Minggu, 31 Mei 2015

Letter #1 To My Husband-to-be








Sudah lama tidak “ngobrol” di blog ini.. aktvitas blogging menjadi aktivitas yang tidak akan pernah saya tinggalkan, kalau di “pause”kan iya.
Kali ini saya akan bercerita tentang seseorang yang sudah “xx” bulan (haha silahkan diisi sendiri) hadir dalam kehidupan saya. Seseorang yang mungkiiiiinn…bagi kebanyakan orang “too good to be true” buat saya (karena saking sayanya yang gag banget ini,:D), seseorang yang jadi partner karib saya (teramat karib) sampai dia hapal kapan happynya saya, kapan mikirnya saya, kapan sedihnya saya, dia bisa menebak dengan tepat!. Dan seseorang yang saat saya menulis ini tengah memperjuangkan “kami” di kampung halamannya. Dan seseorang itu yang layak saya tulis di blog ini. Karena jujur saya jarang nulis tentang “seseorang” di sini (kecuali bias saya yaa, Oppa Onew,wkwkw)
Dia memang bukan yang pertama untuk saya, tapi dia pantas untuk menjadi yang terakhir. Saya mengenalnya bukan sehari dua hari sejak kami “resmi” sama-sama ya. Dia partner team terawet saya. Kalau dipindah team, pasti ada beliau. Jadi kalau berbicara tentang pola kerjanya, kurang lebih sama. Tapi tetap, dia yang di team berbeda dengan dia yang selalu ada “dekat” saya. Begitu juga sebaliknya. Selalu ada kejutan-kejutan yang saya rasakan “xx” bulan (lagi-lagi silahkan isi sendiri :D) sejak saya mengenalnya lebih dekat.

Tapi yang sangat saya respeki dari dia adalah dua hal. Pertama, bagaimana dia “membawa” saya ke keluarganya dan bagaimana dia “masuk” ke keluarga saya. Saya masih ingat satu hal ketika satu hari sebelum untuk pertama kalinya saya dipertemukan dengan kedua orang tuanya, dia mengatakan satu hal pada saya :

“laki-laki (espcecially o.k.a) jika sudah memperkenalkan seorang wanita kepada kedua orang tuanya,berarti dia sudah sangat yakin dan akan meyakinkan kepada kedua orangtuanya bahwa inilah yang akan diajaknya untuk hidup sama-sama”

Ya, dia selalu meyakinkan saya bahwa salah satu bukti keseriusannya adalah memperkenalkan saya kepada kedua orang tuanya. Dan begitu juga sebaliknya. Meskipun dia bukan yang pertama, tapi saya pastikan bahwa dia yang pertama dan satu-satunya yang saya perkenalkan secara resmi kepada orangtua saya, khususnya ayah saya.

Terimakasih Po,

Dari dulu saya cukup tau diri untuk tidak mengharapkan seorang kamu, even itu hanya dalam pikiran atau batin saya. Saya cukup menjejak bumi. Tapi dengan kamu menyayangi saya dengan memperjuangkan saya ke keluargamu sudah cukup membuat saya yakin bahwa “this is the best marriage proposal ever”. Kamu memang bukan tipikal pria-pria korea fantasy saya yang tiba-tiba bawa cincin dan berlutut sembari bilang “would you marry me?” tapi ya, tindakanmu dengan memperkenalkanku pada orangtuamu (terlebih ibumu) membuatku merasa_”I don’t need anything, when I have (these) everything”

Mungkin karena kita sama-sama tipe golongan darah B ya, makanya bagi orang kita bernilai cuek. Padahal aslinya gag. Tapi aku gag peduli itu, dan kamu pun gag peduli hal demikian. Yang kita lakukan hanya “keep calm and make our dreams happen”.

Semangat yaa buat kita, Po

You are half of me, understanding me well..know very well how to train my ego..
Benar kata orang, soulmate itu bukan orang yang satu karakter sama kita, tetapi “belahan” kita yang lain. Ibarat dua kutub yang berlawanan, tapi pada dasarnya “nyatu”. You are my opposite shadow, that’s why people called soulmate is like a mirror. Two different side shadows, but basicly it is the “ONE”.

Xie Xie, Gomawoyo, Arigatou Po,


0 komentar on "Letter #1 To My Husband-to-be"

 

aku punya blog !!! Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez