Dan Hujan pun Turun…
“Aku pulang dulu ya,kei”
Windi berlalu dari hadapanku. Satu persatu sudah keluar dari ruang kelas. Tinggal beberapa gelintir orang yang masih berkutat dengan kegiatanya masing-masing, tanpa menghiraukan tlah berapa lama mereka berada di sana, setelah kelas usai. Dan aku termasuk di antara mereka. Papa belum datang menjemputku sama sekali. Entah dengan yang lainnya. Yang kutahu, hampir sebagian besar di antara mereka, melewatkannya dengan berpasang-pasangan. Terkecuali aku, dan…
“Hei, boleh aku duduk di sini ?”
Seseorang mendatangiku dan selanjutnya, semuanya pun bermula…
*-*-*
Tiga tahun telah berlalu semenjak hujan itu turun, mengiri pertemuan yang sampai saat ini akan terus kuingat. Andra ada di sana. Laki-laki hujan. Begitu aku menyebutnya. Satu sebutan yang kudapat dari sebuah novel yang pernah kubaca. Dialah lelaki hujanku.
“Aku menyukai hujan, sama halnya dengan aku menyukai takdir itu, takdir yang mempertemukan kita”
Ucapnya,setelah setahun berlalu, sekaligus menjadi tahun-tahun pertama penantianku dimulai. Andra telah meninggalkanku untuk menamatkan mimpinya di tanah kehidupan yang lain,terpisahkan beribu mill jauhnya di seberang sana.
“Aku akan kembali dalam hujan yang sama,beberapa tahun lagi” ucapnya di akhir senja itu, saat pesawat yang akan membawanya dan segenap kenangan-kenanganku akan andra lepas begitu saja.
“Bawalah mimpi-mimpimu jauh dari sini,kei.Lupakan aku jika, bertahun-tahun aku tak datang”
Menjadi kata-kata terakhir dalam perpisahan.
Selanjutnya, andra memelukku erat. Hujan pasti akan turun…aku yakin itu,
*-*-*
Dan hujan tak turun lagi selanjutnya.Kemarau seolah menggodaku untuk menghentikan penantian ini. Tak ada kabar, tak ada sedikitpun titik terang di mana aku harus mencari andra. Yang ada hanya aku, dan kenanganku bersama hujan.Pertemuanku di saat itu terasa begitu singkat, selama setahun itu pula, pencarianku terus berlanjut. Apakah andra telah melupakanku, atau malah melupakan sedari awal pertemuan ini memang terasa begitu sulit untuk kuterima. Berbulan-bulan, musinm ke musim, aku tak menemukannya lagi,lelaki hujan itu.
Dan aku yakin, hujan pun pasti akan turun….
*-*-*
Kupeluk erat bingkai photo dalam dekapanku. Andra ada di sana. Dalam sapaan yang sama. Dalam waktu yang sama. Dua masa telah kulalui, aku tak menemukannya. Dia terlalu jauh untuk kujangkau. Apakah saat itu, benar firasatku bahwa andar tak pernah menganggapku ada dalam setiap kenangan dalam hidupnya ? Bahwa apa yang telah kita lakukan, lewatkan, sampai sejauh manapun, tetap tak berbekas, layaknya hujan yang mampir sesaat, sekedar untuk menghapuskan kemarau panjang dalam hidupku ??
Nama itu seolah kini tak bisa lagi terjawab indah,..ANdra..
Berpuluh-puluh penantian tak kan pernah kunjung usai. Seusai kemarau dalam hidup ini, semuanya pasti akan berakhir, meskipun pelangi tak kan pernah ada di penghujung hari.
Dan hujan pun kini turun….
*selesai*
Yogyakarta,1927 050904
“Wkakakak,so mellow…”
Minggu, 05 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar on "Pendek banget..."
Posting Komentar