Jumat, 12 Oktober 2012

Loveable Namsan (ep 6)



“dari mana saja kau ?”
Sebuah suara mengagetkan langit, nyaris membuatnya terduduk. Begitu memasuki kamar 426, ketika hendak membuka pintu kamarnya, sebuah suara telah berdiri di belakangnya, yang tak lain adalah suara_kwang jo.
Langit memandang ke arah kwang jo. Kesalahannya saat ini adalah dia tidak mempberitahukan kwang jo bahwa dia akan berjalan-jalan.
“mianhae..”
“Kau tau, betapa khawatirnya aku mencari mu ke mana-mana ?Ya! langit-ssi, ini hari pertamamu di sini. Kau bahkan tidak pernah mengenal tempat ini, berbicara langsung dengan orang korea pun kau belum pernah”
“tapi..”
“selain aku tentunya” sambung kwang jo. Ia membuang pandangannya ke arah lain.
“aku benar-benar minta maaf...aku hanya pergi..tak jauh dari sini”
“jauh ataupun tidak, kau tetap harus memberitahukan padaku terlebih dahulu”
Kwang jo menghela nafasnya. “ bagaimana kalau tiba-tiba kamu tersesat dan tak tahu jalan pulang ?? kau bahkan belum memiliki alamatku, dan bahkan no telponku”
Langit hanya bisa tertunduk.Ia merasa bersalah karena telah berbuat suatu kecerobohan_bahkan di hari pertamanya di sini.
“aku tidak akan mengulanginya” janji langit. Ia membungkukkan badannya.
“aisss..”
Kwang jo tidak bisa berkata apa-apa.
“aku akan keluar. Kalau kau butuh sesuatu, telpon atau chat saja di kakao talk ku”
Kwang jo memberikan sehelai kertas berisi no telpon dan id kakao talknya.
“Ne.,gomawo”
“Itu peralatan tidurmu. Kau tak perlu menungguku, karena aku pasti akan pulang larut malam”
Kwang jo mengalihkan pandangannya ke tumpukan kasur bantal dan selimut di samping meja tv. Ia telah menyiapkannya sebelum langit datang. Menyiapkan setelah sebelumnya membereskan sesuatu yang harus segera dibereskannya.
Langit membungkuk, mengucapkan kata yang sama lagi. Kwang jo tidak menjawab apa-apa. Detik selanjutnya ia telah beranjak keluar. Menuju ke suatu tempat yang biasa dikunjunginya di saat seperti ini.
Langit mengambil peralatan tidurnya. Malam ini adalah malam pertama dia tidur di negeri ini. Dan tidur pertamanya harus dilaluinya di sebuah ruangan, dan teman tidurnya adalah tumpukan buku-buku. Semoga malam ini dia tidak akan mengalami mimpi buruk bersama buku-buku itu.
Dan langitpun melenggang menuju kamarnya.

***

entahlah, aku merasa aku tidak benar-benar diterima berada di sini oleh kwang jo..  
tulis langit di kolom chatnya bersama sally.
Eissssh... itu hanya perasaanmu saja. Kalau baru bertemu orang baru, dia memang selalu seperti itu..terkesan dingin..
Balas sally, disertai dengan emoticon bertanda senyum, “fighting” sambungnya lagi.
Langit membenamkan kepalanya ke bantal berwarna pink. Kalau di indonesia, jarang sekali menemukan ornamen2 berwarna pink di kamar atau rumah seorang lelaki lajang. Tidak hanya bantal, selimut dan kasur lipat yang sekarang ditempatinya pun berwarna senada.
“kwang jo memang tidak dingin, tapi ketus” batin langit.
Bayanganku sebelum bertemu dia berbeda terbalik dengan realitanya sekarang ... sambung langit
Mungkin karena ini hari pertama. Bertahanlah, masih ada kesempatan di hari hari selanjutnya. Dia akan berubah menjadi kwang jo yang kukenal
Jawab sally
“Hari-hari selanjutnya ? Berarti akan ada 29 hari ke depan” membayangkannya saja sudah membuatnya ingin segera memejamkan mata. Berharap apa yang dialaminya hari ini hanyalah sebuah mimpi. Dan kwang jo yang akan ditemuinya begitu terbangun nanti, bukanlah kwang jo yang ini.
Sudahlah, mari kita akhiri pembicaraan tentang sahabat lamamu ini. Bagaimana persiapanmu ?
Tulis langit.
Aku tidak tahu persis..sambung sally.
Mwo ?? ..sambung langit secepat kilat.
Ya ! bagaimana bisa kau sendiri tidak tau sudah sejauh mana progress persiapan pernikahanmu!
Sambung langit lagi tanpa sempat menunggu balasan sally.
Bukan aku yang mengurus semuanya. Jawaban dari sally muncul di kotak chatnya.
Aku hanya tinggal menunggu beres. Sambungnya.
Langit merasakan sesuatu hal yang berbeda. Sangat berbeda. Dulu saja, ketika pernikahan salah satu kakak tertua langit, sally yang juga bertugas sebagai salah satu panitia bersama langit, begitu bersemangatnya. Dan sekarang ? untuk pernikahannya sendiri ?
Apa kau stress menjelang hari pernikahanmu ? tanya langit
Sally tampaknya sedang mengetik sesuatu yang panjang. Langit menunggu balasan selanjutnya. Tapi justru selanjutnya, ada tanda bahwa kaliman-kalimat itu baru saja dihapusnya, dan berganti dengan tulisan “tidak, aku baik-baik saja”
Entah mengapa, langit merasakan sesuatu yang berbeda di jawaban sally kali ini. Dan itu yang dirasakannya menjelang hari-hari keberangkatannya ke korea.
“seandainya aku bisa. Tentu sekarang aku sudah akan berada di pesawat yang sama denganmu”
Langit teringat ucapan sally ketika sally mengantarnya ke bandara soekarno hatta.
“hei, dilarang ! pamali” ucap langit.
Tiba-tiba langit merasa saat ini ia ingin terbang kembali ke indonesia. Benarkah keputusanku datang ke sini adalah hal yang benar..langit hanya bisa bertanya dalam hati. Pikirannya semakin tidak keruan ketika tanpa sengaja matanya tertuju pada sebuah bingkai foto yang terpajang di dinding. Foto kelulusan kwang jo. Dan ada sally di sana. Bersama satu orang lain lagi_
Langit mulai gag kerasan

***
 
Malam semakin kian beranjak turun. Tidak heran, karena jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Meskipun sudah tampak sepi, tapi keramaian masih saja berlangsung di sebuah tempat di mana kwang jo berada sekarang. Keramaian yang berasal dari dua tiga orang yang habis menenggak berbotol-botol arak.
Kwang jo menuangkan botol sojunya yang kini sudah mulai kosong. Di lambaikannya tangannya pada seorang pemuda yang tak lain adalah penjaga restaurant di mana kwang jo berada sejak berapa jam yang lalu.Mengetahui maksud dari hal yang sama lagi, tanpa kwang jo jelaskan, laki-laki berjalan sambil membawa satu botol berwarna hijau berukuran sedang menuju tempat duduk kwang jo.
Kwang jo menuangkan lagi soju ke dalam gelasnya. Ia menenggak habis , dan sesekali sesenggukan. Kepalanya mulai terasa berat. Batas toleransi mabuknya kini telah melebihi tahap biasanya. Jika biasanya ia akan datang ke sini bersama teman-teman kerjanya, tapi tidak untuk malam ini. Sesuatu telah membuatnya memutuskan untuk datang sendirian.
Masih setengah sadar, kwang jo mengambil ponselnya. Menekan-nekan sesuatu mencari sebuah nama di kontak telponnya. Sebuah nama yang kerap dihubunginya, dua bulan yang lalu.
Kwang jo merasa kepalanya berputar. Tapi sebuah foto pada kontak itu dirasakannya tiba-tiba tersenyum padanya. Kwang jo berhalusinasi.
Kwang jo membuka lagi album foto di tabletnya. Membuka satu persatu foto yang telah urut per tanggalnya. Ada ratusan foto di dalamnya. Foto dirinya dan orang yang sama. Orang yang tak pernah berubah sampai dua bulan yang lalu. Sekalipun waktu, keadaan telah jelas berubah.
“uri oppa jaljinasaeyo ?” sebuah suara khas terngiang-ngiang di kepalanya. Kwang jo merasa suara itu begitu jelas di telinganya. Ia sangat hapal suara itu. Tapi begitu diedarkannya pandangannya ke sekelilingnya, tak didapatinya pemilik suara itu. Lagi-lagi kwang jo berhalusinasi.
Berapa banyak kenangan yang telah dilaluinya. Kwang jo masih ingat tempat-tempat mana yang sering dikunjunginya, tapi diantara sekian tempat tersebut..hanya ada satu tempat yang bahkan tidak ingin lagi dikunjungi kwang jo. Tempat yang telah memberinya banyak kenangan, sekaligus pengharapan. Bahkan hingga saat ini, saat kwang jo tau bahwa pengharapan tersebut hanya harapan yang nyaris mustahil sekali untuk terjadi.
“uri...kkeutmanhaja...”
Sebuah suara kembali terngiang-ngiang di kepalanya. Deretan teddy bear, sebuah menara,pemandangan indah kota seoul dari balik bukit, bus yang ditumpangi dan membawa mereka ke sebuah jalan yang menanjak..dan sepasang gembok !. Betapa bencinya kwang jo mengingat hal itu.
Tak terasa sebuah suara memecah kesunyian tempat yang telah mulai sepi ditinggali pengunjungnya. Hanya ada kwang jo, dan beberapa pelayan restaurant. Suara itu tak lain berasal dari kwang jo berasal.
Beberapa botol soju dan satu buah gelas kosong baru saja terjatuh, berserakan di lantai, membuat suara gaduh muncul. Dua orang pemuda berjalan tergesa-gesa menuju tempat tersebut. Kwang jo ambruk di tempatnya, dia baru saja berhalusinasi melemparkan dua pasang gembok ke udara. Tapi nyatanya, dia baru saja melemparkan botol-botol kosong ke lantai. Dan selanjutnya_dia nyaris tak sadarkan diri lagi.

Langit memaksa matanya untuk terpejam, tapi tetap saja-sulit. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Belum ada tanda-tanda kwang jo pulang ke rumah, padahal sudah selarut ini. Entah karena kebiasaannya atau..
Langit berharap sesuatu tidak terjadi.
Diambilnya hapenya, dicobanya untuk ditekannya no yang diberikan kwang jo padanya, sesaat sebelum dia pergi.
Bunyi tuttt panjang terdengar dari seberang sana. Tak ada jawaban atas panggilan telponnya.
Di sisi lain, langit takut jika apa yang dilakukannya sekarang akan justru menganggu kwang jo untuk kesekian kalinya.
"apa dia menginap di tempat temannya ?" langit bertanya pada dirinya sendiri.
Tuttt...tidak ada jawaban,

Langit menekan sekali lagi no yang sama. Entah mengapa, dia merasa harus melakukan hal ini.
trekk, "yoboseyo.."
sebuah suara yang cukup keras berasal dari seberang telpon. Saking kerasnya, langit sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya.
Suara keras itu bukan dari kwang jo. Meskipun baru mengenal belum genap 1x24 jam, tapi langit cukup hapal.
"blaaaa....blaaa...blaa..." suara laki-laki di seberang sana berbicara panjang dalam bahasa korea yang tidak bisa dia tangkap dengan cepat.
"mwo ? sorry...hanguko mothaeyo, mianhae"
"ne ??"
sebuah suara dari seberang sana semakin jelas. langit mencoba untuk menangkap singkat pembicarannya.
"langit-ssi...jemput aku sekarang..."
dan suara tadi berganti.,itu kwang jo !
"ya! kwang jo-ya !! apa yang terjadi denganmu ??"

***

0 komentar on "Loveable Namsan (ep 6)"

 

aku punya blog !!! Copyright 2008 All Rights Reserved Baby Blog Designed by Ipiet | All Image Presented by Tadpole's Notez