Sabtu, 28 Maret 2009

Fragmen #1 Mimpi seorang Seeta


Oshie Atami




THE BLACK HOLE
_true or dead_







“…benar-benar imaginative. Oshie atami adalah The Indonesian JK. Rowling. Pembaca benar-benar diajak masuk ke dunia khayal seorang oshie atami. Benar-benar salut. Akhirnya satu lagi penulis muda berbakat yang dimiliki dunia kesastraan Indonesia…”
_Andrea Hirata, Penulis Novel Tetralogi Laskar Pelangi_


























…..
Angin berhembus kencang di siang, yang saat itu bagaikan malam. Padahal jarum
Jam besar kota setempat baru saja menunjukkan pukul 12 teng. Sangat kontras sekali. Debu-debu jalanan tertiup, menari-nari di ruas-ruas jalanan kota. Keadaan sepi. Hanya tampak seorang pria tua, berjalan tergopoh-gopoh, mengangkat sekeranjang penuh buah berry, yang nantinya akan dibawanya pulang.
Sementara itu langit berawan hitam kelam, tampak meningkahi riak angina yang tertiup bagaikan badai, yang mungkin saja merobohkan tiang-tiang pancang, yang saat malam, menyinari ruas jalanan, tampak terang. Berbeda sekali dengan awan, yang mungkin_beberapa menit lagi akan menumpahkan segenap bebannya.
Dari arah selatan kumpulan pertokoan, yang kini tampak melenggang sepi, sesosok berjubah hitam_tampak kerepotan dengan jubahnya_berjalan pelan. Derap langkah kakinya beradu dengan keheningan, yang diiringi tak-tik-tuk jarum jam yang berada tepat di atasnya.
Seorang wanita, berwajah indo, Mongolia_eropa, meyembul dari balik kerudung jubah hitam pekat yang sedari tadi menutup hampir setengah horizontal wajahnya. Mata alpen hijau tua, memandang tajam pada sekelilingnya. Kosong. Tangannya menyembul dari balik lengan jubah panjangnya, dan detik berikutnya mengambil sesuatu dari saku baju, dan….tampaklah sesuatu yang berkilauan, tertimpa berkas sinar matahari yang tersembunyi di balik awan kumulus_langit.
Warnanya hijau zamrud tua, lebih tua dari mata sang pemiliknya, wanita yang saat ini tengah mengacungkanny ke udara. Mata alpen hijau tua itu saling bertubrukan dengan benda hijau tepat di atas pandangannya. Tangannya perlahan meremas, seolah-olah tak ingin siapapun_tangan lain yang menggenggamnya, apalagi memilikinya.
“Yang mulia Maganta, pasti akan sangat senang dengan apa yang berhasil kudapatkan. Dunia akan berada dalam genggaman. Tinggal menunggu waktunya”
Ucapnya dingin, dengan seringai tajam, setajam mata alpen hijau tuanya. Ia tak menyadari sama sekali, di sekelilingnya. Bahwa di suatu sisi terpencil pelataran ruas kota, sesosok laki-laki dari tadi mengamatinya. Mengamati tingkahnya yang terbilang ganjil.
Dari radius beberapa meter, seorang laki-laki tua, tepat di belakang tong besar sampah kota, tengah berdiri mematung, terdiam membisu. Hanya sesekali gumaman keluar dari mulutnya. Gumaman yang tak jelas. Matanya menyipit, berusaha menangkap jelas, pemandangan kabur di hadapannya, dengan mata tuanya.
Baru saja langkahnya hendak menjauh, sekeranjang penuh buah berry, meluber keluar, ke arah jalanan, hingga mengeluarkan buyi kisruh terkena sandungan kaki kirinya.
Kepanikan menyergap wajahnya_pias. Deru_degap jantungnya bekerja cepat, ketika sesosok tubuh yang sedari tadi diperhatikannya , tanpa sempat diperkirakannya, membalik tubuh, dan menatap tajam, setajam seringaiannya.
BLLLAAARR !!!
Kepulan asap pekat memenuhi ruas jalan. Sebuah ledakan baru saja terjadi. Ledakan yang menimbulkan bunyi yang teramat dahsyat, bahkan melebihi kapasitas ultrasonografi siapapun yang mendengarnya.
Dari arah tepat ledakan terjadi, seorang wanita tampak baru saja memasukkan sesuatu ke dalam saku jubahnya. Tangannya menepuk-nepuk halus jubah hitamnya yang memutih terkena butiran-butiran halus yang berkilau keperakan.
“Laki-laki tua bodoh…” ucapnya dingin.
Dan detik berikutnya, dengan sekali kibasan jubahnya, ia melesat cepat. Hilang ditengah keheningan. Lenyap.
Sementara itu dari arah satunya, kepulan asap baru saja tak berbekas. Sesuatu yang mengerikan baru saja terjadi.
Seorang laki-laki tua, dengan mata terbelalak lebar, terbujur kaku, sekaku saraf serta persendiannya, yang berhenti berdetak. Tewas. Dari kecelakaan yang menimpanya, tak seorangpun yang menduganya. Sesuatu mengerikan, yang kabar kemunculannya, suatu waktu nanti akan menjadi berita besar. Hening.
Hanover, 2015
Kereta listrik bawah tanah barat daya baru saja memberhentikan penumpangnya tepat saat jarum panjang menunjukkan angka 9 waktu setempat. Masih terlalu siang untuk ukuran kota yang bahkan tak mempunyai waktu tidur massal ini.
Seorang wanita baru saja keluar dari desakan penumpang lain yang selama sejam lebih berjubelan bagaikan ikan sarden, menanti saat pembukaan kaleng. Masih dengan rambut kusut masai-nya yang jarang tersentuh sisir apalagi minyak creambath sebagaiman layakya wanita kebanyakan, ia berjalan keluar. Tak banyak yang ia bawa dari tempat kenaikannya dari tempat awal keberangkatan. Hanya sebuah tas rajut wol yang warnanya tak keruan lagi, antara putih –hitam-abu-abu, terselempang di bahu cekingnya. Penampilannya sangat kontras sekali dengan pemandangan sekeliling. Sesekali disekanya kacamata berdiameter lima centinya dengan saputangan bermotif kuntum magnolia jingga, yang senantiasa dibawanya ke manapun pergi diakibatkan penyakit bawaannya, sinusitis akut. Sehingga tidak ada alasannya untuk lupa, apalagi meninggalkannya.
Brakkk !!!
Tanpa sengaja kakinya menyenggol sesuatu. Sesuatu yang besar hingga tulang kering kakinya miris, sakit.
“Hei kau, kalau jalan lihatlah ke sekeliling. Tong sebesar ini masih saja kau tabrak”
Wanita itu hanya menyunggingkan seyum tersingkatnya. Seorang lelaki gemuk berperawakan tinggi besar baru saja menegurnya. Ia hanya memandang sekilas ke arah lelaki gemuk itu. Ditatapnya sekali lagi. Tiba-tiba ia teringat seseorang yang ulas serta garis wajahnya mirip dengan seseorang yang pernah ia kenal. Tapi lupa, entah di mana. Apa mungkin…
Dicobanya untuk menghilangkan pikiran itu. Bergegas dipercepatnya langkah kaki yang beradu dengan irama sepatu kayunya. Lima belas menit lagi ia harus tiba di suatu tempat, kalau saja ia tak ingin ketinggalan kereta berikutnya

Jakarta dalam temaram, 00.01
“Kamu yakin Flo ?!”
“Brisik banget sih…Sudah kukatakan sebelumnya,. Anak bernyali ciut, dilarang ikut !”
Gadis berkepang dua itu menggeleng. Diarahkannya senter ke arah arloji otomatis di sisi kiri pergelangan tangannya. 00.01.
Angin malam serasa menerpa tengkuknya yang memang terbuka. Dingin. Tak pernah dibayangkan sebelumnya, kalau malam ini, tidur lelapnya akan tergantikan dengan tindakan yang menurutnya gila ini. Mengendap-ngendap di tengah rimbun pohon mahoni, di bawah temaram purnama bulat penuh, serta diiringi lolongan anjing penjaga gedung yang setiap saat mampu membangkitkan aroma pekat dalam setiap pacuan adrenalinnya.
Dari kejauhan sebuah jip hitam besar berada , yang beberapa menit yang lalu, ditinggalkan begitu saja dari pemiliknya, yang saat ini berada beberapa meter, dalam jarak yang lumayan jauh darinya. Angin berhembus demikian kencangnya. Tak bisa ditebak tempat apa ini sebenarnya_sebuah menara besar_yang tersegel papan kayu bertuliskan_Dilarang masuk, arus listrik bertegangan tinggi.Sementara di kanan kirinya_deretan pohon mahoni sebesar beringin_berdiri gagah_meskipun dedaunannya bergoyang ke kanan ke kiri mengikuti ritme angin malam.
“Flo…aku…aku takut”
Ucapnya sembari menggamit ransel besar yang ada di hadapnnya. Dibahu gadis yang dipanggil Flo.
“Kamu tenang saja. Gak bakal ketahuan kok. Sudah kupastikan, malam ini rencana kita pasti akan berhasil”
“Bu…bukan itu Flo…”
Suaranya tersekat. Mulutnya berusaha mengatakan lebih dari itu, tapi…sesuatu seperti menahannya.
“Lantas apa ?! Arwah wanita yang mati misterius dalam laboraturium itu ?!”
‘FLO !!!”
Kali ini suaranya tertahan, tertahan dalam pekikan yang sebisa mungkin tak dikeluarkannya. Terlalu beresiko untuk mengucapkan kata yang bahkan ketika matahari masih berada di sepenggalahpun, tak pernah terbesit dalam benaknya untuk menucapkan nama itu.
“Sudahlah Sybil…kalau memang kau tidak mau ikut, lebih baik kembalilah ke dalam mobil, tidur yang nyenyak tunggu aku di sana, sampai aku benar-benar kembali. Ok ?”
“Tapi Flo…”suaranya kembali tersekat. Sangat tidak mungkin kalau ditinggalkannya sahabatnya yang tengah berdiri dengan beraninya ini, seolah-olah saat ini mereka benar-benar akan mengalami sebuah perjalanan wisata yang begitu menyenangkan.
“Sybil…kau tahu sendiri kan, betapa sangat pentingnya misi ini bagiku. Jadi_jangan pernah terbesit sedikitpun dalam benakmu untuk membuatku mengurungkan semua yang telah kurencanakan dari jauh-jauh hari ini”
“Flo_perasaanku benar-benar sangat tidak enak saat ini. Lagipula_Semalam,aku bermimpi hal yang sama seperti apa yang terjadi pada dua malam terakhir ini, di mana_”
Gadis yang bernama flo itu terdiam_sebuah kepiasan menaungi wajahnya, jelas terpancar dari keremangan cahaya lampu santer yang berada dalam genggamannya.Samar-samar, namun cukup jelas dirasakannya.
“Flo_kumohon_urungkanlah niatmu.Aku takut_hal yang sama akan terulang lagi, dan_itu terjadi persis seperti apa yang ada dalam mimpiku”
Flo menarik nafas dalam. Sebuah perencanaan matang jelas telah direncanakannya jauh-jauh hari. Bagaimana mungkin, kalau semua ini akan diurungkannya begitu saja, hanya dikarenakan_sebuah_firasat mimpi_Sebuah firasat yang jelas tak menjamin sebuah kepastian dari kebenaran terjadinya ini.Tapi_tidak untuk firasat Sybil_Terang sekali bagaimana,firasat ini benar-benar tak bisa diindahkan begitu saja.
“Flo_ku mohon dengan sangat”
Suaranya terdengar melemah. Benar-benar sebuah permohonan yang sebelumnya tak pernah di ucapkannya.
“Sybil_kuhargai semua bentuk pengertianmu_serta kekhawatiranmu padaku akan hal ini_tapi_aku benar-benar_”
“Flo_sekali ini saja_turutilah apa yang kuinginkan_Selama ini aku benar-benar tak pernah berharap melebihi ini padamu.Flo_”
Pikirannya menerawang. Ditatapnya wajah yang tengah memelas di hadapannya, tetapi_sesekali itu pula dipandangnya jauh ke depan di hadapannya. Terbentang deretan pohon mahoni beradu dengan sinar-sinar lampu menara yang berdiri tegak tepat di depannya,menjulang dengan sebegitu angkuhnya seolah menarikknya untuk tetap melanjutkan apa yang telah dipirkannya sebelumnya.Sesuatu yang tersembunyi di sana jelas-jelas hampir menarik separuh minatnya.
Sekali lagi_ditepisnya jauh-jauh pikirsn itu.
“Flo_”
Flo tak bergeming hingga beberapa menit.
“Baiklah_kali ini kau menang Sybil. Jelas_aku lebih mempercayaimu ketimbang semua hal ini”
Ada gurat lega terpancar di wajah Sybil_akhirnya segala ketakuatan yang dipikirkannya_benar-benar tak akan terjadi.Tapi_entahlah_selama pikiran Flo tak berubah sedikitpun.
“Bagaimanapun semua petualangan yang telah kulakukan selama ini_tak kan ada artinya_jika kujalani semuanya seorang diri, teman”
Dan kali ini_sybil benar-benar tersenyum lega. Lebih lega dari apa yang terjadi saat pertama kali mereka merencanakan hal “abnormal” ini.Berkeliaran ditengah malam buta, ketika di mana semua orang “normal”kebanyakan justru terlelap dalam buai mimpi mereka masing-masing.

Pelataran Halaman SMA Elducate, pagi hari.
Bukk…
Sebuah bola basket terlempar jauh dari ringnya, jadi bisa dikatakan mental. Seorang lelaki tampak jelas menyiratkan wajah ketidakpuasannya pada peristiwa terlemparnya bola basket itu. Keringatnya bercucuran_jelas saja_sedari tadi_tak ada satu perlawanan berartipun yang di dapatnya dari”duel”nya ini, sekalipun di saat-saat di mana hampir saja bola itu melesat ke daerah kekuasaannya.Keringatnya ini justru lahir dari permainan yang jelas hanya dimainkannya seorang diri, padahal saat ini ia benar-benar tengah berduel.
“Kau kenapa sih Flo ?!”
Yang ditegur tak menjawab. Ia berlari ke arah di mana bola itu terpental. Ternyata_tepat berhenti di perbatasan kawat pembatas halaman sekolah_setinggi dua kali orang dewasa. Kawat yang menjadi pemisah antara wilayah sekolah_dan sebuah tempat_yang dikenal sebagai wilayah pensuplai energi listrik pemukiman yang berada di sekitarnya_termasuk pasokan listrik sekolah itu.
Mata Flo tertuju pada bangunan tinggi yang berada tepat di depan garis matanya. Menara Pensuplai_begitu yang selama ini di dengarnya.
“Kamu pernah ke sana, yoz ?”tanyanya begitu lelaki yang sedari awal bertanya padanya itu telah berada di sebelahnya.
Lelaki yang bernama Yoza diam.
“Sewaktu kecil_kakek pernah mengajakku ke sana. Tapi_jelas itu sudah lama sekali. Aku sendiri bahkan tak ingat lagi hal menarik apa yang pernah kulihat di sana”
“Kau tak ingat sama sekali ? Sedikitpun ?” Flo bertanya dengan nada yang tak biasa darinya.
Kembali Yoza menggeleng.
“Ingatanmu benar-benar payah.Padahal kau sendiri yang mengatakan kepadaku kalau selama berpuluh-puluh tahun kakekmu pernah bekerja di sana” Flo mendengus pelan, sembari tetap menatap tajam ke depan.
Yoza gelagapan. Jelas terpancar di wajahnya, pembicaraan ini benar-benar sangat tidak menyenangkan baginya.
“Kenapa sih_kau benar-benar begitu sangat ingin tahunya_pada menara tua ini ?”
Flo menoleh ke arah Yoza. Matanya menatap tajam pada lelaki yang berdiri di sampingnya.Sebuah penjelasan hampir saja bermaksud dikeluarkan dari mulutnya, sebelum akhirnya terlebih dahulu pertanyaan itu di jawab sendiri oleh orang yang justru menanyakannya.
“Karena kau tertarik pada dongeng kuno menara tua yang telah beredar di sekolahan ini selama berpuluh-puluh tahun silam ?!”
“Yoza !!!” Flo mendelik. Tak pernah terpikirkan dalam benaknya kalau sampai memancing amarahnya sejauh ini.
“Kupikir kau tak sama seperti mereka_yang terlalu larut dalam dongeng itu_Tapi nyatanya_”
“Yoza_Kau tak mengerti_Menurut cerita MAng Urip di sana_”
“Flo “
Sebuah suara memanggilanya dari kejauhan. Seorang wanita berkepang dua, berperawakan cukup tinggi, dengan kaca mata berbingkai cokelat di wajahnya, cukupp mewaikili ketekunan dari si pemakainya.
“Sore ini_kamu pulang saja dulu, yoz.Aku masih punya urusan dengan Sybil.Ada rapat redaksi sepulang sekolah”
Yoza tak bergeming. Diambilnya bola basket yang sedari tadi tertambat di ujung perbatasan pagar kawat.Detik berikutnya, ia telah berlalu meninggalkan Flo sendirian. Flo menatap kepergian Yoza dengan nelangsa. Selalu seperti ini akhirnya. Flo menoleh ke arah belakang, bangunan itu masih berdiri dengan tegaknya.

0 komentar on "Fragmen #1 Mimpi seorang Seeta"

 

aku punya blog !!! Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez