saya benci cokelat.
Ya, sebatang atau istilahnya mungkin se-bar cokelat. Aneh, ketika orang lain (dalam hal ini permpuan), sangat tergila-gila pada makanan yang berasa dasar manis, saya justru tidak. Mungkin, kata-katanya bukan benci, tapi lebih kepada tidak suka. Ada beberapa pertimbangan, disamping karena, bagi saya makanan ini dapat membuat tubuh saya gampang melar, hal lain adalah, karena, ketika sepotong ukuran medium sebuah cokelat saya lahap, rasa sakit kepala bagian belakang (tepat di arah punguk), alis, langsung berkontraksi. Urat-urat menegang.Timbul pertanyaan, benarkah saya phobia cokelat ?? Sebuah jawaban,meminjam istilah "medis" ala ibu saya, begitu saya tanyakan perihal ini, spontan ibu menjawab "kemungkinan kolesteralmu tinggi", itu istilah ibu saya, yang literatur kesehatan untuk penyakit-penyakit 40tahunan-ke atas, saya patut acungi jempol.
Saya pun sempat berpikir,bisa jadi. Hal ini tidak dirasakan oleh kakak saya, yang meskipun memiliki ukuran tubuh sama seperti saya,apalagi dengan kakak laki-laki, yang lebih "gila" lagi dengan cokelat.
Mencoba flashback beberapa tahun yang lalu, saat saya masih berada di rumah, pernah waktu itu abang (sebutan untuk kakak laki-laki dalam bahasa daerahku), pulang-pulang membelikan satu buah (satuan versi saya) cokelat untuk merk lumayan familiar, dan abangpun membaginya menjadi dua. Versi abang saya, dia membuatnya menjadi lunak, dimasukkan ke dalam gelas, dihacurkan dengan cara ditumbuk-tumbuk, setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil dengan sendok, dan selanjutnya dicampurkannya bersama air es, sehingga alhasil jadilah es cokelat mete versi abangku. Sementara saya ? entah karena memang tidak ingin sedikit lebih rumit, atau malah tidak kreatif, sayapun mencoba dengan metode klasik.Membelahnya menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, untuk selanjutnya saya masukkan begitu saja ke dalam mulut.
Apa yang terjadi ? Baru saja menghabiskan satu potong kecil saja, saya langsung memberhentikan kegiatan makan cokelat tersebut, untuk selanjutnya saya serahkan saja pada abang saya yang saya lihat telah menghabiskan semua cokelatnya. Tentu saja hal ini tidak mungkin abang tolak, tapi sebelumnya lantas menanyakan alasan tindakan saya tersebut. Dengan maksud tanpa mengurangi rasa terimakasih saya atas pemberian cokelat tersebut, saya katakan, bahwa saya hanya ingin kacang mete-nya saja. Dan seperti yang saya jelaskan di awasl, sayapun mengalami implikasi "akut" atas reaksi tubuh saya terhadap cokelat.
Well, sejak itu (dan rangkaian selanjutnya), saya tidak pernah bertahan lebih dari satu atau dua potong kecil cokelat. Karean, tanpa sempat dan belum menemukan jawabannya, harus saya katakan, saya tidak suka cokelat, apapun merk, nominal value, ataupun kualitasnya.
benarkah saya memiliki kadar kolesterol yang "lumayan", sekalipun dalam usia semuda ini, seperti halnya yang ibu saya katakan pada saya tempo waktu dulu ??
ya, saya pun akan mencari tahu itu, meskipun, jujur, saya sedikit tersugesti dengan asumsi itu,
Minggu, 19 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar on "Chocholate in Me"
Posting Komentar