Niken menutup payungnya yang basah
terkena guyuran air hujan. Kakinya baru saja menginjakkan halte bus
sekolah, tak ada siapa-siapa di sini. Hanya dirinya. Wajar saja, jam
sudah menunjukkan pukul 4 sore. Satu jam lewat dari jam pulang
terakhir sekolah. Dan satu jam yang lalu pula, les tambahan bahasa
indonesia baru saja selesai diikutinya.
Niken mengamati sekeliling, bangku
duduk untuk menunggu bus yang terlihat kosong. Padahal biasanya ,dia
selalu tak kebagian tempat duduk _di jam-jam normal dimana seluruh
siswa sekolahnya berbondong-bondong berebut naik bus yang sama. Dan
adalah kebiasaan niken selalu memilih pulang sendiri. Di sekolah
barunya, ia belum menemukan satu orang pun yang bisa menjadi teman
dekatnya. Padahal di sekolah lamanya, niken merupakan salah satu
murid populer, berkat keahliannya memainkan olahraga wushu. Di sini,
wushu bukan merupakan cabang ekstrakulikuler yang ada di sekolahnya.
Dan oleh karena itu, sampai semester ini hampir selesai, Niken belum
memutuskan apakah ia akan tetap di eksul jurnalistik atau berpindah
ke bidang lain. Keputusannya untuk memilih jurnalistik, dikarenakan
hobbi fotographinya, selebihnya_ia tak benar-benar suka dan bisa
menulis berita.
“Hai”
sebuah suara membuyarkan
lamunannya. Niken menengadahkan pandangannya ke sumber suara,_setelah
sebelumnya memandangi cipratan genangan air yang terkena terpaan
setiap kendaraan yang lewat. Hujan masih turun dengan derasnya.
“mm,hai”
jawab niken singkat,
berusaha untuk tetap tersenyum_dan mengingat nama dari pemilik wajah
yang menyapanya ini.
“kau juga menunggu bus pulang ?”
tanya lelaki berwajah indo , berambut ikal. Niken mengangguk. Apakah
dia murid pindahan sama sepertiku, tanya niken dalam hati.
“boleh aku duduk di sini ?”
tanyanya, menunjuk tempat kosong di sebelah niken.
“tentu saja, silahkan”
Niken menyingkirkan payung yang
disenderkannya di bangku yang akan diduduki murid laki-laki ini.
“Kenalkan, aku zhafran” ujarnya.
Niken nyaris tergelak, wajah indo sangat kontras dengan sebuah nama
yang barusan terdengar di telinga niken. Anggap saja dia sama
sepertiku, punya orang tua yang membuatnya untuk lahir dan menetap
lama di negeri orang, dan alhasil_pulang-pulang mengalami culture
stock dengan negara sendiri, batin niken. Bedanya, dilihat dari
wajahnya_wajah non pribumi jelas tak terlihat, kecuali jika mendengar
namanya.
“hei..” sapa laki-laki yang bernama
zhafran.
“o, maaf. ..aku..namaku niken, niken
naora” ucap niken sambil menyambut uluran tangan zhafran. Entah
karena cuaca seperti ini, atau karena baru saja terkena air
hujan_niken merasakan tangannya dingin.
“kau sendirian ?” tanya niken,
mencoba untuk balik ramah pada kenalan barunya.
Zhafran mengangguk. Menceritakan bahwa
pulang sendiri adalah hal yang setiap hari dilakukannya. Niken merasa
apa yang dialami zhafran-adalah apa yang sering dialaminya juga.
“Aku murid pindahan. Lebih tepatnya,
pindahan untuk semester ini. Orang tuaku dua-dua indonesia, tapi kami
sekeluarga menetap di china. Dan aku, lahir dan dibesarkan di sana”
cerita niken ketika zhafran memintanya
balik bercerita. Zhafran sendiri bercerita betapa susah untuk dirinya
beradaptasi dengan lingkungan baru di sekolah. Embel-embel nama
belakangnya yang terdengar bule “William Horran”, serta
tampangnya yang memang tak se-indonesia nama depannya, membuatnya
kesulitan untuk benar-benar diperlakukan layaknya siswa lainnya. Nama
zhafran adalah nama pemberian ibunya yang merupakan wanita indonesia
tulen. Sementara ayahnya adalah warga negara berkebangsaan inggris
yang menetap di indonesia karena ikatan pernikahan.
“Sulit untuk menemukan teman yang
benar-benar tak menanyakan perihal latar belakangku” cerita
zhafran. Matanya menatap ke lantai halte yang basah terkena bias air
hujan.
“Apa bedanya dengan diriku ?” tanya
niken tiba-tiba. Zhafran menoleh ke arah naura.
“Kau..kau berbeda,aku merasa pernah
bertemu denganmu sebelumnya” ucap zhafran.
“auchhhh..” niken memegangi
kepalanya.
“Kau..ada apa denganmu ?”tanya
zhafran, membantu membopong niken yang setengah badannya condong
nyaris bersandar ke zhafran.
“aku baik-baik saja.. Aku selalu
seperti ini.Tiba-tiba kepalaku sering terasa sakit. Dan sakit ini
bisa datang kapan saja” ucap niken. Bergegas dia memeriksa isi
tasnya. Tak ada botol obat pereda rasa sakit yang selalu di bawanya
ke mana-mana. Wajar saja jika sakit kepalanya kambuh lagi_ia lupa
bahwa hari ini dia belum mengkonsumsi obatnya sama sekali.
“apakah kau selalu seperti ini ?”
tanya zhafran. Niken menggeleng, “ terkadang”
Niken kembali merasakan tangannya
terasa dingin.
“kalau hari sudah beranjak gelap,
kusarankan kau harus segera pulang. Karena...”
“karena apa ?” tanya niken. Ia
menatap langit yang makin tampak gelap, malam sebentar lagi turun.
Zhafran terdiam. Ia menatap niken yang
sedang menunggu jawabannya.
“ah, tidak apa-apa. Aku...aku hanya
mengkhawatirkanmu” ucapnya pelan.
Sakit itu kembali datang, entah mengapa
sakit kali ini semakin bertambah dibandingkan serangan satu menit
yang lalu.
“aku ingin kau segera pulang...”
Pandangan niken semakin mengabur. Air
hujan yang turun semakin deras terdengar seperti kucuran air bah di
telinganya. Entah mengapa, malam kian semakin beranjak turun_terlalu
cepat dirasakannya. Gelap, semakin gelap.
“lanjutkanlah hidupmu..”
Dan niken setelah itu tak ingat apa-apa
lagi. Yang ia tau, ada sebelah tangan yang menggenggam jemarinya
erat. Dan ia merasakan dingin yang teramat sangat.
.....
Ruang inap kamar melati no 256 Rs.
Archellica..
“Untuk sementara nona niken melakukan
bedrest selama seminggu. Keadaannya sedikit terguncang”
Seorang laki-laki berstelan jas putih
tengah berbicara pada seorang laki-laki dan wanita yang tengah
terduduk mematung tepat dihadapannya. Sang wanita tampak menyeka
kedua sudut matanya, dan sedikit bersandar padi laki-laki yang
menopang tubuhnya sembari menyimak setiap kata yang disampaikan pada
mereka.
“Benturan keras memang meninggalkan
trauma ingatan yang mendalam. Itu juga mengapa kami sarankan agar
pasien rutin melakukan check up otak setiap bulannya”
“maafkan kami,dok. Kesibukan kami,
membuat kami lalai terhadap hal ini” ucap laki-laki paruh baya.
“Kami berjanji hal seperti ini tidak
akan terulang lagi” lanjutnya.
Laki-laki yang dipanggil dokter itu
memasang kaca mata yang digantung disaku kemejanya. Dibacanya
kertas-kertas yang ada di dalam map yang diberikan asistennya
padanya.
“Kalau keadaan pasien masih tidak ada
perubahan, kami akan memberikan rujukan untuk dibawa ke rumah sakit
di singapura. Disana terdapat spesialis bedah otak yang bisa
menangani masalah ini. Jika dibiarkan, dikhawatirkan dampaknya akan
berlangsung lebih buruk. Koma akan berlangsung lama”
Ujarnya.
Mendengar berita itu, laki-laki itu
hanya menghela nafasnya panjang. Wanita yang tak lain adalah istrinya
tampak semakin terisak. Tak mampu lagi disekanya air mata yang
semakin mengalir deras. Niken adalah putri semata wayangnya. Dia
tidak sanggup memikirkan hal lebih jauh lagi selain kesembuhan
putrinya.Sudah cukup kesedihan yang mereka rasakan satu tahun yang
lalu.
“Sesekali, nona niken memanggil
sebuah nama.Tapi, saya pastikan itu bukan salah satu dari nama anda”
ucap dokter itu lagi.
Kedua laki-laki dan wanita itu saling
berpandangan, “maksud anda, dok ?”
“pada saat sedang dilakukan tindakan
medis, nona niken menyebut nama seseorang tanpa sadar..jika tidak
salah,...zhafran “
Mendengar nama itu disebut, terdiamlah
laki-laki dan wanita itu. Tangisnya terhenti. Tetapi semakin menjadi
jauh di dalam lubuk hatinya.
“Apakah pasien memiliki saudara
kandung yang bernama zhafran ?”
Keduanya menggeleng. Dicobanya untuk
dikumpulkan kekuatan serta ingatan yang masih tersisa. Ingatan mereka
seperti kembali dibukakan tentang apa yang terjadi satu tahun yang
lalu, tepat di malam tahun baru.
“nama itu...zhafran,” ucap
laki-laki itu. Dia menghela nafas sejenak,
“zhafran adalah sahabat niken dari kecil yang
ikut dalam pendakian gunung ,tepat pada saat kejadian setahun yang
lalu menimpa anak kami. Dan malangnya..dia mengalami kecelakaan
ketika hendak menyelamatkan niken yang terpeleset ketika berusaha
mencapai puncak gunung. Zhafran membiarkan tubuhnya terkena hujan
batu dan pasir gunung hanya untuk melindungi niken”
Suasana kembali hening. Hanya detak
jarum jam di dinding ruangan terdengar jelas ditengah kesunyian yang
tercipta saat ini.
“Karena kejadian itu, ingatan anak
kami hilang. Ia tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi,
terlebih kejadian pada malam itu. Kami...kami memilih untuk tidak
mencoba membuka ingatannya lagi. Akan tetapi, ada saat-saat tertentu
dia merasakan sakit kepala yang luar biasa jika ada hal yang bisa
mengingatkannya pada zhafran. Termasuk olahraga wushu yang dulu
pernah ditekuninya, dan mempertemukannya dengan zhafran. Mereka
berdua merupakan sahabat dekat. Tapi takdir berkata lain..”
“Tubuhnya dibawa pulang ke negara
asal ayahnya. Dengan demikian, tidak ada hal lagi yang bisa
mengingatkan niken pada zhafran”
Air matanya tak kuasa lagi ditahan.
Membuncah dari tiap sudut matanya.
“Pindah sekolah adalah hal lain yang
bisa kami lakukan, dengan harapan niken bisa memulai hidup baru lagi.
Tanpa bayang-bayang zhafran. Tapi...karena bisa jadi kejadian ini
adalah sebuah pertanda untuk kami mengatakan apa yang sebenarnya
terjadi pada niken, tanpa harus menutup-nutupinya lagi..kami..kami
berjanji..ketika keadaan niken sudah sembuh total,kami akan
memberitahu yang sebenarnya terjadi”
Dan udara semakin dingin. Hening.
Di sudut ruangan yang tampak temaram,
sesosok putih yang berdiri mematung_tampak tersenyum bahagia. Tak ada
yang menyadari kehadirannya. Entah mengapa, tugasnya telah selesai
dan ia merasa sudah saatnya dirinya kembali ke tempat di mana
seharusnya berada. Di sebuah tempat di dunia lain, dan ia akan pulang
dengan perasaan damai.
0 komentar on "Malam Tahun Baru"
Posting Komentar