(cerita sebelumnya : Adalah langit, tokoh utama dalam cerita ini yang melakukan perjalanan independent ke korea selatan. Pertemuan pertamanya dengan lee kwang jo, yang tak lain adalah teman semasa kuliah sahabat langit_yakni sally, diawali dengan ketidaksengajaan. Beruntung "insiden" kecil di incheon international airport membawa langit bertemu dengan kwang jo, tanpa pernah saling mengenal wajah masing2 sebelumnya. Tapi suatu hal tak terduga terjadi..)
“jadi kau ke sini...dan..belum mendapatkan tempat tinggal ?”
Langit mengangguk. Menceritakan semuanya dari awal, bagaimana dia akhirnya memutuskan untuk bepergian sendiri ke luar negeri, tanpa persiapan yang berarti, hanya bermodalkan keberanian, dan selembar visa yang dia dapatkan dengan mudah dan tentunya dengan bantuan sally. Termasuk keinginananya untuk menumpang hidup ditempat kwang jo.
“Aku bukannya tidak ingin menolongmu. Aku tau kau teman baik sally, dan sally adalah kenalan baikku...tapi...” kwang jo menghela nafas pendek. Mengalihkan pandangannya ke sekeliling area kedatangan luar negeri bandara incheon. Orang-orang silih berganti keluar dari pintu kedatangan, mendorong trolly dengan tumpukan koper yang tak kurang dari dua buah, dan beberapa orang yang tengah menunggu seseorang untuk menjemputnya datang.Selebihnya, kerumunan kecil hanya ditemukan di bagian pojok samping kiri pintu keluar, tempat penukaran mata uang asing bandara incheon. Dan Kesemuanya adalah turis. Tak heran, karena Summer merupakan peak season dimana banyak wisatawan asing yang berkunjung ke korea selatan. Dua tahun terakhirini menjadi starting time dimana korea selatan begitu terkenal berkat korean wave, invasi industri musik korea ke berbagai negara termasuk di 3 benua besar lainnya.
“tinggal berdua satu atap bukanlah tipeku..dan..tiap akhir pekan, teman-teman kerjaku beramai-ramai akan datang, dan..jika mereka melihatmu ada disana..lantas , apa yang harus kukatakan ?”
Langit memahami pemikiran dan perasaan kwang jo. Tapi, disaaat mendesak seperti ini, mengalah dan menyerah bukanlah sebuah keputusan yang baik bagi posisinya.
“Begini saja, bagaimana kalau kau ku antar mencari penginapan yang bisa kau tumpangi selama di korea. Seoul merupakan tempat yang ramai dengan banyak hotel maupun hostel. Kau bisa memilih yang pas di tempat yang strategis”
Langit memikirkan digit uang yang pastinya akan dikeluarkannya jika ia menuruti saran kwang joo.
“jujur saja..aku tidak memiliki budget lebih untuk itu. Aku datang ke sini, dengan uang seadanya. Hanya cukup untuk makan, transportasi dan..pulang”
“mwo ??” kwang jo membelalakkan matanya. “Bagaimana bisa kau berani bepergian sampai sejauh ini, dengan uang seadanya. Bagaimana kalau kau sakit, sesuatu terjadi kepadamu tiba-tiba, sementara kau disini sendirian dan tanpa sanak saudara seorangpun “
“Tapi aku mengenalmu..”
Langit menjawab singkat. Kwang jo terdiam.Ia tak tau harus menjawab apalagi.
“Begini saja, kau disini selama berapa hari ?”
“Penerbangan pulangku,satu..satu bulan lagi”
“mwo ??”
Untuk kesekian kalinya, kawang jo membesarkan kedua matanya yang sebenarnya nyaris hilang. Ia tidak tau harus berkata apa-apa lagi. Mimpi apa semalam hingga ia harus melewati akhir pekan dengan kejadian seperti ini.
Panas begitu menyengat, sekalipun dari dalam mobil yang ber AC. Terik panas siang hari beradu dengan peluh keringat yang membanjiri sweaternya, sedikitpun tak mengalihkan senyum lagit pada siang hari itu. well, dengan bernegosiasi dan berbekal rasa kasihan terhadap seornag turis wanita yang datang jauh-jauh ke korea, akhirnya..izin untuk menumpang pun didapatkan langit. Kwang jo memutuskan untuk bersedia menampung langit, pada akhirnya. Tentu dengan berbagai syarat dan ketentuan berlaku.
“ya kwangjo-ssi, aku sebenarnya merasa tidak enak hati karena telah menyusahkanmu”
Ucap langit dari arah tempat duduk mobil sisi kanan. Kwang jo ada disebelahnya, tampak fokus menatap jalan penghubung dari daratan negara korea ke bandara incheon yang notabene terpisah pulau, dan akan ditempuh dalam waktu satu jam menuju kota incheon. Meskipun memiliki nama yang sama dengan kota kedua di korea selatan, tapi bandara incheon dan kota incheon tidak berlokasi di satu tempat. Jalan yang dibangun menuju bandara, kiri kanan hanyalah laut yang beradu dengan daratan berawa, yang aslinya adalah perairan yang dikeringkan menjadi sebuah daratan. Tampak beberapa tiang konstruksi bangunan dari sebuah proyek yang tengah dijalankan. Sejauh mata memandang hanya tampak lautan luas beradu dengan terik sinar matahari yang menyilaukan mata.
“jujur saja, kalau bukan karena mengingat sally adalah temanmu, tentu..keputusan ini tidak begitu saja kuberikan. Bukan karena apa, kau orang asing, dan kita baru pertama kali ini bertemu. Aku tidak bisa langsung begitu percaya padamu”
Langit hampir saja tertawa. Tapi diurungkannya. Perbedaan budaya membuatnya memahami perbedaan pemikiran yang dimiliki kwang jo dan dirinya.
“Gwenchana..Aku akan berterima kasih banyak padamu selama di sini.”
Ucap langit singkat.
“By the way, kita akan menuju seoul atau kota lain ?”
“untuk hari ini, kita akan tinggal di seoul”
“wow, aku tidak sabar, ingin segera tiba di sana. Ini seperti mimpi. Bertahun-tahun aku hanya bisa melihatnya dari drama-drama yang kutonton ,dan sekarang ?”
Langit berteriak kegirangan. Ia sedikit lupa kalau sesorang yang tengah mengemudi di samping kirinya bukanlah sally seperti biasanya. Tapi..
“mianhaeyo” ucap langit sambil mengangukkan kepalanya ke arah kwang jo.
Kwang jo tertawa. “yaa,.kau sama saja seperti sally. Aishhhh...”
Langit terseryum singkat. Bayangan seperti apa kota seoul nantinya tentu memenuhi hampir 75 persen pikirannya saat ini. Bangunan tradisional dengan arsitektur khas seperti yang dilihatnya dalam drama-darama korea, jalanan yang menanjak naik, landamark “king sejong” sebagai penanda bahwa dia telah resmi memasuki dan berada di kota seoul, tentu jadi hal yang menggairahkan perasaanya. Selebihnya, hampir 25 persen pikirannya berada di saat ini. Hawa panas summer di negeri ginseng ini berbeda dengan cuaca tropis indonesia yang selalu ditemuinya nyaris setiap saat. Bedanya, di sini tak ada polusi, tak ada asap abu-abu dari setiap kendaraan yang lewat, dan
“... sepertinya kita akan sedikit lebih telat tiba di seoul”
“waeyo ?” langit menoleh ke arah kwang jo yang tengah menekan-nekan layar GPS mobil yang berada di samping dashboard.
“traffic jam” jawab kwang jo singkat.
“mwo ??” kali ini gantian langit yang mengucapkan “kata yang sama” dengan apa yang sering dicuapkan kwang jo sejak satu jam yang lalu mereka bertemu.
Ternyata ada “sedikit” persamaan antara sini dan negaranya. “macet” adalah hal yang tidak bisa dihindarinya, sekalipun telah berada jauh beribu-ribu mill dari ibu kota jakarta.
Bedanya ? lagi-lagi meskipun sama, tetap saja ada perbedaan.
Gag ada adu klakson, gag ada saling Sali-salipan, dan pastinya..gag ada sumpah serapah yang terdengar dari tiap pengendara mobil.
Betapa teraturnya negara ini !

0 komentar on "loveable namsan (ep. 2)"
Posting Komentar