggapi pikirannya. Tidak, sesuatu yang buruk sama sekali tak diharapkannya terjadi pada perempuan kecil yang kini terdiam mematung di hadapannya.
“Ngape din…Ka dek seneng ok, ku lebih dulu berhasil nangkep e ?”
Hanudin cepat-cepat menggeleng. Akankah diceritakannya semua yang kini membayangi pikirannya pada Mei lan ? Tentang pantangan yang diucpakan dukun laut beberapa jam yang lalu agar masyarakat Tempilang tidak menangkap ikan selama tiga hari ke depan, tentang bala yang bakal didapatkan bagi siapapun yang melanggar pantangan, dan segala kemungkinan buruk lainnya yang mungkin saja akan terjadi di masa depan. Hanudin berusaha keras melenyapkan semuanya. Ia tidak ingin terjadi apa-apa pada kawan sepermainnanya, meilan, yang tanpa sempat diperingatkannya, telah mendapatkan ikan yang kini diperlihatkan padanya.
Hanudin sekali lagi menggeleng. Diputuskannya untuk tidak di ungkapkannya pada meilan. Toh, sebagai orang Tionghoa, apalagi seumuran mereka, mei mungkin tidak akan mengerti dengan hal ini.Batin Nudin.
“Moi…pulang yo..Kelak ama ka nyari ka pulik ke mane-mane”
Mei tersenyum. Nafasnya lega. Setidaknya kekhawatirannya pada Hanudin tidak menghasilkan apa-apa. Tapi siapa sangka, justru Hanudinlah yang kini merasakannya.
Siluet jingga mulai meningkahi bayangan matahari yang mulai bernnjak ke peraduannya, ketika mereka mulai meninggalkan kawasan pantai pasir kuning, yang selama berjam-jam mereka jelajahi.
Dari arah kejauhan, perlahan hanudin menoleh ke arah laut lepas pantai yang terbentang di belakanngya.
Sesuatu ingin coba dibuangnya ke lautan. Sesuatu yang sama sekali tak ingin terjadi ke masa yang akan datang sehubungan dengan pantangan yang mei , kawannya lakukan. Ya…sama sekali tak teringinkan !
****
Tak terasa tujuh tahun terlewatkan sejak kejadian yang terjadi di pantai pasir kuning beberapa tahun silam.
Hanudin menyeka keringat yang merembes di dahinya. Keletihan jelas terpancar di wajahnya. Selesai sudah segala tugas yang dibebankan oleh tetua kampug Tempilang pada segenap pemuda desa, sehubungan dengan acara akbar yang akan dilaksungkan pada ke esokan harinya.
Bulan syakban kini datang. Sesuai dengan tahun-tahun sebelumnya, ketika bulan Syakban datang, masyrakat desa Tempilang beramai-ramai akan melaksanakan ruah kampong, perang ketupat. Sebuah ritual adat yang bertujuan menjauhkan masyrakat desa dari bala. Yang nantinya segala prosesinya akan dilangsungkan di pantai pasir kuning, pantai indah berpasir kuning, yang begitu familiar di kalangan warga Tempilang.Segenap prosesinya, dari mulai penimbangan, ngancak, perang ketupat, nganyot perae, hingga
Taber kampung, semuanya akan dilaksanakan di sana.
Hanudin menatap deretan barisan umbul-umbul warna-warni yang menarik perhatiannya. Mengalihkan segenap kelelahan yang tengah dirasakannya. Setidaknya apa yang telah dilakukannya barusan, tidak mengecewakannya.
“Din,la selesai la gawe kite. Kalau ka nek pulang luk, dak ape-ape dak. Ku agik ade urusan sebentar kek yang lain e”
Hanudin hanya mengangguk pada apa yang Mahmud, pemuda desa seberang, katakan. Hari ini semuanya telah selesai disiapkan. Tinggal menunggu besok datang. Hanudin tak sabar menunggu hari esok tiba, apalagi jika mengingat janji yang akan ditunaikannya pada meilan, perempuan pribumi yang belakangan ini menjadi pujaan hatinya.
Hanudin tersenyum memikirkan apa yang selama ini menjadi keputusannya. Bagaimana reaksi teman-teman sekampungnya, ketika mengetahui meilan lah yang menjadi pilihan hatinya, bukan Rodiah, primadona desa, ataupun aisyah, anak Pak Haji salamah.
“Din…din…, ati-ati, kelak aliong cemburu, amoi e lah kek ka” ucap oneng beberapa hari yang lalu.
Yang jelas apapun pendapat teman-temannya, Hanudin telah begitu merasa pas dengan apa yang menjadi ketetapannya. Ketika dikatakannya pada mei lan, tentang maksud hatinya, yang tak lagi menjadikannya hanya sekdar sahabat di masa kecil, dan segala jawaban yang mei lan berikan untuknya.
Ah…betapa tak inginnya dilupakan saat itu.
Tetapi belakangan hari ini, tak dijumpainya batang hidung amoi-nya itu. Terhitung sejak seminggu yang lalu Hanudin mengajak mei untuk datang ke pesta perang ketupat, yang setiap tahunnya tak pernah absent mereka datangi.
Baru saja Hanudin hendak memikirkannya lebih jauh, sebuah suara tiba-tiba memanggilnya. Hanudin bergegas menyalakan motornya, ketika Halim, adiknya mengajaknya untuk segera pulang ke rumah.
Dan senja pun telah datang.
***
Brakkk !!!
Pintu terbanting. Pintu reyot yang gagangnya pun telah terlepas dari tempatnya. Seorang wanita terisak dalam kesendiriannya, di sebuah ruangan di mana baru saja suara pintu terbanting berasal.
Mei menyeka butiran-butiran bening yang mengalir pelan di wajahnya. Perlahan, sesekali isakan keluar dari tenggorokan, yang dirasakannya tercekat.
“Cemanepun ku dak nek tahu. Ka mesti ngelunasin semuen utang-utang ka kekku. Cemanepun care e. Atau kalau sampai dak, anak gadis ka wo yang bakal ku ambik buat ngelunasin utang-utang ka”
Entah apa yang dipikirkan mei saat ini. Teringat saat di mana, baik apa maupun amanya tak mampu mengatakan apa-apa ketika Baba Fong, bandot tua, yang telah berumur 70-an itu, mengatakan sesuatu yang tak pernah sama sekali di duganya.
Terpikir dalam benaknya, apakah ini, adalah buah dari perbuatan jahat yang dilakukannya di kehidupan sebelumnya, atau mungkin jalan hidup yang telah ditetapkan untuknya.
Bertubi-tubi terjadi padanya, saat dimana, koko Lian, kakak lelaki satu-satunya ditemukan tewas gantung diri di dalam kamar, hanya gara-gara terlilit hutang pada Bandot tua Baba Fong, karena keterlibatannya di meja perjudian dan akhirnya...
Entahlah, apakah mei sanggup memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya pada masa depannya.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Pada seseorang yang mungkin mampu membantu mencari jalan keluar dari segala permaslahannya. Dan pastinya membantunya terlepas dari jerat hitam Baba Fong.
Mei bergegas membuka lemari yang terletak di sudut kamar. Sebisa mungkin diusahakannya untuk tak mengeluarkan bunyi sekecil apapun. Ia tak ingin baik apa maupun amanya mengetahui apapun yang sebentar lagi dilaksanakannya, termasuk apapun yang saat ini berkelebat dalam benaknya. Ya, sesuatu yang hanya dirinya yang tahu.
***
Hanudin menatap gelisah ke hamparan pasir pantai yang telah terjamah ombak air laut. Perang ketupat baru saja usai. Namun, seseorang yang diharapkannya belum juga menampakkan batang hidungnya. Seseorang, yang sampai nganyot perae dilaksanakan, dan tetua kampong telah keumandangkan pantangan, belum juga hadir di hadapannya.
Adalah mei, yang kini tengah dinantinya. Padahal seminggu yang lalu, mei telah menyanggupi untuk datang pada hari ini. Bernostalgia pada pertemuan mereka untuk pertama kalinya dulu. Namun…
Hanudin tiba-tiba teringat sesuatu.Sesuatu yang terjadi beberapa tahun silam. Beberapa jam setelah perang ketupat usai, dan tetua kampong mengumumkan pantangan untuk tak menangkap ikan bagi masyarkat kampong. Dan mei..
Ah…Hanudin teringat pada kekawatirannya saat itu. Kekhawatiran seorang anak kecil pada sesuatu yang akan terjadi pada sahabatnya karena melanggar pantangan adat.
Hanudin tersenyum. Sesuatu akan baik-baik saja pada mei. Meskipun hari ini, di perang ketupat tahun ini, ia tak bisa bersama-sama mei. Dan sampai kapanpun, pilihan hatinya tetap tertuju pada mei.



Dermaga Tanjung Kalian, dalam sebuah keputusan
Mei menatap hampa jauh ke depan. Sesekali ditatapnya riak pasang surut air laut yang saling berlomba mencapai tepian dermaga tanjung kalian.
Mei menghela nafas berat. Begitu berat beban yang saat ini dirasakannya. Teringat bagaimana usahanya berangkat meninggalkan kampungnya, tempilang, menuju mentok, tempat di mana ia bisa melepaskan dirinya dari jerat Baba Fong.
Ketetapannya sudah bulat. Sebentar lagi sebuah kapal dagang, akan membawanya menuju palembang. Dia sudah yakin dengan tujuannya, menemui Aliong, pemuda tionghoa, saudagar kaya, yang dulu pernah memintanya pada apanya untuk diperistrinya dan Pemuda yang pernah ditolaknya karena keputusannya memilih Hanudin.
Mei memejamkan matanya. Mengingat kalau seandainya hal ini tak terjadi, mungkin saat ini ia telah bersama Hanudin di pantai pasir kuning. Perang ketupat yang untuk pertama kalinya mempertemukannya dengan pemuda itu, ketika ia bersama apanya berdagang ke sana.
Mei tak tahu lagi dengan apa yang akan dilakukannya sekarang. Tentang perasaan hanudin yang mugkin akan sangat kecewa dengan keputusannya ini, dan tentang reaksi Aliong yang mungkin telah sangat kecewa dengan keputusannya dulu. Tapi, yang pasti semua ini dilandaskannya untuk menolong ama dan apa-nya dari jerat hutang Baba Fong.
Hanya itu, tak lebih.
Sirene kapal dagang membuyarkan lamunan mei. Sebentar lagi ia akan meninggalkan pulau bangka. Entah kapan dia akan kembali menjijakkan kaki kembali ke pulau ini. Bagaimanapun juga tanggung jawabnya belum usai, masih ada ama dan apa-nya di sini.
Mei bergegas mengangkut tas besar tuanya menuju kapal.
Untuk terakhir kalinya, ditatapnya sekali lagi ke belakang. Hatinya perih. Teringat kalau saat ini, di sebuah tempat, seorang pemuda tengah menunggu kehadirannya. Kehadiran yang sampai kapanpun tak kan dapat tertunaikan.
***

Pasir Kuning, sepuluh tahun kemudian…
Matahari kian beranjak turun. Membiaskan siluet oranye yang pantulannya begitu berkilau di hamparan karpet biru_banyu, membuat hati siapapun yang memandnagnya ikut terbiaskan pesona yang coba di tampilkannya. Sementara itu cakrawala sore mulai menggulung layarnya yang sesaat lagi akan dibentangkannya dalam temaram malam.
Sebuah kesibukan akbar baru saa usai digelar. Kesibukan yang tiap syakban datang, ia begitu gempita di selenggarakan.
Seorang pemuda, setengah baya menatap nanar ke laut lepas. Hamparan pasir pantai yang senantiasa beradu dengan riak ombak yang berlomba mencapai daratan, tetap tak mampu menghanyutkan segala rasa yang tertambat dalam relung jiwanya, terdalam.Dicobanya untuk sekali lagi membuang memoir lama dalam tiap byte memori otaknya ke luas hamparan air laut yang terbentang di pelupuk matanya, namun…entah, teramat sulit dilakukannya !
Camar laut yang mulai menukik halus, membelah horizontal fatamorgana garis cakrawala, dirasakan Hanudin begitu mengejek segala ketidakberdayaanya saat ini. Ketidakberdayaannya menentang nasib dan hukum alam yang telah biarkannya terus dirundung malang. Tapi, itulah seleksi alam !. Prosesi hidup yang evaluasikan siapa yang mampu bertahan dalam segenap kekurangan, keterbatasan, serta ketidakberdayaan makhluknya.
Beberapa tahun yang lalu, sebuah kabar sampai di telinganya. Kabar yang akhirnya membuatnya berada dalam penantian, sebuah penantian yang takkan pernah tertunaikan. Mei meninggal dalam perjalanannya menuju palembang. Kapal yang ditumpanginya tenggelam hingga menewaskan seluruh awak kapal dan penumpangnya. Begitu yang ia ketahui dari Baba Mei.
Masih Hanudin ingat. Saat di mana ia pernah khawtir dengan pelanggaran yang telah Mei lakukan beberapa jam seteleh tetua kampong mengumumkan pantangan untuk tak menangkap ikan.Dan kekhawtiran itulah yang kini malah jadi kenyataan.
Din memang tak sepenuhnya yakin dengan akibat yang terjadi pada mei karena pelanggaran itu. Yang jelas din yakin, apapun yang terjadi pada mei, dan padanya, semuanya adalah kehendakNya, kehendak yang tak seorang manusia pun yang mampu menduganya.
Din menghela nafas panjang. Perang ketupat baru saja usai. Entahlah, apakah di perang ketupat tahun depan, Din mampu berada dalam penantiannya ini. Penantian yang ia tahu, sampai kapanpun, tak kan pernah tertunaikan.
Senja telah beranjak turun. Dari arah kejauhan, di luas cakrawala yang telah beranjak membentangkan layarnya, Din menatap hampa pada bulan yang bersembunyi di balik temaram jingga. Hingga ia rasakan kehampaan di sana.Kehampaan yang teramat sangat. Di saat ia menatap hampa, pada bulan yang tersenyum kering di ujung pantai pasir kuning.
_selesai_

Catatan :
1. Tempilang : nama kota kecil di Pulau Bnagka, tempat diselenggarakannya adapt Perang ketupat. Dan pantai pasir kuning adalah nama pantai tempat berlangsungnya pesta adat Perang Ketupat.
2. Penimbangan : Ritual pemberian makanan kepada makhluk halus yang dipercayai bermukim di darat, di mana tiga orang dukun secara bergantian membacakan mantra-mantra, pemanggil makhluk halus penghuni wilayah darat yang dipercayai sebagai penaga kampong terhadap serangan makhluk jahat dari luar desa Tempilang.
3. Ngancak : Pemberian makanan kepada makhluk halus yang bermukin di laut, terutama siluman buaya.
4. Perang ketupat : Peperangan ketupat antara dua kubu yang bertujuan untuk memerangi makluk halus jahat yang menggangu masyarakat.
5. Nganyot perae : prosesi menghanyutkan perahu kecil berisi makanan, seperti ketupat dan lauk pauk oleh dukun laut yang dimaksudkan untuk memulangkan tamu-ytamu makhluk halus yang datang dari luar desa Tempilang.
6. Taber Kampung : Penutup dari seluruh prosesi upacara yang bertujuan memasang tasak besek dan buyung sumbang.
7. Pantangan-pantangan pasca perang ketupat bagi masyarakt kota Tempilang selam 3 hari terhitung sejak perang ketupat dilaksanak diantaranya menangkap ikan di laut dengan cara apapun, memukul kain ke air, mencuci kelambu di sungai/laut dll, yang jika melanggar diyakini akan mengalami bentuk kecelakaan di laut.

Bro in GaJee'SAction

0 komentar




The Greatest Smille

0 komentar




Jumat, 27 Maret 2009

GaJee.....

0 komentar
Sepotong Mimpi Untuk Rey




“Aku kangen asrama, rey…”
Seutas kalimat ini keluar begitu saja dari mulutku dari akhir curhatku ke reyza sore hari ini. Berjam-jam di sini, di tepi kolam ikan taman rumah rey, ditemani secangkir teh cukup membuatku menemukan pada akhirnya apa yang ingin aku ungkapkan. Meskipun ini adalah cerita pertama dengan tema yang berbeda dari sebelumnya, aku tahu rey pasti memahami apa yang saat ini tengah kurasakan.
“Kalau itu yang memang membuatmu merasa sedikit lebih baik, akan kuatur semuanya”
Reyza memegang tanganku erat. Kusandarkan kepalaku ke bahunya. Aku menatap ke hamparan rumput hijau nila yang tertata rapi, semilir angin di sore ini setidaknya mampu membuat kepalaku sedikit merasa lebih ringan. Beban yang selama seminggu ini mendera, akhirnya kutemukan juga solusi dari semuanya. Aku ingin kembali kesana…Secepatnya,

*-*-*
Aku merapikan lipatan terakhir baju di dalm koperku. Siang ini juga, tepat pukul 2, pesawat yang akan membawaku ke bangka akan diberangkatkan. Semua jadwal yang dulu pernah tersusun di sini, akhirnya akan terwujud juga. Rey yang meyiapkan semuanya. Aku memeluk sahabatku erat. Betapa dia tahu, hal ini sangat begitu penting untukku. Pulang ke bangka, kampung halaman yang telah lama tak kukunjungi. Awalnya Rey akan berangkat bersamaku, namun begitu kukatakan bahwa aku akan baik-baik saja selama di sana, sekalipun dalam perjalanannya akan kulalui seorang diri, toh rey akhirnya lebih mengerti maksud dari alasanku yang sebenarnya. Bahwa aku memang ingin menghabiskan waktu dan menikmatinya dengan caraku tersendiri seperti biasanya, berkutat dengan kesendirianku.
“Kalau perlu apa-apa, kabari aku. Di bangka, kenalanku lumayan banyak.Dan bantuan akan siap kapanpun kau mau”
Aku tersenyum. Rey berdiri di ambang pintu.Memperhatikanku sedari tadi.
“Kau tak perlu bersusah payah. Aku masih cukup kuat kalau hanya untuk menelpon rumah sakit terdekat ataupun agen tiket pesawat agar memulangkanku ke Jakarta” candaku pelan. Jelas rey tak suka seperti biasanya. Bukanlah suatu hal yang patut diguyonkan, begitu pasti yang akan diucapkannya.
“Ransel ini harus kau bawa ke manapun kau pergi. Dan ini, ini alamat yang bisa kau tuju jika kau benar-benar memerlukan bantuan saat itu juga. Aku bisa datang dan menemuimu di sana”
Rey memberikan sebuah ransel biru dan selembar amplop putih kepadaku.
“Jangan sampai lupa kau bawa” lanjutnya.
Aku memasukkannya ke bagian dalam tas ranselku. Di bagian yang tanpa Rey tahu, bagian terdalam dari semua barang yang ada di dalmnya. Berharap tak akan pernah kusentuh untuk kedua kalinya. Bergegas kututup ransel, jangan sampai rey menyadarinya dan lantas kemudian menegurku.
Detik selanjutnya, kupilih untuk diam. Larut dalam pekerjaan yang harus segera kuselesaikan. Dan dari sudut mataku, aku tahu, bahwa rey terus saja memperhatikanku_lekat.

*-*-*

“Hati-hati di jalan. Jangan lupa menelponku setiap saat”
Rey menyerahkan sebuah ponsel ke dalam genggaman tanganku.Aku memperhatikannya lekat.
“Masuklah”
Ucapnya segera.sebelum sempat aku menanyakannya lebih lanjut.
Kumasukkan ponsel itu ke dalam sakuku. Pesawat yang akan membawaku ke bangka sebentar lagi akan berangkat.
Aku tersenyum ke arah rey, memberi isyarat bahwa sebentar lagi aku akan berangkat.
“Semoga liburanmu menyenangkan”
Aku tahu itu, Rey.Dan itu yang akan kukatakan padamu juga.
Detik selanjutnya kupeluk rey erat.
“Terimakasih untuk semua ini” bisikku pelan. Rey memelukku lebih erat lagi.

*-*-*

Perjalanan yang membawaku ke bangka akan menghambiskan waktu selama satu jam. Satu menit yang lalu, Jakarta telah kutinggalkan. Kurogoh saku sweaterku, ponsel yang diberikan rey ada di sana.Bergegas kupindahkan ke dalam tas sandangku, agar lebih aman. Toh, aku juga takkan menggunakannya selama di sana.
Hamparan biru laut telah membentang jauh berapa kaki di bawahku.
Kupilih untuk tak menghabiskan sisa perjalanan ini hanya dengan memejamkan mata. Terlalu berharga untuk melewatkan setiap detik perjalanan ini. Sekalipun jelas kurasakan lelah. Semalam, tanpa sepengetahuan rey, kuhabiskan setengah malam suntuk hanya untuk membuat daftar tempat apa saja yang ingin kukunjungi Selama di bangka. Semuanya terekam juga dalam memori otakku erat. Telah sekian lama kurencanakan perjalanan ini. Pulang ke bangka, merasakan debur ombak pantai tenang, semilir angin laut serta mencium bau khas air pantai sembari menanti sunset tiba merupakan ritual wajib yang tak boleh terlewatkan. Bangka memiliki banyak potret landscape panorama pantai yang tak kalah indahnya dibandingkan kuta ataupun senggigi. Ah, betapa sangat kurindukan semua itu. Aku pulang…

*-*-*
Rey menatap lurus kea rah jalanan kota Jakarta yang semakin padat. Terjebak dalam kemacetan seperti biasanya. Matanya tertuju kea rah bingkai photo yang berada di atas dashbor mobil yang dikendarainya. Ia dan sitta ada di sana. Photo terakhir yang diambil di depan siluet patung singa, ketika ia dan sitta menghabiskan malam tahun baru di singapura penghujung tahun lalu.
“Kita akan mengunjungi semua tempat indah di belahan dunia ini, rey” ucap sitta optimis saat itu, saat untuk pertama kalinya petualangan itu dimulai.Paris menjadi kota pertama yang mereka kunjungi. Dan tentu saja, kemegahan menara Eiffel menjadi bukti bahwa saat itu adalah titik awal dimana rey mulai memasukkan seorang sitta dalam kehidupannya.Meskipun posisinya hanya sebagai seorang sahabat. Sitta memiliki pandangan lain dalam menilai kehadiran dirinya, yang ia tahu.
“kita memiliki banyak waktu untuk hari ini dan seterusnya” sitta menggenggam erat tangan rey saat collozium roma menjadi tujuan kesekian yang mereka capai. Imperium, Spartan, Galadiator menjadi bahan cerita yang tak hentinya keluar dari mulut sitta.
Dan perjalanan kali ini, rey memilih untuk tidak ikut. Meskipun ia tahu, kepergian sitta kali ini menjadi ending tersendiri yang bisa ia tebak selanjutnya. Dan rey kembali tenggelam dalam pemikirannya sore hari ini.

*-*-*

“Akhirnya dia menikah juga rey,”
Rey memelukku erat…membenamkan kepalaku ke dalam pelukannya. Airmataku jatuh. Entah berusaha untuk tetap tersenyum atau malah memilih untuk larut dalam berita kesedihan ini.Arie adalah masa laluku. Dia adalah bagian hidup yang memang tak dapat terbuang, ataupun dibuang. Sampai saat inipun…
Reyza terdiam. Kali ini kebimbangan yang sama menyelimutinya. Di satu sisi, sebagai satu pihak yang sedikit banyak mengharapkan ini terjadi, hal ini menjadi berita gembira yang menunjukkan bahwa kesempatan itu semakin terbuka. Tapi di sisi lain, sebgai seorang sahabat tak mungkin begitu saja lantas rey menunjukkannya di moment-moment seperti ini di hadapan sitta.
“Aku gak pernah rela rey…”
Dan tangis sitta pecah, seperti halnya hati rey begitu mendengarnya.
*-*-*

Aku mencintaimu laksana angin yang ketika hujan mampu menggantikan panasmu di penghujung musim ini…-Rey-

Secarik kertas, lebih tepatnya potongan kertas jatuh di pangkuanku. Kulihat sekelilingku, tak ada siapapun. Kosong.

*-*-*

Pesawat yang membawaku ke bangka, mendarat dengan sempurna di bandara sepintu sedulang, pulau bangka. Bergegas kukemasi barang-barang dalam bagasi atas.Kali ini aku tidak ingin terlambat. Aku harus tiba di sana secepatnya, sebelum hal itu terjadi.
Baru saja kulangkahkan kaki menuju pintu pesawat.Sesuatu bergetar dari arah saku sweaterku.Ponsel yang diberikan rey.Kuindahkan saja, aku tidak ingin kali ini kembali kulakukan langkah yang salah. Aku tahu, rey pasti hendak menelponku. Maafkan aku rey,..tak bisa dengan begitu saja kutamatkan perasaan yang selama ini kujaga dengan lantas menggantikannya dengan sesuatu yang baru beberapa tahun ini mencoba untuk kurasakan.
Semua mimpiku, impianku, mengelilingi semua tempat terindah di dunia ini, adalah bagian sisa kenanganku dan masa laluku bersama arie, sekalipun yang ada pada saat itu adalah kau rey…Tapi, bukan berarti semuanya terganti begitu saja. Terlalu banyak yang telah kukorbankan bersamanya rey, tak semua cerita itu kau tahu, dan tak semua bagian itu harus kubagi apalagi kutukar denganmu…
Aku menghembuskan nafas pelan. Bau tanah bangka, menjadi hal tersendiri, bahwa aku sangat merindukan semua ini. ..Maafkan aku rey,
Kugigit bibirku pelan. Miris. Kupejamkan mataku, kumelangkah pasti, berharap apa yang kulakukan ini tak salah, yang kemudian harinya tak akan kusesali. Aku yakin itu,
*-*-*
Tuttt…tuttt…
Tak ada jawaban. Untuk kesekian kalinya.
Sitta tak mengangkat telponnya.
Semuanya akhirnya terjawab jelas. Kepulangan ini takkan terbalas seperti apa yang diharapkannya. Akhir yang indah..
Rey mencoba sekali lagi, mungkin untuk yang terakhir kalinya. Ditekannya no tujuan panggilannya. Atas nama sitta.
Tutt…tutt…
Senja semakin beranjak turun. Ruang tunggu keberangkatan luar negeri sudah semakin ramai. Rey memeriksa semua yang telah disiapkannya. Tidak satu minggu yang lalu, beberapa bulan,bahkan 2 tahun yang lalu…saat disampingnya perempuan bernama sitta selalu ada. Perancis, London, amerika, menjadi tempat tersendiri. Dan kali ini, tujuan terakhirnya adalah belahan afrika. Rey telah memutuskan untuk menerima tawaran tugas sukarela praktik ke salah satu Negara di afrika. Sebagai bentuk pengabdiannya. Dan tentunya….terhadap janjinya pada diri sendiri, bahwa ketika mimpi satu tak kau capai, kejarlah mimpi lain yang Selama ini sempat kau tinggalkan..
Sitta telah mengejar mimpinya..Setidaknya dulu, beberapa waktu yang lalu, mereka pernah mengejar mimpinya bersama-sama…
Dan kali ini, sebuah pilihan telah diputuskan.
Tutt…Tuttt…
Tak ada suara.
Terima kasih sitta untuk dua tahun terakhir ini.
Atas mimpi yang selama ini pernah kita raih bersama.
Rey menatap ke depan. Sebentar lagi pesawat yang akan membawanya meninggalkan Jakarta akan segera berangkat. Entah kapan lagi, akan dijejakkan kakiknya ke sini. Nun jauh di sana, di pulau seberang, terpisahkan laut, rey yakin, sitta pun telah mengejar mimpinya.
Rey menatap selembar kertas yang didapatinya, dimalam sebelum keberangkatan sitta ke bangka. Saat sitta tertidur, dan didapatinya lembaran kertas ini tanpa disengaja, entah apakah menjadi takdir atas jawabannya selama ini bahwa sekian tahun posisi arie tak pernah bisa mampu digantikannya. Dan daftar itu…daftar tempat-tempat yang akan dikunjunginya di sana…tempat yang dulu dan sekarang menjadi kenangan sitta…bersama arie.
Rey menatap pelan.
Dingin ruangan ini benar benar dirasakannya.
Tuttt….
Tak ada jawaban.
*-*-*

Aku tidak jadi menikah.Kita akan pergi meninggalkan semua ini.
Kutunggu kau di ruang tunggu keberangkatan, 5 menit setelah pesawatmu datang. Aku telah menyiapkan tiket menuju padang. Disana kita akan memulai segalanya dari awal kembali

-Arie-

*-*-*


SELESAI

Yogyakarta, 22:00 Maret 2709
“The impossible happening story…”

Senin, 23 Maret 2009

01:47

0 komentar
Zzzzzzz.....
hoaaaa...ngantuk...

(he..kebalik ^_^)

Hati Ibarat Rumah

0 komentar
Ada tiga macam rumah, Pertama Rumah raja, di dalamnya ada simpanannya, tabungannya serta perhiasannya. Kedua Rumah hamba, di dalamnya ada simpanan, tabungan dan perhiasan yang tidak seperti yang dimiliki seorang raja. Dan ketiga adalah Rumah kosong, tidak ada isinya.

Jika datang seorang pencuri, rumah mana yang akan dimasukinya?

Apabila anda menjawab, ia akan masuk rumah yang kosong, tentu suatu hal yang tidak masuk akal, karena rumah kosong tidak ada barang yang bisa dicurinya.

Karena itulah dikatakan kepada Ibnu Abbas Radhiallahu 'anhu, bahwa ada orang-orang Yahudi mengklaim bahwa di dalam shalat, mereka 'tidak pernah terganggu', Maka Ibnu Abbas berkata: "Apakah yang bisa dikerjakan oleh syetan dalam rumah yang sudah rusak?"

Bila jawaban anda adalah: "Pencuri itu akan masuk rumah raja." Hal tersebut bagaikan sesuatu yang hampir mustahil, karena tentunya rumah raja dijaga oleh penjaga dan tentara, sehingga pencuri tidak bisa mendekatinya.

Bagaimana mungkin pencuri tersebut mendekatinya sementara para penjaga dan tentara senantiasa siap siaga di sekitar raja?

Sekarang tinggal rumah ketiga, maka hendaklah orang-orang berakal memperhatikan permisalan ini sebaik-baiknya, dan menganalogikannya (rumah) dengan hati, karena inilah yang dimaksudkannya.

Hati yang kosong dari kebajikan, yaitu hati orang-orang kafir dan munafik, adalah rumah setan, yang telah menjadikannya sebagai benteng bagi dirinya dan sebagai tempat tinggalnya. Maka adakah rangsangan untuk mencuri dari rumah itu sementara yang ada didalamnya hanyalah peninggalan setan, simpanannya dan gangguannya? (rumah ketiga).

Hati yang telah dipenuhi dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa ta'ala dan keagungan-Nya, penuh dengan kecintaanNya dan senantiasa dalam penjagaan-Nya dan selalu malu darinya, Syetan mana yang berani memasuki hati ini? Bila ada yang ingin mencuri sesuatu darinya, apa yang akan dicurinya? (rumah pertama).

Hati yang di dalamnya ada tauhid Allah, mengerti tentang Allah, mencintaiNya, dan beriman kepadaNya, serta membenarkan janjiNya, Namun di dalamnya ada pula syahwat, sifat-sifat buruk, hawa nafsu dan tabiat tidak baik. Hati ini ada diantara dua hal. Kadang hatinya cenderung kepada keimanan, ma'rifah dan kecintaan kepada Allah semata, dan kadang condong kepada panggilan syetan, hawa nafsu dan tabiat tercela.(rumah kedua)
Hati semacam inilah yang dicari oleh syetan dan diinginkannya. Dan Allah memberikan pertolongan-Nya kepada yang dikehendakiNya. "Dan kemenanganmu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi maha bijaksana." (Ali Imran:126)

Syetan tidak bisa mengganggunya kecuali dengan senjata yang dimilikinya, yang dengannya ia masuk dalam hati. Di dalam hati seperti ini syetan mendapati senjata-senjatanya yang berupa syahwat, syubhat, khayalan-khayalan dan angan-angan dusta yang berada di dalam hati.

Saat memasukinya, syetan mendapati senjata-senjata tersebut dan mengambilnya serta menjadikannya menetap di hati. Apabila seorang hamba mempunyai benteng keimanan yang mengimbangi serangan tersebut, dan kekuatannya melebihi kekuatan penyerangnya, maka ia akan mampu mengalahkan syetan. Tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah semata.
 

aku punya blog !!! Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez