Sabtu, 05 September 2015

“Kapan Married ?”








Kayaknya judul postingan kali ini menjadi pertanyaan yang paling banyak ditanyakan pada wanita usia 25-an. Sebenarnya kapan pertanyaan itu dilayangkan_berbeda bagi tiap-tiap kondisi. Kalau di kota-kota besar, mungkin pertanyaan tersebut memang kerap ditanyakan di usia seperempat abad tersebut. Tetapi di daerah-daerah, terkadang begitu seseorang selesai menamatkan pendidikannya (biasanya selepas SMA) dengan kondisi sudah bekerja, pasti akan dilayangkan oleh pertanyaan yang bagi sebagian wanita_sama annoyingnya dengan pernyataan “kok kamu gendutan yaa”, “kok kamu iteman yaa”.

Entah mungkin budaya kita (di Indonesia) yang cenderung ‘kepo’ terhadap personal life seseorang. Meskipun dapat dipastikan almost 90% orang yang bertanya Cuma sekadar “pengen tau aja”, atau malah “pengen nanya aja”. Tapi kadang tanpa kita sadari, tak semua pertanyaan tersebut dijawab dengan dasar “yaa pengen jawab aja” juga. Bagi sebagian orang, pertanyaan seperti “Kapan Married?”, “Kapan punya mantu?”, “Kapan ngundang?” bagi mereka adalah pertanyaan yang sensitive, kalau bisa jangan pernah sekalipun diutarakan ,terlebih di momen-momen tertentu. Semisal acara nikahan, syawalan, reuni. Karena terkadang ada beberapa perempuan yang menghindari datang acara-acara silaturahmi hanya karena ingin menghindari terpaan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bagi yang plegmatis, mungkin pertanyaan tersebut gag gitu susah buat dijawab, cukup bilang “belum ada calon” dkk, bagi yang sanguinis justru dijawab dengan jenaka “Makanya cariin aku calonnya dong”, si korelis justru dengan lantangnya menantang balik si penanya dengan “nah situ sendiri kapan ??” (kalau memang kebetulan yang nanya juga belum menikah),atau kalau lebih berani lagi nanya “Emang Situ kapan punya baby ??” (kalau pas si penanya sudah menikah tapi belum punya anak). Well, bagaimana dengan si sensitive melankolis ?


Saya pribadi yang memang berkepribadian melankolis plegmatis, pertanyaan “Kapan Nikah?” adalah pertanyaan “jackpot”. Artinya, apes-apesan seseorang aja bakal saya jutekin atau gag. Kalau memang sikonnya pas, mood saya lagi bagus, atau si penanya adalah orang yang memang tulus nanya (beneran berempati, bukan sekedar nanya), pasti cukup saya jawab “ditunggu yaa”, atau “do’ain ya”. Tapi kalau sebaliknya, hmm…siap-siap saya blackist. Karena bagi saya, pertanyaan “Kapan Nikah?” itu pertanyaan yang kadang super duper annoying. Karena kenapa ?

Pertama, menikah itu bukan perkara cepet-cepetan. Everything need time.. Semuanya punya waktunya sendiri-sendiri. Daripada kepo nanya, mending focus nyari solusi buat yang ditanya. Thanks God nya saya gag jomblo. Kalau pertanyaan tersebut ditanyakan ke perempuan yang masih single kan kayaknya gag fair aja. Toh kalau dia mau, besok nikah ke KUA juga bisa. Jadi daripada kita nanya kayak gitu, mending take the real action aja, “eh aku punya kenalan nih, insyaAllah orangnya baik dan bertanggung jawab, mau tak kenalin gag ?”. Tuh, kan lebih focus ke solusi, bukan Cuma “focus” ke masalah.

Kalau di Korea, orang-orang terdekat akan berlomba-lomba melakukan “blind date” alias mengadakan pertemuan yang bertujuan untuk mengenalkan entah anak/saudara/sahabat/rekan kerja/adik-kakak ke orang-orang yang mereka rasa pantas dan layak untuk dijadiin pasangan hidup bagi orang terdekatnya itu (ketika sama-sama sreg). Bedanya hampir kebanyakan, pihak yang akan dikenalkan/atau mau dikenalkan, sudah diminta izin terlebih dahulu. Dan punya hak untuk menolak jika dirasa masih kurang pas. Berbeda dengan di Indonesia, ajang jodoh-jodohan cenderung bersifat mengikat. Artinya, ketika sudah ditahap dikenalkan (apalagi jika yang mengenalkan adalah orang tua/orang yang lebih tua), maka kemungkinan besar adalah “lanjut atau terus” :P. Kalau menolak, pihak yang telah mengenalkan cenderung akan merasa tidak enak hati. Padahal kan kembali ke niat ya, mesti legowo kalau ada penolakan.

Yaa..begitulah hidup. Punya fase sendiri-sendiri yang harus dilewati dengan tahan hati. Setelah pertanyaan “kapan nikah?”, pertanyaan-pertanyaan lanjutan akan menyusul , semisal “kapan punya anak?”, “Anaknya sekolah di mana ?”, “Kapan punya mantu?” dll. Dan kita sebagai pasangan, harus saling menguatkan. Bahwa just take it slow setiap pertanyaan itu datang. Toh kita yang menjalani, orang lain hanya berhak “nanya”.

Tapi kalau saya pribadi, pilihanku adalah gag terlalu mau untuk nanyain pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya personal seperti itu ke orang-orang yang ditemui. Menghargai dan Toleransi aja. Toh saya cukup smart buat mikir atau nebak tuh orang udah nikah atau udah punya anak apa belum, gag perlu susah-susah nanya. Kalaupun nanti mereka mau nikah, pasti dikabarin. Kalaupun mereka udah hamil, pasti perutnya buncit. Sesimpel itu aja. J

0 komentar on "“Kapan Married ?”"

 

aku punya blog !!! Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez