Jumat, 26 Oktober 2012

Loveable Namsan (ep. 7)







Malam beranjak turun, pada akhirnya langit memberanikan diri untuk mengatakan semuanya pada kwang jo. Sekalipun yang diajak bicara tidak sepenuhnya sadar dan mendengarkannya. Kwang jo mabuk berat. Ini kali pertama bagi langit mendapati, dan bahkan membuatnya membelah jalanan kota seoul dini hari. Beruntung seorang laki-laki yang tak dikenalnya, yang tak lain tetangga sebelah kamar ini, bersedia mengantarkannya ke tempat dimana seseroang memberitahukan bahwa langit sebaiknya menjemput kwang jo pada saat itu juga.
“kau kira kau tidak menyusahkanku ?” langit berbicara pada kwang jo yang saat ini tengah diseretnya. Kakinya terhenti tepat di depan pintu kamar kwang jo.
“jangan pernah masuk ke sini tanpa izinku terlebih dahulu”
Langit masih ingat kata-kata itu beberapa jam yang lalu.
Diurungkannya untuk melangkah lebih jauh lagi.
Langit kembali memapah dengan sebelah bahunya. Tubuh kwang jo terasa berat, bergelayut di pundaknya. Bau alkohol menyengat, menusuk hidung.Membuat langit memilih untuk menahan nafas dalam beberapa detik. Langit tak cukup tahan dengan bau alkohol,karena hanya akan membuat isi perutnya bergejolak.
Beberapa detik kemudian, langit memutuskan untuk meletakkan kwang jo di kamarnya sendiri.
“kajimaa.....” kwang jo kembali berbicara tak jelas.
Dengan susah payah langit memindahkan tubuh kwang jo ke atas kasur , tak lain adalah alas tidurnya. Kantuk itu kini tidak terasa lagi. Dilepasnya kaos kaki yang melekat di kaki kwang jo. Dibukanya jaket yang menutup tubuh kwang jo dengan susah payah.
“jaebal..kajimayo...”
Langit menatap kwang jo iba. Ia merasa seperti di drama-drama yang ditontonnya. Keadaan mabuk seseorang nyaris sama seperti yang dilihatnya di layar kaca. Bedanya, langit memutuskan untuk tidur di ruang tamu depan. Bukan memilih tertidur di samping “orang mabuk”, seperti yang dilihatnya di drama.
“Kalau tidak ingat bahwa kau adalah satu-satunya orang yang bisa kuharapkan di negeri ini, tentu hal ini tidak mungkin akan kulakukan. Setelah mengingat-ngingat apa yang sudah kau katakan kepadaku satu hari ini”
Langit menceracau sendiri. Di dalam hati kecilnya, tentu hal yang baru dikatakannya barusan tidaklah benar-benar mewakili perasaannya. Entah karena ini kali pertamanya dia menolong dan memapah orang yang tengah mabuk berat , atau memang kondisi kwang jo yang “memprihatinkan” dengan sesekali terisak di tengah keadaan mabuknya ini membuat langit tiba-tiba merasa kasihan.
Langit mengambil selimut berwarna pink yang terlipat rapi di belakang kepala kwang jo, untuk kemudian menutup tiga perempat tubuh kwang jo. Pelan-pelan langit mengambil kacamata yang masih melekat di kwang jo,
Dan betapa kagetnya langit, tiba-tiba tangan kwang jo meraih tangannya . Badannya tertarik menuju kwang jo. Hidungnya nyaris bersentuhan, tapi untung saja,satu tangannya yang lain lebih sigap menahahan tubuhnya agar tak benar-benar jatuh.
“kajimayo...” suara itu kembali terdengar. Kwang jo benar-benar sedang tak sadarkan diri.
Buru-baru langit menarik badannya. Meletakkan kaca mata tepat disamping kepala kwang jo.Nafasnya memburu. Ini kali pertama dia berhadapan sebegitu dekat dengan kwang jo. Mereka nyaris bersentuhan.
Buru-buru langit menjauhkan dirinya dari kwang jo yang kini mulai kembali tertidur.Langit menatap kwang jo. Entah karena cuaca panas summer di seoul, atau memang pendingin ruangan sedang tidak dihidupkan, langit merasa peluh keringat membanjiri dahinya. Tapi ia merasa dingin.
Detik berikutnya, langit memutuskan untuk berjalan menuju ruang tamu. Mematikan lampu, dan menutup pintu kamarnya. Langit memilih untuk tidur di ruang tamu. Memang tidak ada kasur, selimut. Satu buah bantal duduk diletakknya di bawah kepalnya. Lantai kayu tak mebuatnya terasa dingin berbaring tanpa alas. Tiba-tiba langit menatap langit malam di luar sana dari balik jendela yang tak tertutup tirai setengah. Sejak mereka tiba disini berapa menit yang lalu, ruangan ini memang dibiarkan untuk tetap gelap.
Pikirannya masih tetap terjaga, entah mengapa_untuk beberapa menit, langit tak bisa terpejam.









“kyaaaaaaa !!!!”
Suara itu berasal dari kamar bernomor 426.Memecah keheningan pagi yang baru menunjukkan pukul 8 waktu setmpat. Setara dengan jam 6 pagi di indonesia. Masih terbilang pagi. Pemilik suara itu tak lain adalah langit.
“Ya! Harus berapa kali kukatakan, kalau kau mau masuk ke ruangan yang pintunya tertutup,kau sebaiknya mengetuk pintu terlebih dahulu”
Kwang jo berbicara pada langit yang terdiam membeku di depan pintu kamar mandi. Kwang jo baru saja menyelesaikan kegiatan mandinya.
Langit membalik badannya secepat kilat. Apa yang baru saja dilihatnya adalah hal yang lagi-lagi kerap ditemukannya di sebuah drama.
‘Dan kau seharusnya mengunci pintunya ketika kau mandi” ujar langit. Ia tak berani membalik badannya ke belakang.
Kwang jo buru-buru melilit setengah badannya dengan handuk. Dia membiarkan setengah badan atasnya topless. Kalau saja dia tidak ingat bahwa ada orang lain di apartemennya saat ini, tentu dia akan bersikukuh bahwa sejak ia tinggal sendiri di apartemen ini, adalah sebuah hal yang wajar jika dia mandi tanpa mengunci pintu terlebih dahulu.
“Jogiyo,. Aku mau ke kamarku” kwang jo berbicara pelan. DI sisi lain, hal yang baru saja terjadi tentu membuatnya malu jika harus berhadapan mata untuk saat ini ke langit. Beruntung langit memilih untuk tetap tak membalikkan badannya, langit bergesar pelan , memberikan ruang agar kwang jo bisa lewat . Jarak kamar mandi, dan dua kamar yang mengapit disebelahnya memang tak menyisakan ruang. Keduanya berdempetan.
Dengan cepat, kwang jo masuk ke dalam kamarnya. Untuk kemudian buru-buru menutup pintu. Hal yang sama dengan yang dilakukan oleh langit. Insting biologis untuk buang air kecil begitu terbangun adalah ritual wajib yang dilakukannya di awal hari.
Setelah “urusannya” kelar ,Langit membuka keran air di wastafel, membasuh mukanya. Segarnya air membuatnya tak merasakan kantuk yang hebat lagi. Ia hanya tertidur selama berapa jam.
Ditatapnya bayangan wajahnya di cermin yang berada sejajarnya dengannya, di atas wastafel. Wajah dan setengah rambutnya basah. Ingatannya tiba-tiba melayang menuju kejadian semalam.
Tarikan tangan kwang jo. Badannya yang nyaris terjatuh. Dan..jarak minim penglihatannya dengan kwang jo...
“aaa, ani ani” langit menggelengkan kepalanya secepat kilat. Diusirnya jauh-jauh bayangangan itu. Buru-buru ia kembali membasuh mukanya. Ia berharap, kejadian itu tidak akan pernah terulang lagi.
Sebuah suara ketukan pintu tiba-tiba menyadarkannya.
“langit-ya, apakah kau di dalam kamar mandi ?”
Pemilik suara itu tak lain adalah kwang jo,. Ingin sekali langit menjawab pertanyaan itu dengan : “menurut lo?”. Tapi diurungkannya.
“ne..wae ?” langit setengah berteriak, bunyi pancuran air dari keran cukup membuatnya untuk lebih membesarkan suaranya.
Lebih tepatnya, langit berusaha sebisa mungkin membuat agar suaranya tetap bisa didengar kwang jo, tanpa harus ia keluar dan mengatakannya.
“lekaslah mandi. Setengah jam lagi kita akan berangkat”
Berangkat ? Ke mana ?
“mwo ?? odi kayo ?”
“Kita akan jalan-jalan keliling seoul. Agar besok kau bisa bepergian sendiri tanpa harus kutemani. Hari ini aku libur kerja”
“mwo ??” langit kali ini benar-benar berteriak. Bukan karena dia tidak bisa mendengar kata-kata kwang jo barusan. Tapi melainkan karnea Langit terkejut.
Satu hari sebelumnya kwang jo begitu menurunkan mood pertamanya di korea, dan pagi ini semuana berubah cepat dalam hitungan detik sejak insiden langit mendapati kwang jo hanya mengenakan underwear begitu tanpa sengaja dan babibu langit menerobos masuk ke kamar mandi...
Langit menoleh ke arah pintu. Kini dia dan kwang jo tengah berhadapan, terhalang oleh pintu kamar mandi
“aisss...sinca, ababil-iyeyo”
“marhaesso ?”
Suara kwang jo kembali terdengar.
“aa,anio..Ne,nan pallihaelkoyeyo”
Langit buru-buru melangkah menuju bagian shower.Membuka bajunya, dan menyiramkan shower ke atas kepalanya. Keramas tiap pagi adalah hal wajib baginya, karena rambutnya akan cepat lepek dengan sangat mudah. Baru saja dia hendak mengambil shampoo yang tergelatak di rak peralatan mandi, tiba-tiba langit ingat. Ia lupa kalau belum mengambil handuknya di kamar !.Dia tak membawa handuk karena terburu-buru !
Pikiran bahwa kwang jo masih berada di luar sedikit mengurungkan langkahnya untuk menuju kamarnya.
“aku akan menunggumu di kafetaria di lantai satu.”
Puhh..langit menghela nafasnya lega. Dan menjawab “ne..arassoyo” dan detik berikutnya menunggu untuk memastikan bahwa kwang jo benar-benar telah berjalan keluar dari kamar apartemennya.


0 komentar on "Loveable Namsan (ep. 7)"

 

aku punya blog !!! Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez