Sebuah suara mengagetkan langit, nyaris
membuatnya terduduk. Begitu memasuki kamar 426, ketika hendak membuka
pintu kamarnya, sebuah suara telah berdiri di belakangnya, yang tak
lain adalah suara_kwang jo.
Langit memandang ke arah kwang jo.
Kesalahannya saat ini adalah dia tidak mempberitahukan kwang jo bahwa
dia akan berjalan-jalan.
“mianhae..”
“Kau tau, betapa khawatirnya aku
mencari mu ke mana-mana ?Ya! langit-ssi, ini hari pertamamu di sini.
Kau bahkan tidak pernah mengenal tempat ini, berbicara langsung
dengan orang korea pun kau belum pernah”
“tapi..”
“selain aku tentunya” sambung kwang
jo. Ia membuang pandangannya ke arah lain.
“aku benar-benar minta maaf...aku
hanya pergi..tak jauh dari sini”
“jauh ataupun tidak, kau tetap harus
memberitahukan padaku terlebih dahulu”
Kwang jo menghela nafasnya. “
bagaimana kalau tiba-tiba kamu tersesat dan tak tahu jalan pulang ??
kau bahkan belum memiliki alamatku, dan bahkan no telponku”
Langit hanya bisa tertunduk.Ia merasa
bersalah karena telah berbuat suatu kecerobohan_bahkan di hari
pertamanya di sini.
“aku tidak akan mengulanginya”
janji langit. Ia membungkukkan badannya.
“aisss..”
Kwang jo tidak bisa berkata apa-apa.
“aku akan keluar. Kalau kau butuh
sesuatu, telpon atau chat saja di kakao talk ku”
Kwang jo memberikan sehelai kertas
berisi no telpon dan id kakao talknya.
“Ne.,gomawo”
“Itu peralatan tidurmu. Kau tak perlu
menungguku, karena aku pasti akan pulang larut malam”
Kwang jo mengalihkan pandangannya ke
tumpukan kasur bantal dan selimut di samping meja tv. Ia telah
menyiapkannya sebelum langit datang. Menyiapkan setelah sebelumnya
membereskan sesuatu yang harus segera dibereskannya.
Langit membungkuk, mengucapkan kata
yang sama lagi. Kwang jo tidak menjawab apa-apa. Detik selanjutnya ia
telah beranjak keluar. Menuju ke suatu tempat yang biasa
dikunjunginya di saat seperti ini.
Langit mengambil peralatan tidurnya.
Malam ini adalah malam pertama dia tidur di negeri ini. Dan tidur
pertamanya harus dilaluinya di sebuah ruangan, dan teman tidurnya
adalah tumpukan buku-buku. Semoga malam ini dia tidak akan mengalami
mimpi buruk bersama buku-buku itu.
Dan langitpun melenggang menuju kamarnya.
***
entahlah, aku merasa aku tidak
benar-benar diterima berada di sini oleh kwang jo..
tulis langit di kolom chatnya bersama
sally.
Eissssh... itu hanya perasaanmu
saja. Kalau baru bertemu orang baru, dia memang selalu seperti
itu..terkesan dingin..
Balas sally, disertai dengan emoticon
bertanda senyum, “fighting” sambungnya lagi.
Langit membenamkan kepalanya ke bantal
berwarna pink. Kalau di indonesia, jarang sekali menemukan ornamen2
berwarna pink di kamar atau rumah seorang lelaki lajang. Tidak hanya
bantal, selimut dan kasur lipat yang sekarang ditempatinya pun
berwarna senada.
“kwang jo memang tidak dingin, tapi
ketus” batin langit.
Bayanganku sebelum bertemu dia
berbeda terbalik dengan realitanya sekarang ...
sambung langit
Mungkin karena ini hari pertama.
Bertahanlah, masih ada kesempatan di hari hari selanjutnya. Dia akan
berubah menjadi kwang jo yang kukenal
Jawab sally
“Hari-hari selanjutnya ? Berarti akan
ada 29 hari ke depan” membayangkannya saja sudah membuatnya ingin
segera memejamkan mata. Berharap apa yang dialaminya hari ini
hanyalah sebuah mimpi. Dan kwang jo yang akan ditemuinya begitu
terbangun nanti, bukanlah kwang jo yang ini.
Sudahlah, mari kita akhiri
pembicaraan tentang sahabat lamamu ini. Bagaimana persiapanmu ?
Tulis langit.
Aku tidak tahu persis..sambung
sally.
Mwo ?? ..sambung langit secepat
kilat.
Ya ! bagaimana bisa kau sendiri
tidak tau sudah sejauh mana progress persiapan pernikahanmu!
Sambung langit lagi tanpa sempat
menunggu balasan sally.
Bukan aku yang mengurus semuanya.
Jawaban dari sally muncul di kotak chatnya.
Aku hanya tinggal menunggu beres.
Sambungnya.
Langit merasakan sesuatu hal yang
berbeda. Sangat berbeda. Dulu saja, ketika pernikahan salah satu
kakak tertua langit, sally yang juga bertugas sebagai salah satu
panitia bersama langit, begitu bersemangatnya. Dan sekarang ? untuk
pernikahannya sendiri ?
Apa kau stress menjelang hari
pernikahanmu ? tanya langit
Sally tampaknya sedang mengetik sesuatu
yang panjang. Langit menunggu balasan selanjutnya. Tapi justru
selanjutnya, ada tanda bahwa kaliman-kalimat itu baru saja
dihapusnya, dan berganti dengan tulisan “tidak, aku baik-baik
saja”
Entah mengapa, langit merasakan sesuatu
yang berbeda di jawaban sally kali ini. Dan itu yang dirasakannya
menjelang hari-hari keberangkatannya ke korea.
“seandainya aku bisa. Tentu sekarang
aku sudah akan berada di pesawat yang sama denganmu”
Langit teringat ucapan sally ketika
sally mengantarnya ke bandara soekarno hatta.
“hei, dilarang ! pamali” ucap
langit.
Tiba-tiba langit merasa saat ini ia
ingin terbang kembali ke indonesia. Benarkah keputusanku datang ke
sini adalah hal yang benar..langit hanya bisa bertanya dalam hati.
Pikirannya semakin tidak keruan ketika tanpa sengaja matanya tertuju
pada sebuah bingkai foto yang terpajang di dinding. Foto kelulusan
kwang jo. Dan ada sally di sana. Bersama satu orang lain lagi_
Langit mulai gag kerasan
***
Malam semakin kian beranjak turun.
Tidak heran, karena jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah
satu dini hari. Meskipun sudah tampak sepi, tapi keramaian masih saja
berlangsung di sebuah tempat di mana kwang jo berada sekarang.
Keramaian yang berasal dari dua tiga orang yang habis menenggak
berbotol-botol arak.
Kwang jo menuangkan botol sojunya yang
kini sudah mulai kosong. Di lambaikannya tangannya pada seorang
pemuda yang tak lain adalah penjaga restaurant di mana kwang jo
berada sejak berapa jam yang lalu.Mengetahui maksud dari hal yang
sama lagi, tanpa kwang jo jelaskan, laki-laki berjalan sambil membawa
satu botol berwarna hijau berukuran sedang menuju tempat duduk kwang
jo.
Kwang jo menuangkan lagi soju ke dalam
gelasnya. Ia menenggak habis , dan sesekali sesenggukan. Kepalanya
mulai terasa berat. Batas toleransi mabuknya kini telah melebihi
tahap biasanya. Jika biasanya ia akan datang ke sini bersama
teman-teman kerjanya, tapi tidak untuk malam ini. Sesuatu telah
membuatnya memutuskan untuk datang sendirian.
Masih setengah sadar, kwang jo
mengambil ponselnya. Menekan-nekan sesuatu mencari sebuah nama di
kontak telponnya. Sebuah nama yang kerap dihubunginya, dua bulan yang
lalu.
Kwang jo merasa kepalanya berputar.
Tapi sebuah foto pada kontak itu dirasakannya tiba-tiba tersenyum
padanya. Kwang jo berhalusinasi.
Kwang jo membuka lagi album foto di
tabletnya. Membuka satu persatu foto yang telah urut per tanggalnya.
Ada ratusan foto di dalamnya. Foto dirinya dan orang yang sama. Orang
yang tak pernah berubah sampai dua bulan yang lalu. Sekalipun waktu,
keadaan telah jelas berubah.
“uri oppa jaljinasaeyo ?” sebuah
suara khas terngiang-ngiang di kepalanya. Kwang jo merasa suara itu
begitu jelas di telinganya. Ia sangat hapal suara itu. Tapi begitu
diedarkannya pandangannya ke sekelilingnya, tak didapatinya pemilik
suara itu. Lagi-lagi kwang jo berhalusinasi.
Berapa banyak kenangan yang telah
dilaluinya. Kwang jo masih ingat tempat-tempat mana yang sering
dikunjunginya, tapi diantara sekian tempat tersebut..hanya ada satu
tempat yang bahkan tidak ingin lagi dikunjungi kwang jo. Tempat yang
telah memberinya banyak kenangan, sekaligus pengharapan. Bahkan
hingga saat ini, saat kwang jo tau bahwa pengharapan tersebut hanya
harapan yang nyaris mustahil sekali untuk terjadi.
“uri...kkeutmanhaja...”
Sebuah suara kembali terngiang-ngiang
di kepalanya. Deretan teddy bear, sebuah menara,pemandangan indah
kota seoul dari balik bukit, bus yang ditumpangi dan membawa mereka
ke sebuah jalan yang menanjak..dan sepasang gembok !. Betapa bencinya
kwang jo mengingat hal itu.
Tak terasa sebuah suara memecah
kesunyian tempat yang telah mulai sepi ditinggali pengunjungnya.
Hanya ada kwang jo, dan beberapa pelayan restaurant. Suara itu tak
lain berasal dari kwang jo berasal.
Beberapa botol soju dan satu buah gelas kosong baru saja terjatuh,
berserakan di lantai, membuat suara gaduh muncul. Dua orang pemuda
berjalan tergesa-gesa menuju tempat tersebut. Kwang jo ambruk di
tempatnya, dia baru saja berhalusinasi melemparkan dua pasang gembok
ke udara. Tapi nyatanya, dia baru saja melemparkan botol-botol kosong
ke lantai. Dan selanjutnya_dia nyaris tak sadarkan diri lagi.
Langit memaksa matanya untuk terpejam, tapi tetap saja-sulit. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Belum ada tanda-tanda kwang jo pulang ke rumah, padahal sudah selarut ini. Entah karena kebiasaannya atau..
Langit berharap sesuatu tidak terjadi.
Diambilnya hapenya, dicobanya untuk ditekannya no yang diberikan kwang jo padanya, sesaat sebelum dia pergi.
Bunyi tuttt panjang terdengar dari seberang sana. Tak ada jawaban atas panggilan telponnya.
Di sisi lain, langit takut jika apa yang dilakukannya sekarang akan justru menganggu kwang jo untuk kesekian kalinya.
"apa dia menginap di tempat temannya ?" langit bertanya pada dirinya sendiri.
Tuttt...tidak ada jawaban,
Langit menekan sekali lagi no yang sama. Entah mengapa, dia merasa harus melakukan hal ini.
trekk, "yoboseyo.."
sebuah suara yang cukup keras berasal dari seberang telpon. Saking kerasnya, langit sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya.
Suara keras itu bukan dari kwang jo. Meskipun baru mengenal belum genap 1x24 jam, tapi langit cukup hapal.
"blaaaa....blaaa...blaa..." suara laki-laki di seberang sana berbicara panjang dalam bahasa korea yang tidak bisa dia tangkap dengan cepat.
"mwo ? sorry...hanguko mothaeyo, mianhae"
"ne ??"
sebuah suara dari seberang sana semakin jelas. langit mencoba untuk menangkap singkat pembicarannya.
"langit-ssi...jemput aku sekarang..."
dan suara tadi berganti.,itu kwang jo !
"ya! kwang jo-ya !! apa yang terjadi denganmu ??"
***
0 komentar on "Loveable Namsan (ep 6)"
Posting Komentar