Menjadi gemuk memang bukan sebuah
kutukan, tapi tidak bagi kaka. Tubuh gemuk, bulat, dengan gumpalan
lemak di tempat-tempat strategis, pipi chubby bak bakpao matang ,
merupakan kutukan yang tak pernah tau di mana menemukan mantra
penghilang.
“aku bosan dengan keadaan seperti
ini” ucap kaka, berdiri mematung di depan cermin. Gaun black dress
yang rencana nanti akan dipakainya di prom night tampak membungkus
rapat dan ‘sempurna’ badannya. Padahal ketika membeli, kaka amat
sangat yakin bahwa baju yang dibelinya akan mampu menutupi beberapa
gelambir lemak dengan warna hitam pekat.
Dari arah belakang bayangannya,
ayaz_menyembul di balik tubuh bulat kaka. Dibetulkannya letak kaca
mata bingkai besarnya. Ayaz mencoba untuk menyunggingkan senyumnya
yang rapi dengan deretan behel berwarna pucat gading.
“Bagaimana denganku ?” tanya ayaz.
Tubuh ringkih dan cekingnya memang tak bisa dikatakan lebih baik
daripada kaka. Perpaduan yang sempurna jika duo sahabat karib ini
berpose untuk close up foto bersama. Seolah ada ilusi optik atau
editan photoshop sempurna yang menunjukkan bahwa setengah bagian
lemak ayaz baru saja ikut tersedot oleh kaka.
“Setidaknya kau tidak perlu bersusah
payah untuk menutupi bantalan-bantalan daging di perutmu”
ucap kaka.
Menjadi gemuk memang bukan pilihan
untuknya. Lebih tepatnya tidak bisa memilih, karena pilihan kaka
hanyalah “berisi” atau “gemuk”. Kedua orang tuanya mewariskan
gen “gampang menjadi gemuk” kepada kaka dan kedua kakak-kakaknya.
“Seumur hidupku aku akan tampak lebih
tua dari usia ku yang sebenarnya”
Lanjut kaka lagi.
Ia membeberkan rentetan cerita yang
dialaminya dengan menjadi wanita berbobot extra. Air matanya nyaris
saja tumpah. Padahal cerita ini telah kesekian kali diceritakannya
pada sahabatnya ayaz. Ayaz seolah telah menjadi diary yang tak pernah
kehabisan halaman bagi kaka.
Entah mengapa_di sisi lain, ayaz merasa
bebannya sedikit terangkat.
......
Jam sudah menunjukkan pukul 11 siang.
Sudah hampir empat jam ayaz dan kaka menghabiskan waktu di sini.
“harusnya kita tiap hari seperti ini”
ucap kaka. Nafasnya ngos-ngosan. Renang adalah olahraga yang paling
disukainya.
“enak lagi kalau gag rame kayak gini”
lanjut ayaz. Dilepasnya kaca mata renangnya. Berenang membuatnya
bahagia. Entah karena bawaan zodiaknya aquarius, membuatnya amat
sangat senang jika berhasil mendapati air.
“ayo kita berganti pakaian” ucap
kaka. Ia berusaha keras menaiki tangga kolam. Bobot badanyya membuat
tangga tergantung itu tampak bergetar menahan berat tubuhnya.
“mm..kau saja duluan..aku menyusul.
Aku...aku masih mau menikmati berenang sekitar 5 menit lagi”
Kaka memperhatikan ayaz, hal yang sama
dirasakan olehnya.
“oke.,aku duluan kalo gitu. Udah
kedinginan” lanjut kaka. Ia buru-buru berjalan menuju loker
penyimpanan tas.
Ayaz terdiam di tepi kolam renang. Lama
berendam di air juga membuat kulitnya terasa mengendur. Tiba-tiba ia
merasa dingin, tapi tetap ditahannya.
........
Ayaz menatap pantulan bayangannya di
dalam cermin. Diusapnya kepalanya, dan berhasil didapatinya kumpulan
helai rambut. Matanya berair. Hal seperti ini sudah kesekian kali
dihadapinya.
“yaz, kamu sudah selesai ? “
Sebuah suara disertai ketukan pintu
membuyarkan pikirannya.
“kamu duluan aja,ka. Aku..aku masih
lama,”
Tak ada suara menjawab. Ayaz buru-buru
mengambil sesuatu daru dalam tasnya.
“ok, aku tunggu di parkiran”
Ayaz buru-buru menjawab “ya”. Ia
menarik nafas lega. Detik selanjutnya segera dipasangnya topi kupluk
berwarna maroon. Ayaz merapikan ujung-ujung bawah rambutnya yang
masih setengah basah. Dan segera bergegas membereskan
barang-barangnya.
..........
“kamu lagi terjangkit virus kugy yaz
?” tanya kaka sembari menyeruput jus mangga, dan sebentar lagi
melahap habis semangkuk bakso yang terhidang di hadapannya.
Sepulang berenang, mereka memutuskan
untuk mampir ke toko bakso langganan di samping kolam renang umum
“githa tirta”.
Menyadari apa yang dimaksud kaka, ayaz
hanya tersenyum simpul “oo..ini” ucapnya sembari menyentuh kupluk
yang bertengger di atas kepalanya.
“ia nih..gara-gara kamu ngajakin aku
nonton perahu kertas sih, makanya aku gampang banget terinfluence
pengan jadi kayak kugy”
Kaka tergelak, “jangan-jangan, di
dalam tasmu ada potongan kertas buat dibikin perahu lagi”
Ayaz dengan sigap menggeser letak
ranselnya.
“enak aja..aku gag segitunya kayak
kamu ya, yang kemana-mana bisa berubah jadi pujangga jalanan dadakan”
Kali ini ayaz yang tergelak, “masih
punya mood buat nulis diary kan ?” canda ayaz.
Ia mengambil segelas air putih tanpa es
yang dipesannya bersamaan dengan bakso tanpa mie dan tanpa tambahan
perasa apapun.
Kaka mengangguk, “ diary emang tempat
curhatanku, tapi bagi aku..aku udah cukup senang punya diary kayak
kamu yaz..Gag kebayang kalau ‘diary’ itu gag ada”
Entah mengapa ayaz merasakan dadanya
terasa sesak. Entah karena efek berendam terlalu lama di dalam air,
atau memang bakso yang tengah dimakannya tersedak sehingga merasakan
sedikit sakit tiba-tiba di saluran pencernaannya,ayaz merasakan
kata-kata kaka barusan jelas tak ingin didengarnya.
“kamu terusin aja hobbymu itu ,ka.
Aku yakin suatu saat kamu bisa seperti kugy. Jadi penulis trus ketemu
keenan deh...” ayaz tergelak. Kaka tampak berbinar.
“Mana ada Keenan yang mau sama kugy
kayak aku gini” ucap kaka.
“Justru karena seseorang itu kusebut
keenan, makanya dia jelas berbeda dari yang kamu bayangin. Keenan
sejatimu akan melihatmu utuh, bukan karena apa-apanya kamu.
Termasuk.... gumpalan lemak itu”
Ayaz menunjuk lengan kaka yang tampak
jelas karena baju berlengan pendek yang dikenakan kaka saat ini.
Kaka mengambil tissue yang tersedia di
atas meja, membentuk bulatan2 putih dan melemparkannya menuju ayaz
yang tertawa terbahak-bahak.
“aku pasti akan merindukan masa-masa
ini ketika nanti kau berangkat ke amerika”
.....
Ayaz menatap lembaran kertas
dihadapannya. Memeriksa pelan-pelan setiap kata per kata, berharap
dia menemukan hal yang salah di sana.
“Setelah ini , berkemaslah.
Keberangkatan kita akan dipercepat lusa. Mama sudah mengurus
semuanya, termasuk sekolahmu”
Tangan yang mendekap pelan dan hangat
di pundaknya terasa begitu berat bagi ayaz. Air matanya memenuhi tiap
sudut pelupuk matanya. Ingin rasanya ditumpahkan semuanya. Tapi tidak
untuk saat ini.
“ma..boleh gag aku ke rumah kaka
dulu.,aku pengen pamitan sama dia”
“sekarang sudah malam, sayang. Kamu
harus segera beristirahat, pagi-pagi sekali kita akan ke bandara.
Besok kita akan berangkat ke jakarta dulu, pamit sama eyang”
Ayaz terdiam. Jika saja surat ini telah
diterimanya sejak tadi pagi, tentu pamit menjadi hal yang mungkin
dilakukannya pada sahabat dekatnya.
“please ma..aku pengen
setidaknya,.teman terdekatku tau kondisiku”
“Kau tak harus menemuinya..pergilah
untuk menelponnya saja.”
Ayaz terdiam. Ia tidak ingin mengatakan
apa-apa lagi. Diambilnya ponsel di dalam tasnya. Ditekannya nomor
yang sering ditelponnya. Terdengar nada tunggu di seberang sana. Tapi
untuk kesekian kalinya, nada itu tetap sama saja. Tak ada jawaban.
Kaka mengumpulkan keberaniannya untuk
menekan tombol “cari” di laman browser yang saat ini tengah
dibukanya.
Nafasnya memburu. Ia barus saja
menngetik sesuatu di kolom pencariannya.
a.l.z.h.a.i.m.e.r
kaka segera menekan tombol yang sama,
dan betapa terkejutnya ketika melihat deretan tulisan yang hasil dari
pencariannya.
..kehilangan memory...
...ketidakfungsian organ tubuh dan
koordinasi otak..
Dan...
Sebuah kata berhasil membuat kaka
terdiam di tempat.
Ia hanya mampu menatap langit biru, di
tempat dimana ia berpijak sekarang, taman tak jauh dari rumah ayaz.
Kaka tak kuasa menahan tangisnya.
Betapa sangat selfishnya dia selama ini, memaksa ayaz untuk masuk ke
dalam cerita-cerita keluhan tentang ‘ketidaksempurnaan” fisik
yang dialaminya. Entah mengapa kaka begitu ingin sekali menghujat dan
mencaci dirinya sendiri. Ia terlalu selffish sebagai teman, sebagai
sahabat. Andai saja dia mau meluangkan waktunya untuk sedikit
mendengar kisah ayaz, andai saja ia sedikit menyadari
kejanggalan-kejanggalan tak kecil dari perubahan yang dirasakannya
dari ayaz akhir-akhir ini, andai saja ia tak terlalu bodoh untuk
mengira bahwa kepergian ayaz ke amerika sebenarnya bukan hanya
perjalanan wisata belaka dan...
Kaka bergegas membuka emailnya,
menuliskan sesuatu di sana.
...kuharap kau tak akan pernah
melupakanku. Berjuanglah, sahabatku ! jangan menyerah pada kondisi
ini..
Tulisnya dan dikirimnya ke alamat yang
dituju.
Setidaknya jika hari dimana ia akan
menjadi salah satu kenangan yang akan dengan mudah dilupakan, kaka
ingin tau bahwa ia akan selalu ada sebagai sahabat,..
...Seseorang yang memberikanmu
kenangan terbanyak, itulah yang akan pertama kali dengan mudah kau
lupakan..
Dan kaka tak bisa berkata apa-apa lagi.
Untuk selanjutnya berusaha untuk segera
ditutupnya laman pencarian ini, tapi sebuah kalimat mau tak mau
mengusik pandangan serta pikirannya.
0 komentar on "Diary"
Posting Komentar