Selasa, 09 Oktober 2012

Loveable Namsan (ep 4)


 





Bangunan bertingkat empat ini memang tidak setinggi bangunan dengan fungsi sejenis lainnya. Tapi tetap saja sama saja keadaannya dengan bangunan tingkat sekian puluh tapi dengan kondisi _terdapat lift pengangkut ke setiap lantai yang ada. Tapi ini tidak berlaku dengan apa yang tengah dialami langit.

Nafasnya memburu. Belum hilang sisa-sisa keletihan perjalanan panjang dari indonesia-KL-incheon,dan sekarang mau tak mau harus menyeret koper maroonnya hingga lantai empat.

“Aku akan pergi sebentar dulu, ada yang harus kukatakan pada salah satu temanku. Setidaknya mereka harus tau kalau kau akan menumpang di tempatku_dalam waktu yang tidak bisa diperkirakan”

Kwang jo memberikan sebuah kartu kepada langit, sesaat sebelum langit memulai “penderitaan”nya menyeret-nyeret kopernya menaiki tiap anak tangga menuju lantai 4, tempat di mana kamar kwang jo berada.

“begitu tiba di lantai 4, kamar yang paling ujung, itulah kamarku. Masuk saja, dengan cara menempelkan kartu ini ke sebuah mesin yang ada di samping pintu”

Kenapa di bangunan setinggi ini tak ada fasilitas lift setidaknya untuk mengangkut barang-barang besar..pikir langit. 

“dengan gaya hidup seperti ini , tidak heran kalau orang korea kebanyakan gag gemuk” langit berbicara sendiri, ia kini tiba di lantai 3. 

Ia memandangi pantulan bayangannya di cermin yang ada tepat begitu dia tiba di lantai 3. Peluh keringat membanjiri wajahnya. Penampilannya sudah tidak keruan lagi bentuknya. Anak rambut yang mencuat kemana-kemana, wajah berminyak kusamnya_yang menandakan harus segera mandi dan berbenah diri,dan...bajunya yang sudah dan memang gampang kusut_semakin terlihat tak keruan lagi penampakannya.

“fighting ! “

Langit melanjutkan kembali perjalanannya. Jarak antara satu lantai dengan lantai lainnya dipisahkan oleh dua kelokan tangga, satu tangga terdiri sekian banyak anak tangga, tidak tentu jumlahnya. Di lantai bawah tadi, langit begitu bersemangat menaiki anak tangga yang jumlahnya tak sebanyak dengan anak tangga yang saat ini tengah dinaikinya. Dan semakin ke atas, entah perasaannya saja atau bagaimana...jumlah anak tangga ini semakin banyak.

“di korea, jangan harap kau akan pergi kemana-mana dengan berkendara mobil, Budaya mereka lebih suka naik transportasi umum ketimbang naik kendaraan pribadi ke mana-mana” langit teringat pesan sally beberapa hari yang lalu.

Beruntung bekal hidup selama di singapore yang mengharuskannya ke mana-mana berpindah jalur MRT, sedikit banyak mengurangi kekhawatirannya akan kondisi yang akan dialaminya selama di korea. Tapi tidak dengan menyeret-nyeret koper besar menaiki anak tangga sebanyak ini.

“arrgggggg.....akhirnya sampai jugaa....” 

Langit menyenderkan badannya ke dinding, setelah pada khirnya dia berhasil mencapai anak tangga terakhir. Berbeda dengan lantai-lantai sebelumnya, karena ini adalah lantai paling atas, sekaligus rooftop, pasokan cahaya matahari lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Bedanya lagi, lorong2nya lebih sepi. Entah karena di jam segini adalah waktu kerja penghuninya, atau memang kondisinya selalu senyap seperti ini. 

Langit berjalan menuju bagian outdoor tempat dimana mesin-mesin air conditioner berukuran sebesar kulkas dan beberapa penggantung jemuran ada. Ditinggalkannya kopernya, langit berjalan keluar. Menghirup udara segar, dan melemparkan pandangannya ke sekeliling. Atap-atap bangunan, jalan layang dengan lalu lalang kendaraan, serta sekomplek luas warna hijau menarik perhatian langit. Lapangan berwarna hijau dan tertata rapi, tak lain adalah lapangan bola sebuah bangunan sekolah daerah setempat. Langit berdecak kagum, kali ini bayangan sekolah yang kerap ditemuinya di drama-drama korea dimana tokohnya merupakan anak SMA, memang sesuai dengan realita yang tengah dilihatnya sekarang.

“Kalau saja sekolah-sekolah di indonesia seperti ini...”

“ya ! langit-ssi..apa yang tengah kau lakukan di sana ?” sebuah suara membuyarkan pikiran langit. Langit menoleh ke arah sumber suara berasal. Kwang jo berdiri di pintu yang memisahkan outdoor dan indoor lantai empat.

“Urusanmu sudah selesai ??” tanya langit,seingatnya baru berapa menit yang lalu kwang jo memberikan kartu masuk untuk dirinya, dan sekarang..

“Kau belum masuk ke kamarku ?” tanya kwang jo, sembari menunjuk koper yang masih tergeletak ditinggalkan langit di ujung tangga.

“aaa..mianhaeyo..”

Langit buru-buru berjalan mengambil koper yang ditinggalkannya. Kwang jo mengehela nafas lega, untung saja dia belum benar-benar terlambat..

“ayo masuk”

Mereka berdua berjalan menuju kamar bertuliskan angka 426 yang terletak di ujung ruangan. Langit memberikan kartu yang tadi diberikan kwang jo padanya. Kartu yang berukuran seperti kartu atm atau kartu id lainnya itu tak lain adalah kartu masuk yang harus ditempelkan pada mesin pendeteksi. Setelah berhasil mengeluarkan tanda berbentuk O berwarna hijau pada layar hitam, barulah pintu akan bisa dibuka. Jadi meskipun di pintu ini terdapat gagang pintu, untuk dapat masuk, kita harus menggunakan kartu berwarna ungu ini, yang bertuliskan beragam deretan huruf hangul_yang langit sendiri tidak tau apa artinya.

Pintu pun terbuka..Lampu masuk otomatis menyala begitu mereka memasuki dalmnya. Terdapat tiga pasang sepatu yang tersusun rapi di “teras mini” menuju ruangan lainnya. 

Langit melepaskan sepatunya, menyeret kopernya, dan..betapa terkejutnya dia. 

“selamat datang..ini lah rumah kecilku” 

Kwang jo berjalan terlebih dahulu memasuki ruangan yang tak lain adalah ruang tamu merangkap ruang nonton. Memang tidak ada sofa, hanya satu buah meja berikut televisi dan beberapa bantal duduk yang tak lebih berjumlah tiga buah. Dan...

“kau tidak menyiapkan semua ini untuk menyambutku kan ?”

“ne ?” kwang jo menolehkan kepalanya ke arah langit, setelah sebelumnya mengambil remote dan mengatur temperatur air conditioner ruangan.

Menyadari kwang jo sepertinya tidak mendengar kata-katanya barusan,,langit buru-buru menambahkan 
“aa...ani...thank you”

“it’s okay. Anggap lah seperti rumah sendiri. Mm..aku minta maaf kalau tidak bisa memberikanmu fasilitas yang lebih baik”

Mwo ?? lebih baik ? oh man...ini sudah lebih dari cukup ! batin langit.

Entah karena budaya orang korea yang suka akan kerapian dan kebersihan, langit merasa tingkat kebersihan kwang jo benar-benar di atas standar yang mampu di capai langit. Lantai kayu yang begitu terawat dan..mmm, gag ada debu yang terasa menempel kaki. Penerangan yang cukup, hawa ruangan yang jauh dari istilah “apek” untuk standar rumah yang didiami oleh seorang pria lajang, dan...wow...

Mata langit membelalak begitu membalikkan badan melihat sebuah ruangan yang tak bersekat batas dengan ruangan tamu ini...dapur kecil lengkap dengan perabotan masak, mencuci, lemari gantung tempat meletakkan peralatan makan, sebuah kulkas dan...meja makan terdiri dari emapat buah kursi yang diatasnya terdapat buah dan beberapa botol jus yang diatur sedemikian rapi. Kwang jo memang benar-benar tipikal laki-laki yangamat sangat tertata.

Tempat tinggal ini memang tidak seluas flat yang didiami langit semasa kuliah di singapore, tapi...bagaimana kwang jo menata semuanyalah yang membuat tempat ini membuat langit merasa nyaman, bahkan tidak terpikir untuk pergi berjalan-jalan keluar. Cukup menikmati pemandangan luar banguann2 tinggi dan fly over yang bisa dinikmati hanya dengan duduk-duduk di ruang tamu yang tak bersofa ini. Selebihnya, teradapat tiga ruangan berpintu, yang saling berdempetan satu sama lain.Satu dianataranya berukuran lebih kecil dibanding dua ruangan yang mengapitnya di sisi kiri kanan.

“Itu kamar mandi, kalau kau mau mandi..aku akan bersihkan dulu. Karena ada satu ember pakaian yang kurendam tadi pagi, tapi karena buru2 pergi ke kantor kemudian menjemputmu..jadi aku tak sempat mencucinya “

“wow...kau mencuci sendiri semua baju-bajumu ??” langit setengah berteriak.

“ne,waeyo ?” kwang jo bertanya dengan heran. Baginya, mencuci sendiri semua bajunya adalah hal yang lumrah dilakukan, mengingat dia tinggal sendiri tanpa pembantu ataupun orang tua di sini.

“aa..ani” lagi-lagi langit mengatakan hal yang sama. Keterkejutan-keterkejutan kecil yang dirasakannya membuat langit akhirnya bisa menyimpulkan sendiri bagaimana kwang jo sebenarnya.

“well... aku rasa sekarang saatnya untuk istirahat sebentar..mm, kira-kira dimana aku bisa meletakkan barang2 ini ?” ucap langit. Pandangannya bergerak menuju dua buah ruangan tertutup yang tak lain adalah kamar tidur. Dan salah satu diantaranya adalah kamar tidur tamu,pikir langit.

“mmm...” kwang jo berpikir keras. Ada hal yang tidak bisa dilakukannya saat ini.

“mm...kau bisa meletakkannya di sana” tunjuk kwang jo pada ruangan yang berada di sebelah kiri kamar mandi, berdekatan dengan ruang makan merangkap dapur kecil.

“mm...dan kau bisa beristirahat di sana “lanjutnya lagi.

Langit bergegas menarik koper, dan membuka pintu kamar yang tidak terkunci,

“mwo ??” sebuah suara keterkejutan tak lain berasal dari mulut langit sendiri, mebuat kwang jo sedikit kaget.
 Kwang jo bisa mengerti apa yang kini ada di pikiran langit.

“errr...kwang jo-ssi...rrr..benarkah kau akan menempatkanku di kamar ini ?”

Langit menoleh ke arah kwang jo, meminta penjelasan dengan apa yang baru dilihatnya sekarang. 

Kwang jo meringis pelan.Mengacak rambutnya dan kemudian membenarkan letak kacamata yang sebenarnya tak melorot dari hidungnya. Kwang jo berusaha mencari penjelasan yang pas untuk pertanyaan langit barusan.

Di satu sisi, dia tidak enak hati mengatakan “ya, itulah kamarmu selama di sini” pada tamu jauhnya_ tapi di sisi lain, sangat tidak mungkin jika ia memberikan kamarnya pada langit, sekalipun dia bisa saja tidur di ruangan tamu. Toh setiap malam, dia selalu melakukan hal yang sama, jika tanpa sengaja tertidur saat menyaksikan tayangan tv larut malam. Tapi...bukan itu yang menjadi alasannya...

Kwang jo hanya mampu mengangguk pelan., yang kemudian menyebabkan langit semakin tidak bisa berkata apa-apa. Speechless.memastikan bahwa tidak ada kekeliruan yang tertangkap dari sorot mata kwang jo.
Sedetik selanjutnya,Langit menoleh kembali ke arah belakangnya. Mengintip dan membuka pintunya semakin lebar.Ia memutuskan untuk menerima “kenyataan” ini pada akhirnya. Sudah dikasih tumpangan hidup selama sebulan saja, itu sudah lebih dari cukup. Tidak terpikir olehnya jika saat ini dia tengah terkatung-katung tak jelas tujuan di tengah keramaian kota seoul, sembari menyeret kopernya ke setiap posisinya berpindah. 

Langit menarik nafas panjang.

Ruangan ini memang sama bersih dengan ruangan lainnya.Tidak ada sampah kertas berserakan, pencahayaan yang cukup, dan tidak ada didebu. Tapi.. dengan tumpukan buku yang tersusun rapi di dua buah rak buku setingginya, dan satu set meja kerja berisi tumpukan dokumen dan notebook mac yang tergeletak sangat amat rapi..membuat langit menarik sebuah kesmipulan : ia akan tinggal,tidur, menyusun peralatan-pearalatan pribadinya di ruangan yang lebih tepatnya disebut ruangan kerja ketimbang_ kamar tidur tamu.


Oh, Betapa anehnya menjadikan ini kamar tidur -_-. Pikir langit.




0 komentar on "Loveable Namsan (ep 4)"

 

aku punya blog !!! Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez