Chapter 5
Namanya Vito. Dia seumuran denganku. He is the best friend have ever I met. Vito selalu ada ketika aku butuh curhat sama dia, atau…ketika aku sedang membutuhkan saran dari pemecahan permasalahanku. Itulah baiknya Vito.
Aku mengenal Vito dari papa. Papa Vito adalah rekan kerja papa. Saat masih ada di Batam dulu, kami tinggal di komplek yang sama. Rumahku dan Vito hanya terpaut pagar pembatas. Tapi, di pagar pembatas itulah, kalau kami ingin bermain di rumahku, atau di rumah Vito, kami hanya tinggal memanjat pagar pembatas setinggi orang dewasa, dengan mendaki tangga tali yang telah dibuatkan papa. Alhasil, semenjak itulah kami selalu dekat, karena sering berpetualangan sama-sama.
Sampai akhirnya, kami sekeluarga harus pindah ke Jakarta, karena papa dimutasikan ke tempat semula. Alhasil. Selama beberapa tahun, aku kehilangan kontak dengan Vito. Apalagi, di tempat baru ini, aku mendapatkan lingkungan baru. Teman-teman SDku. Tapi, tak ada satupun yang bisa menggantikan posisi Vito, sebagai my best friend. Tak ada yang mampu mengalahkan kehebatan Vito memasukkan bola ke dalam ring basket di mataku,. Tak ada yang berani kuajak mendaki bukit di belakang sekolah, yang dulu ketika di Batam, sering kulakukan bersama Vito, ketika kami mengendap-ngendap bermain di bukit kecil belakang rumah ku, untuk sekadar menangkap belalang. Dan pastinya, tak ada yang mau mendengarkan semua khayalanku, seperti yang sering kuceritakan pada Vito, termasuk keinginanku untuk mengelilingi dunia. Tak seorang pun !
Namun, Tuhan kembali mempertemukan kami. Pertama kali menginjakkan kaki di bangku sekolah menengah pertama, aku bertemu dengan sosok yang begitu familiar di pikiranku. Hari pertama MOS, kami sekelompok. Dan cowok itu adalah Vito !. Sahabat kecilku !
Begitu senangnya ketika tahu bahwa kami bisa bersahabat lagi. Vito tumbuh menjadi remaja yang jelas beda ketika kecil dulu. Tubuhnya makin menjulang tinggi (maklum hobi basket), kulitnya pun sudah sedikit memutih (karena dulunya dia begitu hitam, karena keseringan kami berjemur di bawah terik matahari), dan tentunya…he’s so cool !
Jadi, aku maklum saja, tiga tahun SMP (sampai sekarangpun), Vito jadi inceran cewek-cewek sesekolahan. Tapi tidak untukku. Aku sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri. Ya, karena sejak dari kecilpun, Vito sudah mengklaim dirinya adalah kakak laki-laki yang kupunya.
Sampai akhirnya, posisi kepemilikanku, harus terganti dengan kehadiran Kiki, cewek cantik yang akhirnya berhasil merebut perhatian Vito. Itupun terjadi tak lama berselang setelah Findra (statusnya masih tetap sebagai “cowok brengsek”), menyatakan perasaannya padaku, (dan bodohnya aku), kuterima begitu saja !.
Aku jadi kangen saat-saat indah itu…Saat bagaimana aku selalu menemani Vito latihan basket, dan mendukungnya dalam setiap pertandingan, saat di mana kurasakan tatapan iri dari semua cewek yang menyaksikan keakraban kami. Duh..indahnya saat-saat itu. Apa masih mungkin aku mengulang semuanya, sementara setahun belakangan aku jadian sama CB (kependekan dari cowok brengsek), keakraban kami jadi merenggang, bahkan….jarang !
***
“Woi…bangun !!! Putri tukang tidur…sampai kapan lo mau terus ngendep di sini ??”
Loh…kok ada suara sih ?! Apa ini suara si pangeran berbaju zirah yang akan menjemputku ya ?! Seperti yang baru saja terjadi dalam mimpiku ?!
“Ayo bangun…tuh, udah siang. Berangkat gih…”
What ?!
Kupaksakan membuka mataku, meski terasa berat. Ngantuk nih…semaleman begadang nyelesain tugas mata kuliah pengenalan komunikasi.
Dan…alangkah terkejutnya aku, ketika kudapati…
“Lo kok bisa ada di sini sih ?!”
“Kenapa ? Gak boleh ?Ya udah, gue pulang aja”
Bergegas kulemparkan bantal sweety ku, ketika sosok tubuh itu mulai menjauh dari posisi semula. Dan…uppss, sialan, gak kena !
“Gue udah paham betul sama tingkah elo, putri tukang tidur…”
Dan…
“Vito !!! Gue kangen ma lo !!! Kangen banget !!!”
Bergegas kupeluk tubuh bidangnya. Eiitss…jangan salah sangka dulu, ini memang udah jadi kebiasaan kami kalau udah lama gak ketemu, okey ?!
“Gue juga kangen banget ma lo. Kangen sama tangisan plus curhatan lo ke gue !”
Aku tersenyum happy banget. Rupanya, Vito gak ngelupain aku, bukan seperti yang aku duga selama ini.
“Hari ini lo gak ada kuliah ?”tanyaku.
“Lagi males kuliah. Gue pengen rehat sebentar, mumpung gue lagi gak…”
Kembali aku tertawa, kali ini lebih membahana.
“Udahlah…gue udah tahu kok. Sekarang lo udah jadi artis kan? Gue udah sering kok lihat muka lo di TV”
Vito hanya tersenyum, simpul. So cute. Mudah-mudahan aja ketenaran gak akan mengubah apapun dari diri Vito.
“Eh, ngomong-ngomong, lo sengaja ke sini cuma pengen nemuin gue ?”
“Ye…ge-er banget sih jadi orang. Gue ke sini, karena memang gak sengaja lewat rumah lo. Ya udah gue mampir.”
“Sepagi gini ?! Ngapain aja lo di sekitar sini ?!”
“Mm…ya…gue…gue jogging !Udah lama gak punya waktu buat jogging…”
O…tapi…kok, joggingnya Vito pake kaca mata hitam segala sih ? Mana lagi gak ada style-style yang sporty deh ! Ah…udahlah…wajar artis, gak mau ketahuan kali sama penggemarnya kalau lagi jogging. Susah juga ya…
“Eh Def…hari ini lo ada kuliah ya ?”
Sebenarnya sih…ntar siang…
“Memangnya kenapa ?”
“Gak. Gue Cuma mau ngajak lo keluar. Udah lama nih kita gak hang out bareng lagi…”
Mm…iya juga sih. Udah lama banget. Lagian, jarang-jarang kan, Vito punya waktu gini. Pasti biasanya sibuk mlulu…
Bergegas ku sambar handuk, tepat di atas kursi goyangku.
“loh…mau ke mana Def ?! Jadi gak ?!”
Kudengar teriakan Vito dari luar. Bergegas kunyalakan shower dan…
“Iya, Jadi…Lo tungguin gue mandi dulu. Gak lama kok”
Teriakku dari dalam kamar mandi.
***
Semenjak pertemuan pertama itulah (setelah putus dari “CB”), aku dan Vito mulai dekat kembali. Termasuk sejak obrolan ku dan Vito di warung bakso dekat kampusku. Ternyata, Vito gak pernah berubah. Ia masih se-care yang dulu. Buktinya, dia memperhatikan perubahanku semenjak putus dari Findra. Padahal dia sendiri sudah terlampau sibuk dengan aktifitas syutingnya. Tak terkecuali juga, dengan hubungannya dengan Kiki, yang masih bertahan hingga sekarang.
Hanya saja bedanya, sekarang, kalau kami jalan bareng lagi, itu gak bisa sebebas yang dulu. Sekarang nih ya, kalau Vito jalan bareng ma aku ke mall, dia mesti melakukan penyamaran, agar tak diketahui siapapun. Maklum, namanya saat ini tengah berkibar di jajaran artis pendatang. Ya iyalah, wajar, dengan bermodalkan tampangnya yang memang sudah jadi sasaran empuk komoditi dunia selebritis, plus ditunjang aktingnya yang lumayan gape, membuat Vito jadi inceran setiap orang, terlebih para fans-fans ceweknya.
Aku sih…fine-fine aja. Toh, aku mengenal Vito, jauh sebelum Vito terjun di dunia keartisannya.
Dan, saat inilah, di tempat yang biasa kami temui, lapangan basket dekat rumahku, aku sedang menunggu Vito. Rencananya hari ini dia bakal datang. Ya…katanya sih, udah lama gak nyoba maen basket…(Di SMU, Vito itu kapten basket dulunya). Dan…sekalian bernostalgia.
Tapi kok, udah sejaman aku nunggu di sini. Batang hidungnya, belum muncul-muncul juga. Apa Vito lupa ya ?
Padahal, aku udah bela-belain berpenampilan sporty gini (meskipun gak sporty-sporty amat, gara-gara postur tubuhku yang memang jauh dari kata SPORTY), Cuma demi Vito !. Tapi…
Ah, sembari menunggu Vito, mungkin…aku harus mem-flash back kembali, saat-saat seru bareng Vito…Yup, saat maen basket di sini !
***
“Aduh…sorry Def, kemaren gue gak bisa datang. Tiba-tiba aja ada wartawan yang pengen nge-wawancarain gue. So, gue gak bisa bilang gak”
O…Gitu deh. Awalnya sih gue keki berat, ya iyalah…udah dua jam lebih (ampe gak ngerasa kalau malam udah hampir datang), nungguin nih orang. Tapi setelah Vito bilang…
“Dan hari ini gue mau nembus segala kesalahan gue ma elo. Hari ini full buat elo deh Def, okey ?!”
Yes, dan akhirnya…gue punya waktu juga bareng Vito ! Ya, setelah itu, gak jadi deh gue marah-marah ma dia !. Dan sekarang… siiplah…bikin janjian ketemu di suatu tempat, abis itu curhatan…
Klikk.Aku menutup handphoneku. Bergegas kuambil kunci mobil. Seperti biasa, setiap ketemuan, aku yang akan menjemput Vito di suatu tempat. Tempat yang memang sudah ditentukan, dan gak ada siapapun, termasuk fans-fans maniak Vito yang tahu.
Tanpa menunggu apapun lagi, kunyalakan mobil dari dalam garasi. Dan menit selanjutnya, mobilku telah melaju cepat, membelah ruas jalanan yang kian ramai siang ini.
***
“Gue juga minta maaf Def. Secara gak langsung, gue juga ikut andil dalam hal ini. Udah lama, gue tahu, kalau Findra itu bukan cowok yang baek, apalagi buat elo, cewek baek yang gue kenal. Gue kenal Findra saat-saat sama di basket. Bisa dibilang, Findra itu rival berat gue. Otomatis, gue juga kenal banget gimana dia, termasuk belangnya dia”
Aku menyeruput orange jus yang tinggal setengah.
“Udahlah To..Gue juga salah. Gue gak pernah nyoba untuk ngendengerin semua omongan orang tentang Findra. Gue selalu nutup telinga, mata, hati gue Cuma buat cowok brengsek itu. Lagian, buat apa ngembahas dia lagi, Gue udah terlalu benci banget ma dia. Eh, lo sendiri ?Gimana sama Kiki ?”
Vito terdiam…
“Gue lagi ada masalah sama dia. Kiki terlalu mencurigai setiap aktifitas yang gue kerjain. Termasuk…Ah udahlah, lo pasti tahu sendiri”
“Berarti…lo juga gak suka dong dengan sifat cemburuan gue ?”
“Bukan itu. Jelas beda dong. Bukan karena lo sahabat gue lantas gue membela lo gitu aja. Ini karena memang, cemburunya Kiki udah keterlaluan. Padahal, gue gak pernah sama sekali ngendeketin, apalagi punya hati sama cewek laen, sekalipun sama lawan maen gue di Film. Gak pernah. Gue udah berusaha, sampai-sampai…gue ngembatalin satu tawaran maen film hanya gara-gara Kiki gak suka dengan cewek yang jadi lawan maen film gue. Alhasil, gue jadi bingung, gak tahu mau gimana lagi”
“Susah juga ya jadi elo Vit. Nasib kita sama. Sama-sama gak bahagia sama hubungan kita masing-masing”
“Eh, katanya lo mau curhat masalah yang penting banget ke gue. Masalah apa sih ?”
Oh iya. Aku jadi lupa tujuan awalku menemui Vito. Tapi, cerita gak ya ?Masalahnya sekarangpun Vito lagi punya masalah.
“Gak jadi deh. Ntar aja. Lagian gue juga udah lupa.”
“Loh kok jadi kayak gitu sih…Gak papa lagi. Sekarang kan gue udah ada di dekat lo. Today just for you, guys”
Gak, pokoknya gak. Ini bukan waktunya. Bagaimanapun gue juga gak mau egois jadi sahabat.
“Eh Vit, kita nyoba naek kereta gantung yuk. Udah lama nih gak nyoba. Yuk…”
“Beneran nih ?Bukannya dari dulu lo phobia ma ketinggian ?!”
Iya juga ya…Beneran nih Def ?!
“Udah…sembuh dong. Defa sekarang adalah cewek yang tegar, termasuk gak takut sama yang namanya ketinggian”
“O…gitu toh”
Bergegas kutarik tangan Vito. Kalau gak gini, bayangan menakutkan ketinggian akan terus menghantuiku. Biarin deh, sekali-sekali berkorban demi sahabat…Ya, nggak ?!
***
Sabtu, 04 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar on "nonamelicious"
Posting Komentar