Asya menepuk-nepuk punggung buku yang
tanpa sengaja terjatuh ketika dirinya berusaha untuk menjangkau sisi
teratas rak. Debu-debu berterbangan, menusuk hidungnya yang sedikit
alergi. Diambilnya kemoceng, dibersihkan lagi buku bersampul samson
cokelat setebal KBBI, dan dijauhkannya dari hidungnya. Buku itu
terselip di antara tumpukan buku-buku lama yang sudah tidak terpakai
lagi di dalam gudang belakang. Sore ini mama memerintahkannya untuk
membereskan buku buku lama, dalam rangka kegiatan sumbang buku di
komplek rumahnya.
It can be dream, it can be
done...
Asya mengeja tulisan yang tercetak Bold
dan berfont miring tepat di sampul depan. Matanya tertuju pada sebuah
gambar pohon dan seekor kelinci dibawahnya. Ini pasti diary mama,
pikir asya.
Dibukanya buku ditangannya.
Dibandingkan melanjutkan kerjaannya mengepak buku-buku ke dalam
kardus, membuka isi buku yang baru saja ditemukannya ini jelas lebih
menarik minatnya.
..Malam itu, aku tanpa sengaja
bertemu denganmu. Aku melihat bintang, bulan,dan langit terbang
mengitari kita..
Asya terkikik pelan. Tak disangka,
mamanya yang sering ditemuinya keseharian, ternyata bisa sepuitis
ini.
Kata-kata berikutnya lebih kepada
cerita tentang masa lalu ibunya. Bagaimana geeky-nya sang mama yang
hampir separuh waktu di sekolah dihabiskan di perpustakaan_membaca
baca buku seri perjalanan, dan ini yang menurun padanya. Tak ada hal
yang lebih menggembirakan selain masuk ke dalam cerita-cerita
petualangan di berbagai belahan dunia. Mama adalah Marco Polo bagi
dirinya, yang membuka keinginan dirinya untuk menjelajah seluruh
tempat-tempat indah di dunia. Dan venice adalah pijakan pertama yang
ingin dicapainya.
“Kalau kamu mau bepergian ke luar
negeri, kamu harus kerja keras. Dengan begitu kamu bisa menikmati
hasil jerih payahmu dengan syukur yang luar biasa”
Ucap mamanya suatu ketika asya
menyampaikan niatnya untuk menghabiskan liburan musim panasnya di
kota seribu gondola itu.
Meskipun memiliki mama yang notabene
pernah berprofesi sebagai diplomat, tak melulu dirinya akan mengalami
nasib yang sama dengan anak-anak diplomat lainnya. Asya tak pernah
sekalipun menginjakkan kaki selain indonesia. Ketika tugas kerja,
asya kecil dititipkan ke tempat eyangnya di jogja. Eyang adalah orang
yang menurunkan mimpi-mimpi mama pada dirinya.
“Ketika kau berkunjung ke negeri
orang, dengan begitu kau akan menyadari betapa kayanya negeri
sendiri. Keluarlah dari tanahmu, jadilah marcopolo bagi negerimu”
begitu ucap eyang kakung ketika setiap sore dirinya menghabiskan
waktu bersama di teras depan rumah joglo, dengan setumpuk atlas dari
berbagai edisi dan revisi.
Bagian favouritenya adalah
halaman-halaman terakhir di atlas yang menampilkan bendera-bendera
dari tiap negara. Dan selanjutnya, bersama sepupunya_rhesa, mereka
akan berlomba-lomba mencari bendera dari negara yang disebutkan oleh
eyang suryo.
Asya kembali tertawa kecil jika membaca
kisah tersebut yang tertuang dalam buku yang tengah dipegangnya.
Tebalnya buku ini menunjukkan banyaknya rangkaian kisah yang ditulis
mamanya_ dari mulai bangku sekolah hingga asya lahir, dan membesarkan
dirinya seorang diri. Mama adalah Hero dalam hidupnya.
Matanya tiba-tiba tertuju pada halaman
terakhir dari buku tersebut. Tak ada cerita, tak ada tanggal, yang
ada hanya deretan kata-kata yang mengusik dirinya untuk mengambil
pulpen atau alat tulis yang bisa didapatnya sekarang.
...tuliskan mimpimu di sini, dan ia
akan hidup...
Tulisan itu bukanlah tulisan tangan
mama atau siapapun, karena tercetak dan merupakan bagian dari buku
tersebut.
Asya merogoh saku bajunya. Ada pensil
yang dibawanya untuk keperluan check list buku-buku yang akan
dimasukkannya ke dalam kardus.
Pandangannya menerawang. Ia memikirkan,
mimpi apa yang akan ditulisnya. Sepertinya mama sengaja membiarkan
halaman ini tetap kosong tanpa kata-kata apapun _selain tulisan cetak
tersebut.
Asya tersenyum singkat. Tanpa ragu,
detik selanjutnya ia menuliskan beberapa kata-kata, menutup buku itu,
dan memasukkannya ke dalam kardus _tempat buku-buku yang masih
terpakai berada.
Ponselnya bergetar. Dilihatnya sebuah
nama tertera di layar hape.
“Lima belas menit lagi aku ke sana.
Aku ikut maen” klik. Ditutupnya ponsel tersebut. Hari ini jadwal
latihan baseball di sekolah. Farikh_sang kapten team baseball
sekolahnya baru saja menelponnya. Memberitahu bahwa dirinya harus
segera menuju lapangan. Latihan untuk kejuaran yang akan digelar
bulan ini_sebentar lagi akan dimulai.
Asya bergegas memasukkan buku-buku ke
dalam kardus, untuk kemudian diserahkannya pada bik mirah_pembantu
rumahnya.
.....
8 Tahun kemudian...
“Ok. Saya akan segera mengirimkan
draft laporan akhir world meeting ini. Mungkin kira-kira saya akan
tiba di indonesia senin malam. Selasa pagi saya bisa segera bertolak
ke kalimantan”
Asya mempercepat langkahnya. Dia tampak
kelimpungan membawa tumpukan map di tangan kanannya, sementara tangan
kirinya sibuk memegang tablet androidnya. Asisten lapangannya
menelpon langsung dari tanah air. Mengabarkan bahwa pemerintah daerah
setempat telah menanyakan perihal kerjasama perlindungan orang hutan
dengan LSM tempat dimana asya berkarier.
“Jangan lupa pesan tiket pesawat saya
untuk selasa pagi. Kalau bisa bukti konfirmasinya sudah saya terima
paling lambat besok malam”
Ucapnya diikuti suara persetujuan dari
asistennya. Asya menutup panggilannya. Ditekannya beberapa digit
angka disertai huruf-huruf di laman ponselnya. Untuk kemudian
melakukan transferan melalui internet banking ke rekening asistennya.
Diliriknya arloji ditangannya. Sudah
sedikit terlambat. Kegiatan terakhir dari rangkaian Konferensi
International Perlindungan Satwa-satwa yang terancam punah, akhirnya
selesai dijalankannya. Begitu banyak agenda yang telah dirangkum, dan
menunggu untuk direalisasikan_begitu tiba di indonesia.
Dipandanginya wallpaper tabletnya, ada
foto dirinya bersama seekor bayi orang hutan bernama Viri_yang
berhasil diselamatkan oleh teamnya ketika terjadi pembalakan liar di
hutan kalimantan. Dan Viri, sama seperti teman-temannya yang lain_
dengan begitu cepatnya menjadi akrab dan menyatu bersama asya. Asya
adalah pimpinan LSM yang dibentuk oleh PBB di asia tenggara khusus
menangani perlindungan satwa-satwa liar dan terancam punah
keberadaannya. Orang Utan, komodo, gajah lampung, harimau sumatra
adalah beberapa nama yang masuk dalam list penanganan.
Tapi,kecintaannya pada cerita petualangan bekantan yang dibacanya di
bangku sekolah dasar, membawanya memilih orang utan sebagai fokusnya.
Asya mengeluarkan sesuatu dari balik
tasnya. Sebuah buku yang tampak terlihat usang. Tapi masih terawat
dan tak berdebu lagi. Buku yang sama yang ditemuinya 8 tahun lalu di
dalam gudang penyimpanan. Dipeluknya erat buku itu. Ad keharuan yang
muncul di relung jiwanya saat ini.
Ditatapnya semburat cahaya matari yang
terpantul ke riak-riak air sungai yang bergoyang perlahan,yang
bersentuhan dengan setiap badan dasar perahu yang melewatinya.
Sesosok tubuh yang sangat
dikenalinya_tengah berdiri membelakanginya_menghadap hamparan sungai
yang sebagian dikelilingi oleh bangunan-bangunan berarsitektur
klasik. Dipanggilnya nama orang tersebut. Mendengar suaranya,
laki-laki itu berbalik dan melambaikan tangan padanya.
Asya membalas lambaian tangan itu.
Tersenyum, untuk kemudian berjalan menuju laki-laki yang tengah
berdiri di tepi dermaga dimana perahu-perahu kecil tersandar.
“Welcome to Venice.,asya”
Suara berat itu menambah lengkap
kesempurnaan perasaannya saat ini. Seperti gondola yang terayun bebas
dan lincah membelah sungai-sungai kota venice. Dan mimpinya_kini
telah terwujud, bersama seseorang yang ditakdirkan untuk ikut dalam
lingkaran mimpinya. Antara venice, gondola, dan air sungai_ asya
yakin_bahwa pada akhirnya_mimpinya akan berlabuh juga di kota ini.
0 komentar on "Gondola"
Posting Komentar